Semarang (ANTARA) - Pengrajin batik di Kota Semarang yang telah berdiri sejak tahun 2008 ini adalah milik Elizabeth Algondala atau biasa dipanggil Elly. Beliau mendirikan usaha produksi aneka macam jenis batik mulai dari batik khas Semarang yang dikenal dengan nama batik Semarangan, batik motif Solo, Pekalongan, Banyumas dan masih banyak lagi berbagai motif yang ditawarkan. Di industri rumahan ini membuat batik tulis dan cap.

Rumah produksi berada di Kampung Batik, Rejomulyo, Bubakan, Semarang, Jawa Tengah. Di rumahnya sendiri Elly membangun usahanya, dibantu oleh karyawan yang berjumlah 20 orang. Sistem penjualan batik Elly ini dengan cara made by order yang melayani pembelian dengan kebebasan individu yang bertransaksi tersebut mau seperti apa motif yang diinginkan. Jadi lebih jelasnya, pembeli bebas menentukan, memilih dan mendesain sendiri motifnya, penentuan motif juga warnanya pun dapat disesuaikan dengan keinginan pembeli. Proses pelayanan dengan pembelinya, Elly menerima gambar atau desain yang sudah dibuat oleh pembeli, dan kemudian akan dibuat motif batik dengan warna semirip mungkin. Hal ini dilakukan agar pembeli tidak kesulitan dalam menyampaikan pesanannya.

Pemasaran dilakukan masih dalam lingkup Kota Semarang. Salah satunya dengan melakukan promosi di kantor-kantor yang berada di Kota Semarang. Tidak tanggung-tanggung, jika pesanan batiknya ramai bisa mencapai hinggan 400 pesanan kain batik dalam satu bulan. Harga yang ditawarkan sesuai kualitas yang didapat.

“Kami berusaha memenuhi pesanan sesuai yang pembeli inginkan, mulai dari kemiripan motif, warna dan corak. Tentu saja kami ingin memuaskan hati pembeli,” begitu ungkapnya.

Baca juga: Kerajinan sarung batik Pekalongan tembus pasar global

Kualitas kain batik yang dijadikan bahan utamanya adalah kain mori dipilih khusus sebagai bahan dasar pembuatan batik. Bahan baku seperti kain mori, malam, pewarna didapatkan dari luar kota yaitu kota Pekalongan. Alasan penyetokan bahan baku langsung dari Pekalongan karena pada daerah tersebut memiliki keunggulan kain morinya yang mudah menyerap malam jadi lebih bagus untuk dijadikan kain batik. 

Kain yang dipilih memiliki kualitas super dan bukan kain daur ulang. Bahan-bahan yang akan digunakan benar-benar sangat detail diseleksi. Karena sebagai pelaku usaha dibidang industri bukan hanya keuntungan yang sebesar-besarnya untuk didapat, tetapi agar usahanya ini bisa mendapat penilaian baik dari warga sekitar dengan usaha yang ramah lingkungan.

Pasalnya, lebih tertuju kepada proses pembuatannya, jika dilihat pada usaha bidang industri. Tidak lain dengan batik, proses produksinya yang tidak hanya bisa menghasilkan sebuah karya namun juga menghasilkan limbah hasil dari sebuah karya. Limbah batik yang biasa orang sebut, itulah ciri khas yang bisa dikaitkan dari sebuah usaha batik. 

Proses pembuatan batik yang dilakukan di Rumah Produksi Batik elly seperti pada umumnya. Kain yang masih utuh kemudian, digambar sesuai motif yang dibutuhkan, diberi warna melalui pencantingan atau menggunakan tulis canting, setelah itu dengan teknik nglorod atau menghilangkan lilin dengan cara direbus dalam air mendidih, setelah itu dicuci lalu dijemur. Hasil cucian inilah yang menghasilkan sisa-sisa warna. 

Bagaimana perlakuan pembuangan sisa hasil cucian kain batik tersebut ? Informasi yang didapat langsung oleh pemilik Batik Elly ini menjelaskan dengan jelas dan detail bagaimana memperlakukan limbah batik produksinya ini. Sebelum memutuskan untuk menggeluti usaha batiknya ini, sudah dipikirkan agar limbah batik dapat menjadikan ramah lingkungan. Cara yang dilakukannya adalah membuat tempat penampungan khusus untuk menimbun limbah batiknya, yaitu berbentuk galian lubang sedalam 3 meter, kemudian diberi sekat-sekat, lalu diberi bahan kristal atau jenis seperti tawas berguna untuk menjernihkan air, lalu galian itu ditutup dengan semen.

“Bukan hanya saya, rata-rata pemilik usaha batik di sekitar kampung batik ini, menggunakan metode tersebut untuk mengolah limbah batik.” Ujarnya

Hal yang dilakukan Elly memang sudah cukup baik untuk dapat menjadi contoh pelaku usaha lainnya khususnya di bidang produksi batik. Tidak hanya ingin meraup omzet banyak, namun juga ingin prouksinya ini tetap direspons baik oleh masyarakat. Salah satunya adalah tidak ingin merugikan orang lain, apalagi mencermari lingkungan akibat dari hasil limbah batik produksinya.

Salah satu pelaku usaha batik lainnya pun mengatakan bahwa limbah yang dihasilkan pada batik tidak berbahaya “Batik yang dibuat adalah bukan batik print atau cetak, jadi limbahnya tidak berbahaya, tidak seperti di pabrik besar. Kita tidak membuang sembarangan di sungai dan kamipun menjernihkannya.” Kata Pak Agus yang juga sebagai pengusaha batik. 

Masalah limbah ini tentunya bukan hanya tanggung jawab dari pemilik usaha saja, namun juga pemerintah haruslah berperan membantu. Walaupun untuk industri rumahan atau yang membuat batik dengan bahan alami tidak mempunyai limbah yang membahayakan, dan telah mengolah limbah dengan baik maka hal ini juga perlu diterapkan kepada pelaku bisnis besar atau yang membuat batik print untuk dapat mengelola kembali limbah, agar lingkungan tidak mudah tercemar dan kualitas air tetap sehat.

Baca juga: Laweyan terapkan "Eco Culture Creative Batik" ramah lingkungan


*Penulis mahasiswa Unnes. Konten sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
 

Pewarta : Melisa Adhis Ramadhani & Febria Isnaeni
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024