Semarang (ANTARA) - Pemerintah perlu memberi ruang bagi masyarakat untuk menggelar tradisi, seperti tahlilan atau kenduri arwah (selamatan memperingati atau mendoakan roh orang yang telah meninggal), meski Menteri Kesehatan telah menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di suatu daerah.
Hal ini mengingat kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat, seperti ritual budaya-agama dan tahlilan (pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk memohonkan rahmat dan ampunan bagi arwah orang yang meninggal) ini hingga sekarang masih melekat di sebagian pemeluk agama Islam di Pulau Jawa.
Ada di antara masyarakat muslim yang mengadakan kenduri arwah selama 7 hari berturut-turut, pada hari ke-40, ke-100, setahun (mendak pertama), dua tahun (mendak kedua), dan hari ke-1.000 dari kematian seseorang.
Baca juga: Pemerintah apresiasi keluarga Indonesia yang disiplin tinggal di rumah
Namun, kearifan lokal ini tidak secara eksplisit terdapat di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Di dalam PMK ini masyarakat di wilayah PSBB boleh melakukan kegiatan keagamaan asalkan pelaksanaannya di rumah, kemudian yang hadir adalah keluarga terbatas dengan menjaga jarak setiap orang. Tampaknya perlu secara gamblang diatur pula tradisi kegamanaan di Tanah Air: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu.
Kendati demikian, sahibul (shohibul) hajat tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan, termasuk surat keputusan (SK) kepala daerah, misalnya menyediakan masker dan cairan pembasuh tangan (hand sanitizer) sebelum jemaah memasuki rumahnya. Hal ini penting guna mencegah penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sekaligus pelaksanaan PSBB berjalan efektif.
Selain pembatasan kegiatan keagamaan ini, pelaksanaan PSBB meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum; pembatasan kegiatan sosial dan budaya; pembatasan moda transportasi; dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Masyarakat di wilayah PSBB juga harus betul-betul menyadari bahwa pelaksanaan ibadah di rumah masing-masing. Pasalnya, dalam PMK No. 9/2020 disebutkan bahwa semua tempat ibadah harus ditutup untuk umum.
Begitu pula, pemakaman orang yang meninggal bukan akibat COVID-19, jumlah yang hadir tidak lebih dari 20 orang dengan tetap mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan virus corona).
Baca juga: Gubernur Jateng cek persiapan tempat karantina di Kendal dan Batang
Baca juga: Wali Kota Semarang mohon kerelaan masyarakat tidak mudik
Hal ini mengingat kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat, seperti ritual budaya-agama dan tahlilan (pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk memohonkan rahmat dan ampunan bagi arwah orang yang meninggal) ini hingga sekarang masih melekat di sebagian pemeluk agama Islam di Pulau Jawa.
Ada di antara masyarakat muslim yang mengadakan kenduri arwah selama 7 hari berturut-turut, pada hari ke-40, ke-100, setahun (mendak pertama), dua tahun (mendak kedua), dan hari ke-1.000 dari kematian seseorang.
Baca juga: Pemerintah apresiasi keluarga Indonesia yang disiplin tinggal di rumah
Namun, kearifan lokal ini tidak secara eksplisit terdapat di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Di dalam PMK ini masyarakat di wilayah PSBB boleh melakukan kegiatan keagamaan asalkan pelaksanaannya di rumah, kemudian yang hadir adalah keluarga terbatas dengan menjaga jarak setiap orang. Tampaknya perlu secara gamblang diatur pula tradisi kegamanaan di Tanah Air: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu.
Kendati demikian, sahibul (shohibul) hajat tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan, termasuk surat keputusan (SK) kepala daerah, misalnya menyediakan masker dan cairan pembasuh tangan (hand sanitizer) sebelum jemaah memasuki rumahnya. Hal ini penting guna mencegah penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sekaligus pelaksanaan PSBB berjalan efektif.
Selain pembatasan kegiatan keagamaan ini, pelaksanaan PSBB meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum; pembatasan kegiatan sosial dan budaya; pembatasan moda transportasi; dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Masyarakat di wilayah PSBB juga harus betul-betul menyadari bahwa pelaksanaan ibadah di rumah masing-masing. Pasalnya, dalam PMK No. 9/2020 disebutkan bahwa semua tempat ibadah harus ditutup untuk umum.
Begitu pula, pemakaman orang yang meninggal bukan akibat COVID-19, jumlah yang hadir tidak lebih dari 20 orang dengan tetap mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit (pemutusan rantai penularan virus corona).
Baca juga: Gubernur Jateng cek persiapan tempat karantina di Kendal dan Batang
Baca juga: Wali Kota Semarang mohon kerelaan masyarakat tidak mudik