Jakarta (ANTARA) - Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik) Ishak Salim menolak rencana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang ingin memindahkan siswi SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, berinisial CA, ke sekolah luar biasa karena dianggap rentan perundungan.

"Tidak!," kata Ishak dihubungi dari Jakarta, Sabtu, menegaskan penolakan rencana Ganjar memasukkan CA ke SLB. CA sendiri merupakan siswi disabilitas yang menuntut ilmu di sekolah formal.

Menurut dia, dengan memindah CA ke SLB sama saja Gubernur Ganjar sedang melestarikan stigma negatif terhadap kalangan disabilitas. Sang kepala daerah juga tidak memberikan kesetaraaan terhadap disabilitas.

Sementara saat ini, kata dia, dunia pendidikan sedang menuju ke arah terbuka bagi setiap kalangan (inklusif). Dengan begitu, setiap warga negara termasuk disabilitas memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan formal.

Baca juga: Dindik Pekalongan fokus hentikan perundungan pelajar
Baca juga: Ganjar tanggung biaya pendidikan korban perundungan Purworejo
Baca juga: Sebagai hukuman, Ganjar setuju pelaku perundungan ikut pendidikan militer

Dia mengatakan perundungan yang dialami CA bisa terjadi di sekolah-sekolah lain yang mulai menerima difabel sebagai peserta didik.

Hal itu, kata dia, alam berpikir masyarakat begitu lama dalam paradigma terhadap difabel, yang kerap dianggap insan sakit.

Padahal setiap anak didik difabel, kata Ishak, sejatinya membawa kemampuannya. "Semakin banyak ragam kemampuan peserta didik itulah realitas inklusivitas," katanya

Aktivis difabel di berbagai kota, lanjut dia, sudah tiga dekade memperjuangkan agar pendidikan bagi disabilitas tidak segregatif tapi inklusif.

"Jika seorang gubernur lalu berpikir sebaliknya patut disayangkan. Padahal selama ini warganya mempraktikkan kesetaraan disabilitas di semua sektor penghidupan," kata dia.

Ganjar dalam kasus CA, kata dia, seperti mengabaikan potensi warga-warga negara terbaiknya untuk menimbang keputusan terbaik. Gubernur seperti tak sabar dalam mengambil keputusan dan merasa apa yang diputuskan sebagai kebenaran.

Ishak mengatakan infrastruktur pendidikan inklusif di berbagai tempat di Indonesia sudah ada mulai dari pihak guru, pusat sumber, pemerintah dan pihak terkait lainnya.

"Saat difabel mulai memilih sekolah umum dan masuk dalam sistem pendidikan yang selama ini mengabaikan eksistensinya, maka pihak-pihak terkait baik kepala sekolah, guru, maupun para siswa didik lainnya harus juga mulai beradaptasi," katanya.
 

Baca juga: Ganjar minta peradilan tiga pelajar pelaku perundungan digelar tertutup
Baca juga: Tiga siswa penganiaya siswi SMP di Purworejo jadi tersangka


Pewarta : Anom Prihantoro
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024