Solo (ANTARA) - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengusulkan agar pemerintah menambah jumlah peredaran uang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Langkah ini perlu dilakukan agar 'financial deepening' atau kedalaman sektor keuangan yang rumusnya adalah M2/GDP atau jumlah uang beredar dibagi dengan pendapatan nasional menjadi lebih besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bisa digenjot menjadi lebih cepat," kata Sekretaris ISEI Cabang Surakarta Lukman Hakim pada Diskusi dan Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 33 September 2019 di Hotel Alila Solo, Rabu.
Ia mencontohkan pada tahun 1979 kedalaman sektor keuangan Indonesia dan Tiongkok sama, yaitu sekitar 20 persen.
Baca juga: ISEI dan OJK dorong pemanfaatan revolusi industri 4.0
Meski demikian, dikatakannya, untuk saat ini setelah kurun waktu 40 tahun kemudian, kedalaman sektor keuangan di Tiongkok menjadi sekitar 200 persen, sedangkan Indonesia hanya 40 persen.
"Dengan kata lain China kelebihan uang dan Indonesia kekurangan uang," katanya.
Ia mengatakan kondisi tersebut berdampak pada tingginya suku bunga tinggi dan perbankan Indonesia mengalami kekurangan likuiditas.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makropudensial (DKMP) Bank Indonesia Juda Agung mengatakan stabilitas sistem keuangan suatu negara termasuk Indonesia tidak bisa imun atau kebal dari gangguan, baik gangguan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Baca juga: ISEI Temui Presiden Jokowi
"Jika neraca pembayaran terganggu maka akan berdampak pada stabilias sistem keuangan negara. Demikian pula jika sejumlah negara mengalami krisis ekonomi, maka akan terganggu pula sistem keuangan nasional," katanya.
Sementara itu, terkait dengan peluncuran buku tersebut dipimpin langsung oleh anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto.
"Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) merupakan kajian utama Bank Indonesia di sektor stabilitas sistem keuangan (SSK) yang disajikan kepada publik sebagai
salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam menyajikan hasil asesmen dan riset dilakukan Bank Indonesia dalam tugasnya sebagai otoritas pengaturan dan pengawasan makroprudensial," katanya.
Ia mengatakan KSK edisi terbaru tersebut mengajak seluruh pihak untuk tetap optimistis terhadap kondisi sistem keuangan Indonesia.
"Asesmen Bank Indonesia menunjukkan bahwa SSK pada semester I 2019 tetap terjaga, bahkan di tengah meningkatnya ketidakpastian global yang berlangsung sejak 2018," katanya.
Baca juga: Pembatasan Peredaran Uang Berpengaruh Pada Antusiasme
Baca juga: BI Pantau Kebutuhan Uang Beredar di Tengah Masyarakat
"Langkah ini perlu dilakukan agar 'financial deepening' atau kedalaman sektor keuangan yang rumusnya adalah M2/GDP atau jumlah uang beredar dibagi dengan pendapatan nasional menjadi lebih besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bisa digenjot menjadi lebih cepat," kata Sekretaris ISEI Cabang Surakarta Lukman Hakim pada Diskusi dan Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 33 September 2019 di Hotel Alila Solo, Rabu.
Ia mencontohkan pada tahun 1979 kedalaman sektor keuangan Indonesia dan Tiongkok sama, yaitu sekitar 20 persen.
Baca juga: ISEI dan OJK dorong pemanfaatan revolusi industri 4.0
Meski demikian, dikatakannya, untuk saat ini setelah kurun waktu 40 tahun kemudian, kedalaman sektor keuangan di Tiongkok menjadi sekitar 200 persen, sedangkan Indonesia hanya 40 persen.
"Dengan kata lain China kelebihan uang dan Indonesia kekurangan uang," katanya.
Ia mengatakan kondisi tersebut berdampak pada tingginya suku bunga tinggi dan perbankan Indonesia mengalami kekurangan likuiditas.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makropudensial (DKMP) Bank Indonesia Juda Agung mengatakan stabilitas sistem keuangan suatu negara termasuk Indonesia tidak bisa imun atau kebal dari gangguan, baik gangguan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Baca juga: ISEI Temui Presiden Jokowi
"Jika neraca pembayaran terganggu maka akan berdampak pada stabilias sistem keuangan negara. Demikian pula jika sejumlah negara mengalami krisis ekonomi, maka akan terganggu pula sistem keuangan nasional," katanya.
Sementara itu, terkait dengan peluncuran buku tersebut dipimpin langsung oleh anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto.
"Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) merupakan kajian utama Bank Indonesia di sektor stabilitas sistem keuangan (SSK) yang disajikan kepada publik sebagai
salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam menyajikan hasil asesmen dan riset dilakukan Bank Indonesia dalam tugasnya sebagai otoritas pengaturan dan pengawasan makroprudensial," katanya.
Ia mengatakan KSK edisi terbaru tersebut mengajak seluruh pihak untuk tetap optimistis terhadap kondisi sistem keuangan Indonesia.
"Asesmen Bank Indonesia menunjukkan bahwa SSK pada semester I 2019 tetap terjaga, bahkan di tengah meningkatnya ketidakpastian global yang berlangsung sejak 2018," katanya.
Baca juga: Pembatasan Peredaran Uang Berpengaruh Pada Antusiasme
Baca juga: BI Pantau Kebutuhan Uang Beredar di Tengah Masyarakat