Semarang (ANTARA) - Perlu transparansi tata kelola vaksinasi Covid-19 agar masyarakat memahami dan yakin akan kemampuan vaksin tersebut dalam membentuk kekebalan tubuh terhadap COVID-19, kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat.

"Saat ini masyarakat bertanya-tanya bagaimana posisi Indonesia terkait pengadaan vaksin, kapan vaksin itu bisa diaplikasikan. Saat ini di tengah hiruk pikuk masalah Omnibus Law UU Cipta Kerja, soal ketersediaan vaksin COVID-19 memang menjadi harapan masyarakat untuk keluar dari krisis akibat pandemi," katanys saat membuka diskusi daring bertema Vaksin Merah Putih: Tantangan dan Harapan yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar Duabelas, Rabu (14/10).

Diskusi yang dipandu Arimbi Heroepoetri S.H., L.LM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI
Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu menghadirkan Prof. Bambang Brodjonegoro, Ph.D (Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Indonesia), Prof. Amin Soebandrio, MD, Ph.D (Ketua Eijkman Institute for Molecular Biology).

Kemudian, Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih (Wakil Rektor Universitas Airlangga/ Ketua PUI-PT Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati UNAIR) dan Dr. Neni Nurainy (Senior Project Integration Biofarma/Tim Peneliti Vaksin COVID-19) sebagai narasumber.

Selain itu juga menghadirkan Drg. Hj. Hasnah Syam, MARS (Komisi IX DPR RI Periode 2019 - 2024) dan Ahmad Arif (Ketua Jurnalis Bencana dan Krisis/JBK) sebagai pananggap.

Menurut Lestari dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, harapan masyarakat bahwa kehadiran vaksin COVID-19 akan menuntaskan banyak masalah saat ini membuat ekspektasi masyarakat terhadap vaksin tersebut sangat tinggi.

Karena itu, Rerie sapaan akrab Lestari, berharap sejumlah tahapan dalam proses menuju ditemukan dan diproduksinya vaksin bisa disosialisasikan kepada masyarakat.

Selanjutnya, menurut Rerie, Pemerintah juga mempersiapkan perencanaan yang matang untuk proses distribusi dan pengaplikasian vaksin COVID-19 produk dalam negeri itu.

Dengan sejumlah informasi tersebut, menurut Legislator Partai NasDem itu, diharapkan masyarakat bisa menyikapi kondisi di masa pandemi COVID-19 ini dengan lebih bijaksana dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Indonesia, Bambang Brodjonegoro menegaskan dalam kasus COVID-19 ini peluang terbesar untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok adalah dengan pemberian vaksin.

Pengembangan vaksin, menurut Bambang, terutama menguji efektivitas dan safety.

Meski begitu, menurut Bambang, Pemerintah sudah menjajaki kerja sama dengan pihak swasta untuk memproduksi vaksin buatan dalam negeri, selain Biofarma.

Bambang memperkirakan, baru pada kuartal III-IV 2021 vaksin COVID-19 sudah dapat diaplikasikan ke masyarakat.

Dia juga sepakat bila pola komunikasi kepada masyarakat soal vaksin COVID-19 harus disampaikan dengan transparan dan cara yang tepat dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat untuk mencegah keraguan.

Ketua Eijkman Institute for Molecular Biology, Amin Soebandrio mengungkapkan, kapasitas produksi vaksin di dunia hanya 50 persen dari populasi penduduk dunia saat ini.

"Dengan kondisi seperti itu kemandirian dalam produksi vaksin di dalam negeri sangat diperlukan," ujar Amin.

Apalagi saat ini, tambah Amin, Indonesia termasuk negara dengan situasi serius dalam penyebaran COVID-19.

Senior Project Integration Biofarma, Neni Nurainy mengungkapkan, harga vaksin yang diproduksi di dalam negeri diupayakan terjangkau sehingga upaya vaksinasi yang lebih luas bisa segera direalisasikan. 

Meski diakuinya tantangan untuk melakukan vaksinasi secara cepat dan meluas menghadapi sejumlah tantangan, antara lain masih adanya keraguan sebagian masyarakat terhadap vaksin.

Di bagian akhir diskusi, wartawan senior Saur Hutabarat menegaskan, skeptisme yang terjadi di tengah proses pembuatan vaksin di dalam negeri diperlukan.

"Tetapi bukankah optimisme juga bisa dibangun?" Saur menyarankan pemerintah  membangun optimisme.

Terkait harga vaksin COVID-19 dari Tiongkok, menurut Saur, seharusnya ada ruang untuk negosiasi karena uji tahap ke tiganya dilakukan terhadap masyarakat Indonesia.

Saur juga mengusulkan kelompok prioritas penerima vaksin selain tenaga kesehatan dan petugas keamanan TNI/ Polri adalah kelompok masyarakat kurang gizi dan kelompok keluarga pra sejahtera yang rawan terinfeksi virus.

"Upaya vaksinasi COVID-19 bisa mencontoh pemberian vaksin cacar di masa lalu yang dilakukan di sekolah-sekolah," ujarnya.***

Pewarta : Zaenal
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024