Purwokerto (ANTARA) - Perjuangan pahlawan dalam merebut kemerdekaan Indonesia bukanlah dengan kata-kata, kata Wakil Rektor (Warek) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Bidang Pengembangan Kerja Sama dan Al Islam Kemuhammadiyahan Dr. Jebul Suroso.

"Mereka berjuang bukan dengan kata-kata, tetapi mereka berjuang dengan keringat mereka, dengan darah mereka, maka kemudian Indonesia menjadi merdeka," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Jebul mengatakan hal itu saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Ulang Tahun Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia di halaman Kantor Pusat UMP yang dikuti karyawan dan dosen UMP serta guru dan pelajar.

Oleh karena itu, kata dia, tidaklah patut jika masyarakat berpikir apakah saat ini Indonesia sebenarnya sudah merdeka ataukah belum merdeka.

"Indonesia kita katakan telah merdeka dan mari kita pekikan kemerdekaan Indonesia itu. Indonesia merdeka, merdeka, merdeka," katanya disambut pekikan "merdeka" peserta upacara. Pengibaran bendera Merah Putih pada acara upacara peringatan HUT Ke-74 Kemerdekaan RI di halaman Kantor Pusat UMP, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Sabtu (17/8/2019). (Foto: Dok. UMP)

Lebih lanjut, dia mengatakan Indonesia telah merdeka karena pada tahun 1945 telah dikumandangkan dan telah diproklamasikan kemerdekaan itu.

Akan tetapi ketika ada masyarakat yang masih berpikir apakah betul Indonesia telah merdeka, kata dia, pemikiran itu agak masuk akal.

"Yang terjadi sebenarnya adalah bukannya belum merdeka Indonesia itu, tetapi bagaimana kita itu sebagai pengisi kemerdekaan itu, mengondisikan agar bangsa kita bisa berdaulat di atas kemerdekaan yang telah diproklamasikan. Maka, dengan cara apa kita mengisi itu agar Indonesia nantinya tidak terjajah kembali," katanya.

Baca juga: Rektor UMP sebut GBHN menentukan arah pembangunan

Jebul mengakui jika saat sekarang tidak mungkin terjadi dalam bentuk kekerasan namun negara lain akan sulit menyerang Indonesia melalu upaya kekerasan, penembakan, pengiriman bom, dan sebagainya.

Menurut dia, hal itu disebabkan sistem internasional tidak memungkinkan untuk saling agresi. "Tetapi apakah terjamin bangsa Indonesia itu aman dari agresi tersebut, kelihatannya tidak," katanya.

Ia mengatakan tantangan di hadapan bangsa Indonesia saat ini adalah perang proksi, yakni ketika senjata tidak lagi bisa untuk menaklukkan negara lain, maka kemudian nilai-nilai akan ditanamkan.

"Terkait dengan nilai, kita sekarang sudah dihadapkan pada sebuah fenomena, di mana nilai nilai globalisasi yang kita anggap sebagai suatu yang memang harus kita ikuti, kemudian terjadilah percampuran budaya yang terkadang kita menjadi maklum, maklum, maklum, maka kemudian yang terjadi adalah kita terjajah oleh nilai-nilai bangsa lain yang tidak sesuai dengan kita," katanya.

Berkaitan dengan masalah perekonomian bangsa Indonesia, dia menanyakan apakah masyarakat akan menyebut negara Indonesia belum merdeka karena masih banyak warga yang miskin.

Menurut dia, Indonesia tidak bisa dikatakan belum merdeka meskipun banyak warganya yang masih hidup dalam kemiskinan.

Baca juga: Rektor UMP: Jokowi dan Prabowo sosok negarawan patut dicontoh

"Kewajiban kita adalah bagaimana kita menyejajarkan bangsa ini dari sisi ekonomi dengan bangsa lain. Kewajiban kita adalah bagaimana kita bisa berdaulat di atas kaki kita sendiri, dengan cara apa?. Kebetulan kita berada di institusi pendidikan, kebetulan kita berada di 'university', kebetulan kita berada pada kelompok orang-orang cendekia, para terpelajar, maka dengan cara kita itu menyampaikan ini, maka dengan cara kita mendidik generasi bangsa kita, menyiapkan SDM-SDM yang berkualitas sehingga ke depan tidak lagi bangsa kita terjajah karena yang terakhir adalah militansi dari warga negara Indonesia," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, militansi untuk tidak menjual aset bangsa, bisa berdikari, maju, dan berjuang di atas kaki sendiri serta tidak mau terjajah oleh bangsa lain sehingga cocok dengan tema peringatan HUT Ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia, yakni SDM Unggul, Indonesia Maju. **

Pewarta : KSM
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024