Semarang (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah daerah mematuhi keputusan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dalam membuat kebijakan terkait penyelenggaraan belajar mengajar di sekolah di masa pendemi.
"Di tengah ketidakpastian di masa pandemi ini penting bagi kita untuk mematuhi keputusan yang berdasarkan berbagai pertimbangan seperti yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19," kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/6).
Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dalam mengambil kebijakan selalu didasari atas berbagai pertimbangan seperti dari sisi kesehatan, keamanan dan sosial.
Jadi, jelas legislator Partai NasDem itu, meski pembukaan kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan kewenangan masing-masing pemerintah daerah, tetap harus didasari atas pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang anggotanya terdiri dari sejumlah pakar.
Sebagai contoh, jelas Rerie, bila satu kawasan sudah diputuskan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sebagai kawasan hijau alias tidak ada penularan virus korona, sekolah di kawasan tersebut diperbolehkan menyelenggarakan proses belajar mengajar di sekolah. Sebaliknya bila sekolah bersangkutan di zona kuning atau merah atau masih terjadi penularan virus korona, diarahkan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Kepatuhan atas pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, menurut Rerie, sangat penting karena pembukaan sekolah di masa pendemi menyangkut keselamatan generasi penerus bangsa.
"Sehingga kalau pun sebuah sekolah di zona hijau diperbolehkan menyelenggarakan proses belajar mengajar secara tatap muka, tetap harus memenuhi persyaratan protokol kesehatan yang ketat saat berkegiatan di sekolah," ujar Rerie.
Apalagi, tambahnya, berdasarkan survei sosial demografi Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru mengungkapkan bahwa generasi Z paling sulit mengikuti protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dengan benar. Generasi Z berusia di kisaran 10 tahun hingga 22 tahun, yang merupakan usia pelajar dan mahasiswa.
Berdasarkan fakta tersebut, tegas Rerie, pemerintah daerah harus benar-benar bisa menjamin agar protokol kesehatan di sekolah dilaksanakan dengan disiplin oleh para peserta didik dan pengelola sekolah.
"Jangan sampai ketidakdisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan menjadikan zona hijau menjadi zona kuning atau merah karena terjadi penularan virus korona di klaster sekolah."
Sedangkan bagi sekolah yang masih berada di zona kuning atau merah, menurut Rerie, pemerintah daerah harus menjamin peserta didik dan para pengajarnya bisa menjalankan proses pendidikan jarak jauh dengan baik.
Rerie menilai, kesiapan sarana dan prasarana belajar jarak jauh yang memadai, keterampilan guru terkait penguasaan teknologi serta kesiapan orang tua dan peserta didik dalam beradaptasi dengan pola belajar jarak jauh menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah yang berada di zona kuning dan merah.
Menjelang dimulainya tahun ajaran baru, dia berharap, pemerintah mampu mengatasi sejumlah tantangan itu.***
"Di tengah ketidakpastian di masa pandemi ini penting bagi kita untuk mematuhi keputusan yang berdasarkan berbagai pertimbangan seperti yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19," kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/6).
Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dalam mengambil kebijakan selalu didasari atas berbagai pertimbangan seperti dari sisi kesehatan, keamanan dan sosial.
Jadi, jelas legislator Partai NasDem itu, meski pembukaan kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan kewenangan masing-masing pemerintah daerah, tetap harus didasari atas pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang anggotanya terdiri dari sejumlah pakar.
Sebagai contoh, jelas Rerie, bila satu kawasan sudah diputuskan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sebagai kawasan hijau alias tidak ada penularan virus korona, sekolah di kawasan tersebut diperbolehkan menyelenggarakan proses belajar mengajar di sekolah. Sebaliknya bila sekolah bersangkutan di zona kuning atau merah atau masih terjadi penularan virus korona, diarahkan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Kepatuhan atas pertimbangan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, menurut Rerie, sangat penting karena pembukaan sekolah di masa pendemi menyangkut keselamatan generasi penerus bangsa.
"Sehingga kalau pun sebuah sekolah di zona hijau diperbolehkan menyelenggarakan proses belajar mengajar secara tatap muka, tetap harus memenuhi persyaratan protokol kesehatan yang ketat saat berkegiatan di sekolah," ujar Rerie.
Apalagi, tambahnya, berdasarkan survei sosial demografi Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru mengungkapkan bahwa generasi Z paling sulit mengikuti protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dengan benar. Generasi Z berusia di kisaran 10 tahun hingga 22 tahun, yang merupakan usia pelajar dan mahasiswa.
Berdasarkan fakta tersebut, tegas Rerie, pemerintah daerah harus benar-benar bisa menjamin agar protokol kesehatan di sekolah dilaksanakan dengan disiplin oleh para peserta didik dan pengelola sekolah.
"Jangan sampai ketidakdisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan menjadikan zona hijau menjadi zona kuning atau merah karena terjadi penularan virus korona di klaster sekolah."
Sedangkan bagi sekolah yang masih berada di zona kuning atau merah, menurut Rerie, pemerintah daerah harus menjamin peserta didik dan para pengajarnya bisa menjalankan proses pendidikan jarak jauh dengan baik.
Rerie menilai, kesiapan sarana dan prasarana belajar jarak jauh yang memadai, keterampilan guru terkait penguasaan teknologi serta kesiapan orang tua dan peserta didik dalam beradaptasi dengan pola belajar jarak jauh menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah yang berada di zona kuning dan merah.
Menjelang dimulainya tahun ajaran baru, dia berharap, pemerintah mampu mengatasi sejumlah tantangan itu.***