Jepara (ANTARA) - Para pengusaha rokok golongan kecil di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, mengharapkan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok diimbangi dengan penindakan rokok ilegal secara masif, sehingga pasar yang ditinggalkan bisa diisi rokok legal.
"Kami sepakat dengan rencana kenaikan tarif cukai rokok, asalkan masuk akal. Adanya kenaikan tarif cukai rokok juga harus diimbangi dengan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal," kata pemilik Pabrik Rokok Timun Mas Tunas Inti di Desa Daren, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, Agus Sarjono di Jepara, Kamis.
Ia berharap pemberantasan rokok ilegal harus dilakukan secara masif dan intensif sehingga informasi bahwa peredaran rokok berkurang menjadi 7 persen bisa ditekan lagi menjadi lebih rendah.
Ketika pemberantasan masif dan intensif, kata dia, tentunya pasar rokok ilegal bisa diisi dengan produk rokok legal sehingga produsen rokok, terutama golongan III bisa tetap berproduksi.
Meskipun ada kenaikan tarif pita cukai rokok, dia optimistis, tidak akan ada pengurangan pegawai karena sebelum ada kenaikan tarif pita cukai rokok sudah lebih dahulu diambil keputusan menaikkan harga jual rokok menjadi Rp5.600 per bungkus.
"Saya memang sudah membaca peta jalan tarif pita cukai rokok sehingga lebih memilih mengambil keputusan ketika pemerintah tidak menaikkan tarif pita cukai," ujarnya.
Dengan adanya kenaikan tarif cukai tahun 2020, dirinya tidak perlu lagi menaikkan harga jual eceran rokok hasil produksinya karena sudah lebih dahulu naik.
Secara psikologis di pasaran, kata dia, rokok hasil produksinya memiliki keuntungan karena tidak ikut naik.
Menurut dia, kenaikan tarif pita cukai rokok untuk golongan III tidak begitu signifikan sehingga diyakini tidak ada yang kolaps gara-gara kenaikan tarif pita cukai tersebut.
Baca juga: Bea Cukai Kudus gagalkan peredaran 220.000 rokok ilegal di Purwodadi
Sementara dampak signifikan justru akan dialami perusahaan rokok golongan I dan II yang akan mengalami kenaikan luar biasa besar.
Ia mencontohkan rokok golongan I untuk rokok sigaret kretek mesin (SKM) dengan isi per bungkus 16 batang harga jual ecerannya bakal mengalami kenaikan menjadi Rp27.200 per bungkus sehingga bakal mengagetkan konsumen rokok.
Terkait harga jual bahan baku rokok, dia mengatakan, disesuaikan dengan permintaan pasar, ketika permintaan justru turun, maka permintaan tembakau juga akan disesuaikan tingkat produksinya.
Sebaliknya, ketika permintaan rokok di pasaran tetap tinggi tentunya permintaan bahan baku juga akan meningkat.
Pemilik Pabrik Rokok Rajan Nabadi Kudus Sutrisno juga mengakui hal yang sama dengan adanya kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23 persen pada tahun 2020 harus diterima, meskipun akan berdampak pada harga rokok di pasaran juga meningkat.
Sebagai perusahaan rokok golongan kecil, kata dia, hanya bisa mematuhi dan mengikuti kebijakan yang sudah diputuskan oleh Pemerintah Pusat, mengingat kenaikan tarif cukai rokok merupakan hal biasa dan sering terjadi.
Hal terpenting, katanya, selama ada kenaikan tarif cukai rokok tidak diikuti dengan kenaikan harga bahan baku.
Pemilik PR Kembang Arum Kudus Peter Muhammad Farouk juga menerima kenaikan tersebut, dengan catatan diimbangi dengan kinerja Bea Cukai dalam pengawasan dan pemberantasan rokok ilegal semakin meningkat.
"Penindakan yang gencar dilakukan, tentunya akan membuat pemasok rokok ilegal di kawasan tertentu menjadi berkurang sehingga produsen rokok legal bisa menjadi alternatif konsumen yang sebelumnya mengonsumsi rokok ilegal," katanya.
