Semarang (ANTARA) - OJK dan International Finance Corporation (IFC) berkomitmen melanjutkan kerja sama pengembangan program keuangan berkelanjutan yang sudah terjalin sejak 2018.
Kesepakatan tersebut merupakan hasil pertemuan OJK dan IFC yang digelar di sela-sela IMF World Bank Annual Meetings 2019 di Washington D.C. Amerika Serikat, Kamis, waktu setempat.
Hadir dalam pertemuan itu Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, Nena Stoiljkovic, Vice President IFC Asia and Pacific, yang didampingi oleh Ethiopis Tafara (Vice President, Multilateral Investment Guarantee Agency, World Bank Group) dan Azam Khan (Country Manager, IFC Indonesia, Malaysia and Timor-Leste).
IFC menyatakan Indonesia dinilai telah mencapai "maturing stage" di bidang keuangan berkelanjutan atau Sustainable Finance (SF), sehingga tahapan berikutnya akan difokuskan pada implementasi prinsip SF melalui "roadmap" SF fase kedua guna memperkuat implementasi manajemen risiko dari “Environmental, Social, and Governance (ESG)” oleh institusi jasa keuangan.
Dalam pertemuan itu, OJK juga mendapatkan komitmen IFC dalam pengembangan lebih lanjut penerapan SF di Indonesia, termasuk komitmen IFC menggalang investor global masuk pasar "greenbonds/green sukuk" Indonesia (saat ini IFC tengah merealisasikan komitmen di sektor keuangan di Indonesia senilai kurang lebih 150 juta dolar AS).
Baca juga: OJK mulai Gerakan Menabung Nasional
Dalam kunjungan kerjanya di Washington DC, Wimboh juga berkesempatan menjadi pembicara dalam pertemuan OECD -Tri Hita Karana Coordination Forum mengenai perkembangan "blendred finance" yang dihadiri oleh perwakilan organisasi internasional, investor, dan filantropis global.
Wimboh menyampaikan pentingnya peran pembiayaan untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Disadari bahwa di negara berkembang, terdapat kekurangan sekitar 2,5 triliun dolar AS setiap tahunnya. Di Indonesia diperlukan dana Rp884 triliun (periode lima tahun) untuk membiayai proyek SDGs.
“Peran skema 'blended finance' menjadi sangat penting sebagai solusi untuk menutupi gap pembiayaan yang ada,” katanya.
Pengembangan skema "blended finance" melalui transparansi penggunaaan dana diharapkan meningkatkan mobilisasi dana melalui skema yang lebih inovatif dan implementatif, serta arah petunjuk yang dapat membantu mendorong perkembangan "blended finance".
Dalam kesempatan itu, Wimboh bersama beberapa negara penggerak "blended finance" berkomitmen menyelesaikan standar internasional mengenai implementasi skema tersebut yang rencananya keluar pada akhir tahun ini. Indonesia dan Kanada menjadi pemimpin dalam inisiatif itu.
Di Washington D.C., OJK juga berkesempatan menggelar pertemuan dengan The Banko Sentral Ng Pilipinas (BSP) untuk membahas kerja sama pengembangan "fintech" dan perbankan syariah sebagai upaya mendorong pertumbuhan keuangan syariah regional pada masa mendatang.
Dalam pertemuan itu, hadir Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, sedangkan dari BSP diwakili Gubernur BSP Benjamin E.Diokno.
Pimpinan OJK pada kesempatan itu berkomitmen berbagi pengalaman pengembangan dan pengawasan industri perbankan syariah dan menyampaikan pendekatan OJK dalam menyiasati perkembangan "fintech".
Baca juga: Lindungi konsumen, OJK sosialisasikan mekanisme pengaduan masalah
Baca juga: Masyarakat diimbau kenali fintech sebelum ajukan pinjaman
Baca juga: OJK: Perlindungan data konsumen jadi PR
Kesepakatan tersebut merupakan hasil pertemuan OJK dan IFC yang digelar di sela-sela IMF World Bank Annual Meetings 2019 di Washington D.C. Amerika Serikat, Kamis, waktu setempat.
Hadir dalam pertemuan itu Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, Nena Stoiljkovic, Vice President IFC Asia and Pacific, yang didampingi oleh Ethiopis Tafara (Vice President, Multilateral Investment Guarantee Agency, World Bank Group) dan Azam Khan (Country Manager, IFC Indonesia, Malaysia and Timor-Leste).
IFC menyatakan Indonesia dinilai telah mencapai "maturing stage" di bidang keuangan berkelanjutan atau Sustainable Finance (SF), sehingga tahapan berikutnya akan difokuskan pada implementasi prinsip SF melalui "roadmap" SF fase kedua guna memperkuat implementasi manajemen risiko dari “Environmental, Social, and Governance (ESG)” oleh institusi jasa keuangan.
Dalam pertemuan itu, OJK juga mendapatkan komitmen IFC dalam pengembangan lebih lanjut penerapan SF di Indonesia, termasuk komitmen IFC menggalang investor global masuk pasar "greenbonds/green sukuk" Indonesia (saat ini IFC tengah merealisasikan komitmen di sektor keuangan di Indonesia senilai kurang lebih 150 juta dolar AS).
Baca juga: OJK mulai Gerakan Menabung Nasional
Dalam kunjungan kerjanya di Washington DC, Wimboh juga berkesempatan menjadi pembicara dalam pertemuan OECD -Tri Hita Karana Coordination Forum mengenai perkembangan "blendred finance" yang dihadiri oleh perwakilan organisasi internasional, investor, dan filantropis global.
Wimboh menyampaikan pentingnya peran pembiayaan untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Disadari bahwa di negara berkembang, terdapat kekurangan sekitar 2,5 triliun dolar AS setiap tahunnya. Di Indonesia diperlukan dana Rp884 triliun (periode lima tahun) untuk membiayai proyek SDGs.
“Peran skema 'blended finance' menjadi sangat penting sebagai solusi untuk menutupi gap pembiayaan yang ada,” katanya.
Pengembangan skema "blended finance" melalui transparansi penggunaaan dana diharapkan meningkatkan mobilisasi dana melalui skema yang lebih inovatif dan implementatif, serta arah petunjuk yang dapat membantu mendorong perkembangan "blended finance".
Dalam kesempatan itu, Wimboh bersama beberapa negara penggerak "blended finance" berkomitmen menyelesaikan standar internasional mengenai implementasi skema tersebut yang rencananya keluar pada akhir tahun ini. Indonesia dan Kanada menjadi pemimpin dalam inisiatif itu.
Di Washington D.C., OJK juga berkesempatan menggelar pertemuan dengan The Banko Sentral Ng Pilipinas (BSP) untuk membahas kerja sama pengembangan "fintech" dan perbankan syariah sebagai upaya mendorong pertumbuhan keuangan syariah regional pada masa mendatang.
Dalam pertemuan itu, hadir Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, sedangkan dari BSP diwakili Gubernur BSP Benjamin E.Diokno.
Pimpinan OJK pada kesempatan itu berkomitmen berbagi pengalaman pengembangan dan pengawasan industri perbankan syariah dan menyampaikan pendekatan OJK dalam menyiasati perkembangan "fintech".
Baca juga: Lindungi konsumen, OJK sosialisasikan mekanisme pengaduan masalah
Baca juga: Masyarakat diimbau kenali fintech sebelum ajukan pinjaman
Baca juga: OJK: Perlindungan data konsumen jadi PR