Boyolali (ANTARA) - Warga lereng Gunung Merapi di kawasan Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, meski sudah disiapsiagakan, tetapi mereka tetap menjaga tradisi kearifan lokal dengan membuat api unggun di depan rumahnya masing-masing setiap malam untuk siaga bencana erupsi.
Salah satu warga Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, Untung Sulistyo (43), di Boyolali, Minggu, mengatakan warga di Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Selo, Boyolali, yang jaraknya hanya sekitar 3 hingga 3,5 kilometer dari puncak Merapi hingga kini telah menyiapkan barang-barang dijadikan satu untuk dibawa mengungsi jika terjadi bencana erupsi.
Namun, warga di lereng Merapi tersebut hingga saat ini masih tetap melakukan aktivitas seperti biasa, bekerja di ladang, meski Merapi statusnya dinaikkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III) per tanggal 5 November 2020.
"Saya mempunyai hewan ternak dan ladang, sehingga masih harus mencari rumput memberikan makan sapi, dan merawat ladang pertanian," kata Untung.
Warga di Dukuh Stabelan Tlogolele memasuki masa siaga erupsi Merapi tersebut setiap malam mereka menyalakan api unggun dari batang bambu, disepanjang jalan depan rumah warga masing-masing. Hal itu, merupakan tradisi kearifan lokal agar warga siaga dari bencana alam erupsi Merapi.
Meskipun, warga lereng Merapi tetap menjaga tradisi kearifan lokal, tetapi mereka juga memanfaatkan teknologi dalam memantau pergerakan puncak Merapi dengan memasang alat Closed Circuit Television (CCTV).
Baca juga: Tes cepat, sembilan pengungsi Merapi di Magelang reaktif
Menurut Giyanto, salah satu warga Dukuh Takeran, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali Dukuh Takeran Tlogolele dipasang alat CCTV untuk memantau ke puncak Gunung Merapi.
Menurut Giyanto, pemasangan alat kamera CCTV tersebut bertujuan untuk memudahkan pemantauan puncak Merapi. Dukuh Takeran yang berada sekitar 3,5 Km dari puncak sangat perlu mengetahui perkembangan Merapi saat ini.
Dia mengatakan semua warga tidak setiap saat ada di rumah dan bisa melihat secara langsung puncak Merapi. Warga bisa memantau kondisi puncak Merapi dengan CCTV dari dalam rumah melalui smartphone.
Selain itu, pemasangan alat CCTV tersebut juga memudahkan warga yang di luar wilayah Selo yang ingin mengetahui kondisi terkini puncak Merapi sehingga warga bisa melakukan antisipasi sewaktu-waktu harus mengungsi.
"Warga di wilayah kawasan rawan bencana (KRB) III sudah melakukan persiapan mengungsi. Surat-surat penting sudah dikemasi semua. Barang-barang yang dibawa ke pengungsian juga telah dijadikan satu," katanya.
Baca juga: 200 warga Desa Keningar di lereng Merapi mengungsi ke Ngrajek
Menurut Kepala Dusun (Kadus) Stabelan Desa Tlogolele Kecamatan Selo Boyolali Maryanto, status Merapi masih siaga, dan Ahad ini, sekitar pukul 08.34 WIB, sempat terlihat secara visual guguran atau longsoran material ke arah barat.
Menurut Maryanto, saat guguran material terjadi warga tetap beraktivitas di ladang sempat memantau fokus ke puncak. Kejadian itu, juga tidak sampai membuat panik warga.
Warga di Desa Tlogolele saat ini, belum ada yang dievakuasi atau diungsikan ke tempat penampungan pengungsian sementara (TPPS) di Desa Tlogolele. Warga masih beraktivitas normal tetapi mereka tetap siaga.
Salah satu warga Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, Untung Sulistyo (43), di Boyolali, Minggu, mengatakan warga di Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Selo, Boyolali, yang jaraknya hanya sekitar 3 hingga 3,5 kilometer dari puncak Merapi hingga kini telah menyiapkan barang-barang dijadikan satu untuk dibawa mengungsi jika terjadi bencana erupsi.
Namun, warga di lereng Merapi tersebut hingga saat ini masih tetap melakukan aktivitas seperti biasa, bekerja di ladang, meski Merapi statusnya dinaikkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III) per tanggal 5 November 2020.
"Saya mempunyai hewan ternak dan ladang, sehingga masih harus mencari rumput memberikan makan sapi, dan merawat ladang pertanian," kata Untung.
Warga di Dukuh Stabelan Tlogolele memasuki masa siaga erupsi Merapi tersebut setiap malam mereka menyalakan api unggun dari batang bambu, disepanjang jalan depan rumah warga masing-masing. Hal itu, merupakan tradisi kearifan lokal agar warga siaga dari bencana alam erupsi Merapi.
Meskipun, warga lereng Merapi tetap menjaga tradisi kearifan lokal, tetapi mereka juga memanfaatkan teknologi dalam memantau pergerakan puncak Merapi dengan memasang alat Closed Circuit Television (CCTV).
Baca juga: Tes cepat, sembilan pengungsi Merapi di Magelang reaktif
Menurut Giyanto, salah satu warga Dukuh Takeran, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali Dukuh Takeran Tlogolele dipasang alat CCTV untuk memantau ke puncak Gunung Merapi.
Menurut Giyanto, pemasangan alat kamera CCTV tersebut bertujuan untuk memudahkan pemantauan puncak Merapi. Dukuh Takeran yang berada sekitar 3,5 Km dari puncak sangat perlu mengetahui perkembangan Merapi saat ini.
Dia mengatakan semua warga tidak setiap saat ada di rumah dan bisa melihat secara langsung puncak Merapi. Warga bisa memantau kondisi puncak Merapi dengan CCTV dari dalam rumah melalui smartphone.
Selain itu, pemasangan alat CCTV tersebut juga memudahkan warga yang di luar wilayah Selo yang ingin mengetahui kondisi terkini puncak Merapi sehingga warga bisa melakukan antisipasi sewaktu-waktu harus mengungsi.
"Warga di wilayah kawasan rawan bencana (KRB) III sudah melakukan persiapan mengungsi. Surat-surat penting sudah dikemasi semua. Barang-barang yang dibawa ke pengungsian juga telah dijadikan satu," katanya.
Baca juga: 200 warga Desa Keningar di lereng Merapi mengungsi ke Ngrajek
Menurut Kepala Dusun (Kadus) Stabelan Desa Tlogolele Kecamatan Selo Boyolali Maryanto, status Merapi masih siaga, dan Ahad ini, sekitar pukul 08.34 WIB, sempat terlihat secara visual guguran atau longsoran material ke arah barat.
Menurut Maryanto, saat guguran material terjadi warga tetap beraktivitas di ladang sempat memantau fokus ke puncak. Kejadian itu, juga tidak sampai membuat panik warga.
Warga di Desa Tlogolele saat ini, belum ada yang dievakuasi atau diungsikan ke tempat penampungan pengungsian sementara (TPPS) di Desa Tlogolele. Warga masih beraktivitas normal tetapi mereka tetap siaga.