Solo (ANTARA) - Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo menyebutkan kesadaran para pedagang di pasar tradisional Kota Solo mengenakan masker terus meningkat dalam rangka mendukung upaya memutuskan mata rantai penyebaran COVID-19.

"Para pedagang di pasar tradisional Kota Solo, yang mengenakan masker hingga kini sudah sekitar 95 persen, atau terus meningkat," katanya usai menghadiri acara "Tactical Floor Game" (TFG) Simulasi Kontijensi Konflik Sosial dan Sistem Pengamanan Kota dalam rangka penanganan penyebaran COVID-19 di Kota Solo, Rabu.

Pemkot Surakarta akan mencabut surat hak penempatan (SHP) bagi pedagang pasar tradisional yang tidak memakai masker di tengah pandemi COVID-19.

"Para pedagang pasar tradisional sekarang sudah mulai sadar soal protokol kesehatan dalam pencegahan pandemi COVID-19 di Solo," kata dia.

Di tengah pandemi COVID-19, para pedagang pasar tradisional di Solo juga diberikan kompensasi berupa pembebasan retribusi mulai Mei hingga Agustus 2020.

Petugas keamanan pasar tradisional diperintahkan berjaga di depan pintu masuk pasar untuk mengawasi dan mengingatkan para pedagang dan pengunjung terkait dengan penggunaan masker.

"Kesadaran protokol kesehatan ini harus dilaksanakan demi pencegahan virus lebih meluars lagi," kata Rudyatmo.

Baca juga: Anggaran terbatas, Pemkot Surakarta tak mampu lakukan PSBB

Ia mengatakan Solo belum perlu menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena sudah menunjukkan kesadaran masyarakat dalam mengenakan masker untuk memutuskan mata rantai penyebaran COVID-19.

Namun, katanya, jika kedisiplinan warga dalam mengenakan masker, jaga jarak, cuci tangan menggunakan sabun, dan untuk tidak berkerumun dilanggar, PSBB bisa diterapkan di kota itu.

"Kami berharap Solo tidak PSBB. Saya mengajak masyarakat untuk sadar disiplin protokol kesehatan itu," katanya.

Ia mengatakan kasus pasien positif COVID-19 di Kota Solo berasal dari pendatang sehingga mereka harus disiplin menjalani isolasi, sedangkan warga turut melakukan pengawasan terhadap mereka yang sedang menjalani karantina mandiri.

"Mereka yang datang ke Solo mau dikarantina mandiri, tetapi memang diawasi betul oleh masyarakat sekitar. Mereka tidak keluar rumah dan makannya saja dipasok," katanya.

Ia mengatakan dampak perekonomian akan terasa berat jika Solo harus melakukan PSBB.

"Jika Solo diperlakukan PSBB yang sulit dikendalikan perekonomiannya. Masyarakat mau makan dari mana jika pemerintah daerah tidak mempunyai kemampuan. Jika mengandalkan anggaran dari provinsi dan pusat akan berbeda," katanya.

Baca juga: Wabah Corona pukul rezeki pedagang bunga tabur
Baca juga: Mal di Solo optimalkan layanan antar selama wabah Covid-19

Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024