Baca juga: Rokok ilegal senilai Rp1,3 miliar dimuat truk di Tol Semarang-Batang diamankan
"Kami sepakat dengan rencana kenaikan tarif cukai rokok, asalkan masuk akal. Adanya kenaikan tarif cukai rokok juga harus diimbangi dengan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal," kata pemilik Pabrik Rokok Timun Mas Tunas Inti di Desa Daren, Kecamatan Nalumsari, Kabupaten Jepara, Agus Sarjono di Jepara, Kamis.
Ia berharap pemberantasan rokok ilegal harus dilakukan secara masif dan intensif sehingga informasi bahwa peredaran rokok berkurang menjadi 7 persen bisa ditekan lagi menjadi lebih rendah.
Ketika pemberantasan masif dan intensif, kata dia, tentunya pasar rokok ilegal bisa diisi dengan produk rokok legal sehingga produsen rokok, terutama golongan III bisa tetap berproduksi.
Meskipun ada kenaikan tarif pita cukai rokok, dia optimistis, tidak akan ada pengurangan pegawai karena sebelum ada kenaikan tarif pita cukai rokok sudah lebih dahulu diambil keputusan menaikkan harga jual rokok menjadi Rp5.600 per bungkus.
"Saya memang sudah membaca peta jalan tarif pita cukai rokok sehingga lebih memilih mengambil keputusan ketika pemerintah tidak menaikkan tarif pita cukai," ujarnya.
Dengan adanya kenaikan tarif cukai tahun 2020, dirinya tidak perlu lagi menaikkan harga jual eceran rokok hasil produksinya karena sudah lebih dahulu naik.
Secara psikologis di pasaran, kata dia, rokok hasil produksinya memiliki keuntungan karena tidak ikut naik.
Menurut dia, kenaikan tarif pita cukai rokok untuk golongan III tidak begitu signifikan sehingga diyakini tidak ada yang kolaps gara-gara kenaikan tarif pita cukai tersebut.
Baca juga: Bea Cukai Kudus gagalkan peredaran 220.000 rokok ilegal di Purwodadi
Sementara dampak signifikan justru akan dialami perusahaan rokok golongan I dan II yang akan mengalami kenaikan luar biasa besar.
Ia mencontohkan rokok golongan I untuk rokok sigaret kretek mesin (SKM) dengan isi per bungkus 16 batang harga jual ecerannya bakal mengalami kenaikan menjadi Rp27.200 per bungkus sehingga bakal mengagetkan konsumen rokok.
Terkait harga jual bahan baku rokok, dia mengatakan, disesuaikan dengan permintaan pasar, ketika permintaan justru turun, maka permintaan tembakau juga akan disesuaikan tingkat produksinya.
Sebaliknya, ketika permintaan rokok di pasaran tetap tinggi tentunya permintaan bahan baku juga akan meningkat.
Pemilik Pabrik Rokok Rajan Nabadi Kudus Sutrisno juga mengakui hal yang sama dengan adanya kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23 persen pada tahun 2020 harus diterima, meskipun akan berdampak pada harga rokok di pasaran juga meningkat.
Sebagai perusahaan rokok golongan kecil, kata dia, hanya bisa mematuhi dan mengikuti kebijakan yang sudah diputuskan oleh Pemerintah Pusat, mengingat kenaikan tarif cukai rokok merupakan hal biasa dan sering terjadi.
Hal terpenting, katanya, selama ada kenaikan tarif cukai rokok tidak diikuti dengan kenaikan harga bahan baku.
Pemilik PR Kembang Arum Kudus Peter Muhammad Farouk juga menerima kenaikan tersebut, dengan catatan diimbangi dengan kinerja Bea Cukai dalam pengawasan dan pemberantasan rokok ilegal semakin meningkat.
"Penindakan yang gencar dilakukan, tentunya akan membuat pemasok rokok ilegal di kawasan tertentu menjadi berkurang sehingga produsen rokok legal bisa menjadi alternatif konsumen yang sebelumnya mengonsumsi rokok ilegal," katanya.
Baca juga: Rokok ilegal senilai Rp1,3 miliar dimuat truk di Tol Semarang-Batang diamankan