Kudus (ANTARA) - Produsen rokok golongan I mulai mendaftarkan kemasan rokok dengan jumlah batang lebih sedikit untuk mendongkrak penjualannya di tengah pandemi COVID-19 yang berdampak pada menurunnya daya beli, kata Kepala KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus Gatot Sugeng Wibowo.
"Sebelumnya, rokok golongan I memang menawarkan kemasan rokok berisi 16 atau 20 batang. Karena pandemi COVID-19, banyak masyarakat yang mengalami penurunan daya beli sehingga banyak yang beralih ke produk rokok yang lebih murah," ujarnya di Kudus, Rabu.
Untuk mengatasi penurunan permintaan, kata dia, produsen rokok golongan I mencoba menawarkan produk rokoknya dengan kemasan lebih kecil dengan jumlah batang lebih sedikit karena saat ini banyak yang mendaftarkan kemasan produk rokok dengan jumlah batang yang lebih sedikit ke Bea dan Cukai.
Baca juga: Bea Cukai Kudus ungkap penjualan rokok ilegal secara daring
Dengan harapan, kata dia, harganya yang semula terkesan mahal, maka dengan isi rokok yang lebih sedikit, tentu akan terlihat lebih murah.
Ia mengungkapkan rokok golongan II dan III memang mendapatkan momentum yang tepat, karena konsumen yang biasanya mengonsumsi rokok golongan I jenis sigaret kretek mesin (SKM) dengan harga premium, di tengah pandemi dengan daya beli yang menurun beralih ke rokok yang harganya lebih terjangkau.
Hanya saja, lanjut dia, kondisi tersebut belum memberikan jaminan bahwa pemasukan negara lewat cukai rokok akan naik, mengingat tarif yang dibebankan untuk rokok golongan I kenaikannya mencapai tiga kali lipat, dibandingkan golongan lainnya.
Untuk itulah, pemasukan cukai rokok di wilayah KPPBC Kudus hingga akhir bulan Juli 2020 baru mencapai 43,82 persen dari target Rp35,92 triliun.
Dari target sebesar itu, untuk penerimaan cukai sebesar Rp35,8 triliun, sedangkan realisasinya hingga akhir Juli 2020 baru mencapai Rp15,37 triliun atau mencapai separuhnya. Penerimaan lainnya, yakni kepabeanan dari target Rp110,39 miliar baru terealisasi Rp16,233 miliar.
"Jika produsen rokok golongan I masih tetap mengalami penurunan produksi, maka akan berdampak pada penerimaan cukai rokok pada akhir tahun 2020," ujarnya.
Adanya strategi baru dari para produsen rokok golongan besar dengan mengubah kemasan rokoknya menjadi lebih kecil dengan jumlah batang lebih sedikit, diharapkan bisa mendongkrak penerimaan negara dari cukai rokok.
"Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, saat ini mengalami pertumbuhan penerimaan sebesar 2,28 persen," ujarnya.
Hanya saja, kata dia, pertumbuhan sebesar itu, belum sesuai harapan karena kenaikan tarif cukai rokoknya mencapai 23 persen sehingga pertumbuhan penerimaan yang diharapakn juga sebanding dengan kenaikan tarif.
Upaya lain yang bisa mendongkrak penerimaan cukai rokok, yakni dengan pengawasan dan penegakan rokok ilegal secara masif sehingga pasar rokok ilegal bisa dimasuki rokok legal.
Baca juga: Bea Cukai razia rokok ilegal di Temanggung
Baca juga: Pandemi tak halangi KPPBC Kudus ungkap kasus peredaran rokok ilegal
"Sebelumnya, rokok golongan I memang menawarkan kemasan rokok berisi 16 atau 20 batang. Karena pandemi COVID-19, banyak masyarakat yang mengalami penurunan daya beli sehingga banyak yang beralih ke produk rokok yang lebih murah," ujarnya di Kudus, Rabu.
Untuk mengatasi penurunan permintaan, kata dia, produsen rokok golongan I mencoba menawarkan produk rokoknya dengan kemasan lebih kecil dengan jumlah batang lebih sedikit karena saat ini banyak yang mendaftarkan kemasan produk rokok dengan jumlah batang yang lebih sedikit ke Bea dan Cukai.
Baca juga: Bea Cukai Kudus ungkap penjualan rokok ilegal secara daring
Dengan harapan, kata dia, harganya yang semula terkesan mahal, maka dengan isi rokok yang lebih sedikit, tentu akan terlihat lebih murah.
Ia mengungkapkan rokok golongan II dan III memang mendapatkan momentum yang tepat, karena konsumen yang biasanya mengonsumsi rokok golongan I jenis sigaret kretek mesin (SKM) dengan harga premium, di tengah pandemi dengan daya beli yang menurun beralih ke rokok yang harganya lebih terjangkau.
Hanya saja, lanjut dia, kondisi tersebut belum memberikan jaminan bahwa pemasukan negara lewat cukai rokok akan naik, mengingat tarif yang dibebankan untuk rokok golongan I kenaikannya mencapai tiga kali lipat, dibandingkan golongan lainnya.
Untuk itulah, pemasukan cukai rokok di wilayah KPPBC Kudus hingga akhir bulan Juli 2020 baru mencapai 43,82 persen dari target Rp35,92 triliun.
Dari target sebesar itu, untuk penerimaan cukai sebesar Rp35,8 triliun, sedangkan realisasinya hingga akhir Juli 2020 baru mencapai Rp15,37 triliun atau mencapai separuhnya. Penerimaan lainnya, yakni kepabeanan dari target Rp110,39 miliar baru terealisasi Rp16,233 miliar.
"Jika produsen rokok golongan I masih tetap mengalami penurunan produksi, maka akan berdampak pada penerimaan cukai rokok pada akhir tahun 2020," ujarnya.
Adanya strategi baru dari para produsen rokok golongan besar dengan mengubah kemasan rokoknya menjadi lebih kecil dengan jumlah batang lebih sedikit, diharapkan bisa mendongkrak penerimaan negara dari cukai rokok.
"Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, saat ini mengalami pertumbuhan penerimaan sebesar 2,28 persen," ujarnya.
Hanya saja, kata dia, pertumbuhan sebesar itu, belum sesuai harapan karena kenaikan tarif cukai rokoknya mencapai 23 persen sehingga pertumbuhan penerimaan yang diharapakn juga sebanding dengan kenaikan tarif.
Upaya lain yang bisa mendongkrak penerimaan cukai rokok, yakni dengan pengawasan dan penegakan rokok ilegal secara masif sehingga pasar rokok ilegal bisa dimasuki rokok legal.
Baca juga: Bea Cukai razia rokok ilegal di Temanggung
Baca juga: Pandemi tak halangi KPPBC Kudus ungkap kasus peredaran rokok ilegal