Solo (ANTARA) - Pengamat hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani menyatakan penegakan peraturan perundang-undangan sangat penting pada era normal baru guna meminimalkan angka kasus COVID-19.
"Dalam bidang hukum dapat dilakukan dengan riset mengenai regulasi yang baik dan bijak untuk meminimalisasi agar kasus COVID-19 berkurang," kata I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani di Solo, Kamis.
Upaya pemerintah untuk menciptakan kondisi, menurut dia, sudah terlihat dari kebijakannya, salah satunya adalah Kemenhub yang mengizinkan transportasi antarwilayah beroperasi kembali dengan ketat, termasuk mewajibkan adanya surat dinas dan hasil tes negatif COVID-19.
Dalam hal ini, kata dia, pemerintah harus membuat skala prioritas, sektor mana saja yang harus dibuka.
Selain itu, upaya peningkatan kapasitas pemeriksaan agar dapat diketahui secara cepat masyarakat yang terkena COVID-19.
Sejauh ini, pemerintah sudah mengeluarkan beberapa peraturan, di antaranya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19, dan Permenhub Nomor 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi.
"Pada prinsipnya peraturan tersebut berfungsi untuk menekan angka penyebaran virus sekaligus dalam rangka mengembalikan kestabilan ekonomi masyarakat," kata Rachmi Handayani.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
"Sejauh ini, kasus positif di beberapa daerah sudah mulai menurun. Namun, secara umum Indonesia belum menunjukkan penurunan. Potensi hilangnya COVID-19 memerlukan waktu yang tidak sedikit dan akan tetap ada di tengah masyarakat," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, masyarakat mau tidak mau harus menyesuaikan diri hingga vaksin ditemukan.
"Dalam bidang hukum dapat dilakukan dengan riset mengenai regulasi yang baik dan bijak untuk meminimalisasi agar kasus COVID-19 berkurang," kata I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani di Solo, Kamis.
Upaya pemerintah untuk menciptakan kondisi, menurut dia, sudah terlihat dari kebijakannya, salah satunya adalah Kemenhub yang mengizinkan transportasi antarwilayah beroperasi kembali dengan ketat, termasuk mewajibkan adanya surat dinas dan hasil tes negatif COVID-19.
Dalam hal ini, kata dia, pemerintah harus membuat skala prioritas, sektor mana saja yang harus dibuka.
Selain itu, upaya peningkatan kapasitas pemeriksaan agar dapat diketahui secara cepat masyarakat yang terkena COVID-19.
Sejauh ini, pemerintah sudah mengeluarkan beberapa peraturan, di antaranya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19, dan Permenhub Nomor 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi.
"Pada prinsipnya peraturan tersebut berfungsi untuk menekan angka penyebaran virus sekaligus dalam rangka mengembalikan kestabilan ekonomi masyarakat," kata Rachmi Handayani.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
"Sejauh ini, kasus positif di beberapa daerah sudah mulai menurun. Namun, secara umum Indonesia belum menunjukkan penurunan. Potensi hilangnya COVID-19 memerlukan waktu yang tidak sedikit dan akan tetap ada di tengah masyarakat," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, masyarakat mau tidak mau harus menyesuaikan diri hingga vaksin ditemukan.