Kudus (ANTARA) - Sejumlah pelaku usaha di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mengajukan penundaan pembayaran pajak daerah, karena dampak pandemi penyakit virus corona (COVID-19) menyebabkan likuiditas perusahaan terganggu.

"Jumlah pelaku usaha yang mengajukan penundaan pembayaran untuk sementara ada tujuh," kata Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus Eko Djumartono di Kudus, Kamis.

Sektor usaha yang mengajukan penundaan pembayaran, kata dia, yaitu hotel dan restoran yang memang sangat terdampak oleh penyebaran virus corona.

Baca juga: Capaian pajak DJP Jateng II tumbuh negatif dampak COVID

Pengajuan penundaan pembayaran pajaknya, lanjut dia, dimulai sejak April 2020 hingga Desember 2020.

Meskipun pengajuannya hingga akhir tahun, ketika pandemi COVID-19 berakhir lebih cepat sebelum akhir tahun, mereka menyatakan siap membayar pajak seperti sebelumnya tanpa meminta penundaan.

Terkait lesunya berbagai sektor usaha di Kudus, lanjut dia, memang direspons dengan memberikan kelonggaran dalam pembayaran pajak kepada pemda.

"Kami tidak lagi mendatangi satu per satu begitu ada wajib pajak yang menunggak pembayaran. Meskipun demikian, kewajiban mereka tetap diminta untuk dipenuhi," ujarnya.

Target penerimaan pajak daerah pada tahun 2020 juga sudah dievaluasi dan diambil kebijakan untuk diturunkan 21,16 persen dari target sebelumnya sebesar Rp133,42 miliar.

Dengan penurunan sebesar Rp28,24 miliar atau 21,16 persen, target pendapatan asli daerah dari sektor pajak menjadi Rp105,17 miliar.

"Sejak pandemi COVID-19 memang banyak sektor usaha yang terganggu, seperti jasa penginapan juga sepi sehingga mereka juga sempat mengajukan berbagai keringanan, mulai dari pajak hotel hingga PBB," ujarnya.

Khusus untuk pajak bumi dan bangunan (PBB), kata dia, ada keringanan pembayarannya, khususnya yang mengalami lonjakan kenaikan tarif.

Ia mencatat ada sekitar 400-an wajib pajak yang mengalami lonjakan PBB lebih dari 100 persen.

Objek pajak yang mengalami lonjakan pembayaran pajak, mendapatkan keringanan sepanjang ada pengajuan keringanan.

Untuk saat ini, lanjut dia, tercatat ada puluhan wajib pajak yang mengajukan keringanan dengan dominasi wajib pajak pribadi, sedangkan sektor usaha belum ada.

"Nilai keringanannya bervariasi. Jika terjadi lonjakan signifikan memang kebijakannya sampai 50 persen. Misal, sebelumnya PBB yang dibayar Rp1 juta, sekarang naik menjadi Rp2,5 juta, maksimal keringanan yang diberikan 50 persen dan dilihat kemampuan membayarnya. Ada pula yang diberi keringanan antara 20-30 persen," ujarnya.

Setiap ada pengajuan keringanan pembayaran PBB, ada tim survei yang akan memastikan kemampuan membayar wajib pajak tersebut.

Ketika kemampuan membayarnya bagus, kata dia, bisa ditolak, karena sebelumnya memang ada yang ditolak.

Baca juga: Ribuan WP UMKM Jateng manfaatkan insentif pajak
Baca juga: Kudus turunkan target penerimaan pajak daerah 21,16 persen

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024