Solo (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Surakarta menyatakan hingga saat ini belum ada permintaan pindah kelas dari peserta menyusul rencana kenaikan iuran per 1 Januari 2020.
"Ini kan belum terjadi, belum ada yang mengajukan pindah kelas. Apalagi peserta kelas tiga lebih banyak didukung pemerintah melalui program penerima bantuan iuran (PBI)," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surakarta dr Bimantoro R. di Solo, Jumat.
Meski demikian, kata dia, jika ada peserta yang ingin pindah kelas, baik naik maupun turun kelas, minimal harus menempati kelasnya selama satu tahun.
Baca juga: Ini tarif baru iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020
"Kalau baru beberapa bulan tetapi dia sudah mau pindah kelas itu tidak bisa, minimal harus satu tahun," katanya.
Dia mengatakan sekitar separuh dari kepesertaan dibayarkan pemerintah lewat PBI, sedangkan secara nominal, kontribusi pemerintah mencapai 73,63 persen.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, jumlah penerima PBI di cabang yang membawahi Kota Solo, Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri itu 1.428.472 peserta dari PBI APBN dan 451.138 peserta dari PBI APBD.
Terkait dengan kenaikan besaran iuran itu berlaku untuk kategori peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP). Untuk kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000, kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, dan kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000.
"Kalau dibilang naik memang naik tetapi lebih tepatnya disebut dengan penyesuaian karena dulu nominalnya tidak sesuai dengan dengan hitungan aktuarian. Padahal itu dituangkan dalam perpres. Kalau dulu misalnya Rp25.500 itu sangat rendah," katanya.
Ia mengatakan dengan iuran yang terlalu rendah maka BPJS Kesehatan mengalami defisit.
"Defisit ini kan negatif, kesannya tidak bisa mengelola. Di sisi lain pemerintah harus memberikan jaminan sosial kepada masyarakat," katanya.
Pihaknya juga menjamin nantinya penyesuaian iuran ini juga akan diikuti dengan peningkatan pelayanan kepada para peserta.
"Paling tidak dari sisi provider maupun 'stakeholder' (pemangku kepentingan) sama-sama puas. Dengan begitu pelayanan kepada peserta akan makin baik," katanya.
Baca juga: Layanan kacamata program JKN-KIS tak perlu lagi sampai RS
Baca juga: BPJS Kesehatan: Sesuaikan iuran dulu agar tidak defisit
"Ini kan belum terjadi, belum ada yang mengajukan pindah kelas. Apalagi peserta kelas tiga lebih banyak didukung pemerintah melalui program penerima bantuan iuran (PBI)," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surakarta dr Bimantoro R. di Solo, Jumat.
Meski demikian, kata dia, jika ada peserta yang ingin pindah kelas, baik naik maupun turun kelas, minimal harus menempati kelasnya selama satu tahun.
Baca juga: Ini tarif baru iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020
"Kalau baru beberapa bulan tetapi dia sudah mau pindah kelas itu tidak bisa, minimal harus satu tahun," katanya.
Dia mengatakan sekitar separuh dari kepesertaan dibayarkan pemerintah lewat PBI, sedangkan secara nominal, kontribusi pemerintah mencapai 73,63 persen.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, jumlah penerima PBI di cabang yang membawahi Kota Solo, Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri itu 1.428.472 peserta dari PBI APBN dan 451.138 peserta dari PBI APBD.
Terkait dengan kenaikan besaran iuran itu berlaku untuk kategori peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP). Untuk kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000, kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, dan kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000.
"Kalau dibilang naik memang naik tetapi lebih tepatnya disebut dengan penyesuaian karena dulu nominalnya tidak sesuai dengan dengan hitungan aktuarian. Padahal itu dituangkan dalam perpres. Kalau dulu misalnya Rp25.500 itu sangat rendah," katanya.
Ia mengatakan dengan iuran yang terlalu rendah maka BPJS Kesehatan mengalami defisit.
"Defisit ini kan negatif, kesannya tidak bisa mengelola. Di sisi lain pemerintah harus memberikan jaminan sosial kepada masyarakat," katanya.
Pihaknya juga menjamin nantinya penyesuaian iuran ini juga akan diikuti dengan peningkatan pelayanan kepada para peserta.
"Paling tidak dari sisi provider maupun 'stakeholder' (pemangku kepentingan) sama-sama puas. Dengan begitu pelayanan kepada peserta akan makin baik," katanya.
Baca juga: Layanan kacamata program JKN-KIS tak perlu lagi sampai RS
Baca juga: BPJS Kesehatan: Sesuaikan iuran dulu agar tidak defisit