Surabaya (ANTARA) - Pakar Biomolekular yang juga ilmuwan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih menemukan mutasi virus corona baru di Surabaya yakni tipe Q677H.
Mutasi virus corona tipe Q677H ini, kata dia, ditemukan di lokasi spike yang sama dengan mutasi D614G.
Mutasi D614G dan Q677H menunjukkan lokasi yang sama dari mutasinya, yakni perubahan asam amino pada lokasi D614G dan Q677H.
"Ini baru pertama ditemukan di Surabaya karena data Indonesia masih sangat sedikit. Mutasi ini belum tentu di tempat lain atau di wilayah lain di Indonesia belum ditemukan. Hanya saat ini belum ditemukan karena datanya sangat terbatas," ucapnya.
Prof Nyoman juga mengatakan, mutasi D614G dan Q677H telah terjadi di negara lain, termasuk di Indonesia, tepatnya di Surabaya dan saat ini telah berkembang di 24 negara.
"Inikan artinya menarik, dari enam di bulan Mei kemudian sekarang berkembang menjadi 24 dan keberadaan Q677H yang kedua ini," katanya.
Tempat ditemukannya di Surabaya itu, lanjut dia, adalah bersama-sama dengan D614G yang artinya di wilayah spike ada dua muatan saling berdekatan dan juga dekat dengan protein sel inang manusia.
"Mereka membantu memotong spike itu menjadi dua sub unit yakni S1 dan S2," katanya.
Prof Nyoman mengungkapkan tim peneliti Unair telah mendeteksi pengaruh penyebarannya mutan tersebut.
Saat ini tim peneliti sedang melakukan blocking di daerah mutasi itu, namun memang ada kendala pada bahan yang belum juga datang.
Baca juga: Eijkman: Ada strain virus penyebab COVID-19 lebih menular di Indonesia
Baca juga: Pakar China anggap wajar kasus mutasi corona di Malaysia
Baca juga: Kemenkes khawatir WNI di kapal pesiar terpapar corona mutasi baru
Sementara mengenai mutan yang lebih dominan antara Q677H dan D614G, pihaknya belum bisa menginformasikan karena mutan
Q677H baru ditemukan.
Jadi perlu diteliti lebih lanjut pola interaksi protein-protein, antara protein sel inang (purin) dengan protein virus.
Wanita yang juga Wakil Rektor I Unair tersebut juga akan meneliti mutan Q677H apakah berpengaruh pada penyebaran virus corona yang lebih cepat.
"Apakah mutan-mutan ini ada pengaruh terhadap peningkatan angka kematian itu belum ada bukti sampai hari ini. Publikasi internasional juga belum ada mekanisme yang menyatakan bahwa ini menyebabkan kefatalan atau lebih berbahaya atau lebih mematikan. Yang jelas penyebarannya lebih cepat dengan adanya mutan ini," katanya.
Prof Nyoman menjelaskan mutan D614G mengisi 77,5 persen mutasi dari data virus yang ada di database global atau GISAID, artinya keberadaan strain virus ini sudah ada di mana-mana
"Di GISAID sudah hampir 80 persen dari semua virus yang sudah terdata, jadi ini kan menunjukkan bahwa mutan ini menyebar cepat," katanya.
Sedangkan untuk mutan Q677H, karena baru ditemukan di Surabaya bisa jadi datanya yang belum ada.
"Hal tersebut akan dipelajari seperti membuat blok di wilayah itu. Kami juga akan mengkaji secara protein interaction dan tentu dengan pemodelan yang ada berdasarkan motif pemotongan protein purin terhadap spike untuk menjadi S1 dan S2," tuturnya.
Baca juga: Ahli sebut mutasi COVID-19 lebih mudah menyebar
Baca juga: Virus Corona Indonesia berbeda dengan tiga tipe utama dunia