Jakarta (ANTARA) - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) mengimbau masyarakat untuk berhati-hati, selektif, dan kritis terhadap "obat" yang beredar di pasaran dan belum teruji untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh melawan COVID-19.

"Masyarakat seharusnya berhati hati, harus dicek kebenarannya melalui lembaga resmi yang berkompeten seperti BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), Kemenkes (Kementerian Kesehatan), Kemenristek/BRIN dan lembaga lain," kata Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemenristek/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ali Ghufron Mukti saat dihubungi ANTARA, di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan  masyarakat bisa mengecek izin edar suatu produk itu sebagai apa dan untuk apa, apakah sebagai jamu, obat herbal terstandar atau fitofarmaka yang memiliki syarat sendiri-sendiri untuk mendapatkan izin tersebut dan sangat berbeda.

Dia berharap masyarakat tidak sembarang mengonsumsi obat dengan klaim tertentu karena belum teruji khasiatnya secara klinis.

Obat yang terbukti klinis, kata dia, akan lolos uji terkait keamanan, keselamatan atau efek samping dan kemanfaatan serta keefektifan peruntukannya.

Kemenristek/BRIN melalui Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 selalu menghargai dan mengapresiasi setiap upaya riset dan inovasi dengan prosedur tertentu untuk dapat menangani pandemi COVID-19 yang menjadi perhatian seluruh bangsa Indonesia.

"Pada dasarnya kami apresiasi setiap anak bangsa yang melakukan riset dan inovasi yang sesuai kaidah yang benar untuk kepentingan masyarakat," katanya.

Pihaknya juga bersedia membimbing atau memfasilitasi riset dengan metode tertentu untuk para peneliti asalkan sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku, demikian Ali Ghufron Mukti.

Baca juga: Menteri PPN perkirakan vaksin COVID-19 tersedia pada 2021
Baca juga: GC Pharma tunggu izin Korsel sebelum gelar uji klinis obat COVID-19

Pewarta : Martha Herlinawati S
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024