Boyolali (ANTARA) - Seorang penjahit penyandang disabilitas yang tergabung dalam Komunitas Difabel Ampel (KDA) di Boyolali, Jawa Tengah, di tengah wabah COVID-19 mengaku kebanjiran pesanan alat pelindung diri (APD) masker.
"Wabah COVID-19 saat ini berdampak sekali terhadap pelanggannya yang menjahitkan pakaian sepi, apalagi orang hajatan juga ditunda semua," kata Sardi (47) penjahit disabilitas di Dukuh Banjarrejo, Desa Candi, Kecamatan Ampel Boyolali, Minggu.
Menurut Sardi, dampak wabah COVID-19 bukan hanya dirinya saja, tetapi juga teman-teman penjahit disabilitas lainnya juga merasakan sama.
Baca juga: Pasar Gede Solo imbau pedagang ikuti aturan wajib pakai masker
Namun, dirinya kemudian membuat model masker dengan kain perca untuk dibagi-bagikan teman-teman disabilitas dan masyarakat lain sekitar secara gratis. Ternyata, alat pelindung diri (APD) masker ini, banyak dibutuhkan oleh masyarakat banyak.
"Kami bersama penjahit disabilitas lainnya kemudian mendapatkan pesanan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan, sejumlah instansi, pemdes, dan lainnya banyak yang memesan," kata Sardi.
Oleh karena itu, Sardi langsung memproduksi masker dengan bahan kain perca sebanyak-banyaknya. Kapasitas produksi setiap penjahit rata-rata bisa 200 hingga 300 buah per hari.
Namun, kata Sardi, dirinya tidak mampu jika melayani banyak pesanan hingga ribuan masker dikerjakan sendiri, sehingga dengan meminta bantuan teman-teman warga disabilitas untuk menjahit di rumahnya masing-masing.
"Saya yang mengantarkan bahan kainnya ke rumah masing-masing. Jika masker sudah jadi saya ambil ke rumah mereka. Kami pekan lalu mendapat pesanan 3.500 buah masker, dan pekan ini meningkat hingga 5.000 buah," kata Sardi.
Menurut dia, dirinya merasa senang bisa membantu sesama untuk berkarir. Dirinya juga membuka pelatihan kerajinan bagi warga disabilitas di rumahnya secara gratis.
"Kami membuat masker ini, hanya dijual Rp2.000 hingga Rp3.000 per buah. Saya berharap wabah COVID-19 segera berakhir, sehingga aktivitas masyarakat kembali bergairah," katanya.
Menurut Sumarno Punto (64) penjahit lainnya merasa senang ikut menjahit masker di tengah wabah COVID-19, dan hasilnya bisa untuk kebutuhan sehari-hari. Karena, selama wabah ini, tidak ada pelangganya yang menjahitkan pakaian
"Saya senang bisa membantu membuat masker untuk masyarakat. Saya bisa menjahit masker rata-rata 100 buah per hari," katanya.
Menurut dia, masker pesanan tersebut oleh pemesan juga akan dibagikan ke masyarakat secara gratis. Pesanan tidak hanya di Boyolali saja, tetapi juga Kota Salatiga.
Baca juga: Pemkab Boyolali minta pedagang pakai masker
Baca juga: Masker dari BH benar-benar diproduksi di Jepang
"Wabah COVID-19 saat ini berdampak sekali terhadap pelanggannya yang menjahitkan pakaian sepi, apalagi orang hajatan juga ditunda semua," kata Sardi (47) penjahit disabilitas di Dukuh Banjarrejo, Desa Candi, Kecamatan Ampel Boyolali, Minggu.
Menurut Sardi, dampak wabah COVID-19 bukan hanya dirinya saja, tetapi juga teman-teman penjahit disabilitas lainnya juga merasakan sama.
Baca juga: Pasar Gede Solo imbau pedagang ikuti aturan wajib pakai masker
Namun, dirinya kemudian membuat model masker dengan kain perca untuk dibagi-bagikan teman-teman disabilitas dan masyarakat lain sekitar secara gratis. Ternyata, alat pelindung diri (APD) masker ini, banyak dibutuhkan oleh masyarakat banyak.
"Kami bersama penjahit disabilitas lainnya kemudian mendapatkan pesanan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan, sejumlah instansi, pemdes, dan lainnya banyak yang memesan," kata Sardi.
Oleh karena itu, Sardi langsung memproduksi masker dengan bahan kain perca sebanyak-banyaknya. Kapasitas produksi setiap penjahit rata-rata bisa 200 hingga 300 buah per hari.
Namun, kata Sardi, dirinya tidak mampu jika melayani banyak pesanan hingga ribuan masker dikerjakan sendiri, sehingga dengan meminta bantuan teman-teman warga disabilitas untuk menjahit di rumahnya masing-masing.
"Saya yang mengantarkan bahan kainnya ke rumah masing-masing. Jika masker sudah jadi saya ambil ke rumah mereka. Kami pekan lalu mendapat pesanan 3.500 buah masker, dan pekan ini meningkat hingga 5.000 buah," kata Sardi.
Menurut dia, dirinya merasa senang bisa membantu sesama untuk berkarir. Dirinya juga membuka pelatihan kerajinan bagi warga disabilitas di rumahnya secara gratis.
"Kami membuat masker ini, hanya dijual Rp2.000 hingga Rp3.000 per buah. Saya berharap wabah COVID-19 segera berakhir, sehingga aktivitas masyarakat kembali bergairah," katanya.
Menurut Sumarno Punto (64) penjahit lainnya merasa senang ikut menjahit masker di tengah wabah COVID-19, dan hasilnya bisa untuk kebutuhan sehari-hari. Karena, selama wabah ini, tidak ada pelangganya yang menjahitkan pakaian
"Saya senang bisa membantu membuat masker untuk masyarakat. Saya bisa menjahit masker rata-rata 100 buah per hari," katanya.
Menurut dia, masker pesanan tersebut oleh pemesan juga akan dibagikan ke masyarakat secara gratis. Pesanan tidak hanya di Boyolali saja, tetapi juga Kota Salatiga.
Baca juga: Pemkab Boyolali minta pedagang pakai masker
Baca juga: Masker dari BH benar-benar diproduksi di Jepang