Dua pekan lagi WHO dapatkan hasil awal uji coba obat COVID-19

Minggu, 5 Juli 2020 9:11 WIB

Jakarta (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) harus segera mendapatkan hasil uji klinis yang sedang dilakukan dari obat-obatan yang mungkin efektif mengobati pasien COVID-19, kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Jumat.

"Hampir 5.500 pasien di 39 negara sejauh ini telah dilibatkan dalam uji coba Solidaritas," katanya saat konferensi pers, merujuk pada riset klinis PBB yang sedang dilakukan.

"Kami mengharapkan hasil sementara dalam dua pekan ke depan."

Uji coba Solidaritas dimulai dalam lima tahap dengan melihat pendekatan pengobatan potensial COVID-19 dari pengobatan standar, remdesivir, obat anti-malaria yang digembar-gemborkan oleh Presiden AS Donald Trump, hydroxychloroquine, obat HIV lopinavir/ritonavir, dan lopanivir/ritonavir yang dikombinasikan dengan interferon.

Awal bulan ini WHO menghentikan uji coba hydroxychloroquine pada pasien COVID-19 setelah penelitian menunjukkan tidak adanya manfaat dari obat tersebut, namun banyak pekerjaan yang masih diperlukan untuk melihat apakah obat itu cukup efektif sebagai obat pencegahan.

Kepala program kedaruratan WHO, Mike Ryan, mengatakan tidak bijaksana untuk memprediksi kapan sebuah vaksin bisa siap melawan COVID-19, penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona jenis baru dan telah menelan lebih dari setengah juta orang.

Sementara calon vaksin mungkin menunjukkan kemanjurannya pada akhir tahun, pertanyaannya adalah seberapa cepat vaksin itu dapat diproduksi secara massal, katanya kepada asosiasi jurnalis PBB ACANU di Jenewa.

Tidak ada vaksin yang terbukti melawan penyakit COVID-19 untuk saat ini, sementara 18 calon vaksin sedang diujikan pada manusia.

Pejabat WHO mempertahankan respons mereka terhadap virus yang muncul di China tahun lalu, dengan mengatakan bahwa mereka telah diarahkan oleh ilmu pengetahuan ketika virus itu berkembang. Ryan menuturkan apa yang ia sesalkan adalah bahwa rantai pasokan global putus, sehingga membuat para staf medis tidak memiliki alat pelindung.

"Saya menyesal bahwa tidak ada akses yang merata untuk mendapatkan alat COVID. Saya menyesal bahwa sejumlah negara memiliki lebih banyak dari yang lain, dan saya menyesal bahwa petugas lini terdepan meninggal karena (itu)," katanya.

Ia mendesak negara-negara agar terus mengidentifikasi klaster baru COVID-19, melacak orang yang terinfeksi dan mengisolasi mereka untuk membantu memutus rantai penularan.

"Mereka yang duduk di sekitar meja kopi dan berspekulasi serta berbicara (tentang penularan) tidak mencapai apa-apa. Mereka yang mengejar virus mencapai sesuatu," katanya.

Sumber: Reuters

Pewarta : Asri Mayang Sari
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024

Terkait

"Trainer": Kader JKN merupakan orang-orang pilihan

1 jam lalu

RSUD Demak terapkan antrean "online", peserta JKN dilayani cepat

1 jam lalu

Sinergi BPJS Kesehatan Purwokerto dan Dinkes optimalkan kualitas layanan peserta JKN

8 jam lalu

BPJS Kesehatan Purwokerto dan mitra RS pastikan prosedur pelayanan

8 jam lalu

Peserta JKN di Purwokerto rasakan kemudahan pelayanan BPJS Kesehatan

30 April 2024 14:11 Wib
Terpopuler

Wali Kota Surakarta gandeng sepatu lokal bantu siswa kurang mampu

PERISTIWA - 26 April 2024 13:27 Wib

Nyalanesia gandeng sejumlah pemda beri pendampingan literasi sekolah

PERISTIWA - 27 April 2024 17:07 Wib

Dadang Somantri berharap pekerja kompeten dan terampil

PERISTIWA - 8 jam lalu

Kemenag Surakarta: Lansia jadi prioritas petugas haji

PERISTIWA - 30 April 2024 8:24 Wib

Penguasa Mangkunegaran beri motivasi kepada lulusan UNS

PERISTIWA - 27 April 2024 17:08 Wib