Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University Prof. Etty Riani menyatakan kerang hijau di Teluk Jakarta tidak layak konsumsi selain karena mengandung logam berat juga mengalami cacat karena dagingnya sudah rusak.
"Kerang hijau Teluk Jakarta tidak boleh dikonsumsi karena membahayakan dan dilihat dari gambar sistem patologinya menunjukkan memang sudah rusak," kata Etty saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Etty mengatakan dari hasil penelitian yang dilakukannya sejak tahun 2000, kerang hijau (Perna viridis) yang ada di Teluk Jakarta mengalami kerusakan pada bagian tubuhnya seperti insang rusak, hepatopankreas rusak, dan dagingnya juga rusak.
"Udang banyak kerang hijau yang rusak di situ memang tidak layak konsumsi," katanya.
Baca juga: Mengandung logam berat, sapi asal TPA Cempa Solo harus dikarantina
Ia mengatakan kerusakan atau cacat pada kerang hijau di Teluk Jakarta ini tidak ketahui oleh orang awam, tetapi tanda-tanda kerusakan itu sudah tampak.
Tanda yang dimaksud yakni waktu panen kerang hijau yang menjadi lebih lama, dari biasanya tiga bulan sudah bisa dipanen sekarang mencapai lima bulan lebih.
"Kalau zaman dulu dalam tiga bulan nelayan sudah bisa panen kerang hijau, sekarnag jadi agak lama tidak bisa cepat lagi," kata Dosen di Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) ini.
Ia mengatakan masyarakat tidak memahami kerang cacat tersebut seperti apa, salah satu ciri fisiknya kerang yang dulunya pipih kini berubah menjadi menggembung.
"Masyarakat berfikirnya ini kerang pasti gendut-gendung padahal itu kerang cacat," katanya.
Menurut Etty, cacat pada kerang hijau tersebut disebabkan oleh logam berat yang ada di perairan Teluk Jakarta. Logam berat memiliki sifat teratogenik yakni mengakibatkan cacat bawaan pada embrio.
"Jadi bukan tidak mungkin kalau kerang hijau ini terlalu banyak dikonsumsi oleh ibu hamil bisa membawa cacat bawaan pada bayi yang baru dilahirkan," kata Etty peneliti dari Laboratorium Ekobiologi dan Konservasi FPIK IPB Univeristy ini.
Sejak tahun 2004 Etty telah menyarankan kepada Pemerintah DKI Jakarta agar Kerang Hijau yang ada di Teluk Jakarta tidak lagi dikonsumsi oleh masyarakat karena sudah tercemar logam berat yang berasal dari pencemaran limbah.
Teluk Jakarta merupakan muara bagi 13 sungai yang mengalir di wilayah Jabodetabek dari hulu sampai hilir membawa beragam sedimentasi tidak terkecuali limbah berbahaya.
Kerusakan yang dialami oleh kerang hijau ini juga sudah dipublikasikan oleh Etty dalam jurnal internasional terindeks scopus yakni Elsevier tahun 2018 yakni jurnal Marine Pollution Bulletin.
Etty menambahkan, tidak semua kerang hijau mengadung logam berat. Kondisi itu hanya berlaku di Teluk Jakarta, di wilayah lain belum tentu, salah satu wilayah yang diamati seperti Cirebon, kerang hijaunya masih aman untuk dikonsumsi.
"Kalau mau kerang hijau ya ambilah dari tempat lain jangan dari Teluk Jakarta, kerang hijau yang dibudidayakan di tempat lain masih aman untuk dikonsumsi," kata Etty.
"Kerang hijau Teluk Jakarta tidak boleh dikonsumsi karena membahayakan dan dilihat dari gambar sistem patologinya menunjukkan memang sudah rusak," kata Etty saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Etty mengatakan dari hasil penelitian yang dilakukannya sejak tahun 2000, kerang hijau (Perna viridis) yang ada di Teluk Jakarta mengalami kerusakan pada bagian tubuhnya seperti insang rusak, hepatopankreas rusak, dan dagingnya juga rusak.
"Udang banyak kerang hijau yang rusak di situ memang tidak layak konsumsi," katanya.
Baca juga: Mengandung logam berat, sapi asal TPA Cempa Solo harus dikarantina
Ia mengatakan kerusakan atau cacat pada kerang hijau di Teluk Jakarta ini tidak ketahui oleh orang awam, tetapi tanda-tanda kerusakan itu sudah tampak.
Tanda yang dimaksud yakni waktu panen kerang hijau yang menjadi lebih lama, dari biasanya tiga bulan sudah bisa dipanen sekarang mencapai lima bulan lebih.
"Kalau zaman dulu dalam tiga bulan nelayan sudah bisa panen kerang hijau, sekarnag jadi agak lama tidak bisa cepat lagi," kata Dosen di Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) ini.
Ia mengatakan masyarakat tidak memahami kerang cacat tersebut seperti apa, salah satu ciri fisiknya kerang yang dulunya pipih kini berubah menjadi menggembung.
"Masyarakat berfikirnya ini kerang pasti gendut-gendung padahal itu kerang cacat," katanya.
Menurut Etty, cacat pada kerang hijau tersebut disebabkan oleh logam berat yang ada di perairan Teluk Jakarta. Logam berat memiliki sifat teratogenik yakni mengakibatkan cacat bawaan pada embrio.
"Jadi bukan tidak mungkin kalau kerang hijau ini terlalu banyak dikonsumsi oleh ibu hamil bisa membawa cacat bawaan pada bayi yang baru dilahirkan," kata Etty peneliti dari Laboratorium Ekobiologi dan Konservasi FPIK IPB Univeristy ini.
Sejak tahun 2004 Etty telah menyarankan kepada Pemerintah DKI Jakarta agar Kerang Hijau yang ada di Teluk Jakarta tidak lagi dikonsumsi oleh masyarakat karena sudah tercemar logam berat yang berasal dari pencemaran limbah.
Teluk Jakarta merupakan muara bagi 13 sungai yang mengalir di wilayah Jabodetabek dari hulu sampai hilir membawa beragam sedimentasi tidak terkecuali limbah berbahaya.
Kerusakan yang dialami oleh kerang hijau ini juga sudah dipublikasikan oleh Etty dalam jurnal internasional terindeks scopus yakni Elsevier tahun 2018 yakni jurnal Marine Pollution Bulletin.
Etty menambahkan, tidak semua kerang hijau mengadung logam berat. Kondisi itu hanya berlaku di Teluk Jakarta, di wilayah lain belum tentu, salah satu wilayah yang diamati seperti Cirebon, kerang hijaunya masih aman untuk dikonsumsi.
"Kalau mau kerang hijau ya ambilah dari tempat lain jangan dari Teluk Jakarta, kerang hijau yang dibudidayakan di tempat lain masih aman untuk dikonsumsi," kata Etty.