Palembang (ANTARA) - Bisnis pempek di Kota Palembang tertekan kenaikan tarif kargo pesawat sejak awal tahun dan pajak pempek yang diterapkan pemerintah setempat sehingga membuat kalangan UMKM resah.

Ketua Asosiasi Pengusaha Pempek Kota Palembang, Yenny Cek Molek, Rabu, mengatakan rata-rata omset UMKM pempek sudah turun 30 persen akibat kenaikan kargo sejak awal tahun.

"Tarif ekspedisi sudah tinggi, sekarang ditambah lagi beban pajak pempek untuk oleh-oleh. Mungkin aturan pajak bisa dipertimbangkan lagi oleh Pemkot Palembang," ujar Yenny.

Berdasarkan data ekspedisi yang pihaknya terima, saat ini pengiriman pempek ke luar kota rata-rata dua ton per hari. Padahal tahun sebelumnya dapat mencapai tiga hingga empat ton per hari.

Sementara pajak pempek yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 84 Tahun 2018 tersebut mengharuskan usaha pempek dengan omset Rp3 juta per bulan dikenakan pajak 10 persen.

"Pajak 10 persen sebenarnya sudah lama diterapkan karena itu pajak restoran yang memang besar, tetapi jika UMKM beromset Rp3 juta juga dikenakan pajak pembeli, maka akan banyak sekali UMKM yang teriak," jelasnya.

Padahal, kata dia, produksi pempek tengah berkembang 2 tahun terakhir ini dampak dari Asian Games 2018 serta didukung imbauan Gubernur Sumsel yang mengharuskan pempek sebagai sajian utama di semua instansi pemerintahan.

Pajak tersebut dirasa tidak beriringan dengan semangat mengembangkan pempek, apalagi pempek baru saja mendapatkan predikat kuliner untuk kota kreatif dari Bekraf RI.

"Pada dasarnya program pajak pemerintah kami dukung, namun para penjual pempek ingin klasifikasi yang dikenakan pajak itu jelas dan terukur dengan omset per bulan karena sudah banyak keluhan yang kami terima terkait penurunan omset imbas informasi pajak pempek itu," kata Yenny.

Baca juga: Pembangunan pusat kuliner di Batang selesai Juli
 

Pewarta : Aziz Munajar
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024