Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia memanggil Komisi Kejaksaan untuk mendorong optimalisasi peran karena banyak aduan dari masyarakat terkait kejaksaan.
“Jumlah laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman terkait kejaksaan pada 2017 mencapai 118 laporan masyarakat, 2018 sebanyak 80 laporan, dan 2019 sebanyak 30 laporan,” kata Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala di kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat.
Menurutnya, meski mengalami penurunan namun dari seluruh laporan tersebut, substansi yang paling banyak dilaporkan terkait penundaan berlarut mencapai 55 persen.
Baca juga: Kejaksaan kebut penuntasan kasus korupsi BKK Pringsurat
Sedangkan sisanya menyangkut penyimpangan yang dilakukan jaksa, tindakan sewenang-wenang dalam proses penyelidikan perkara, hingga pelanggaran kode etik yang dilakukan jaksa.
Selain itu, lanjut Adrianus, terdapat sejumlah laporan mengenai kasus pelanggaran HAM berat dan penanganan perkara korupsi yang belum ditindaklanjuti kejaksaan.
“Termasuk proses pemberkasan penuntutan dan pada banyak kasus terjadi bolak-balik berkas perkara antara kepolisian dan kejaksaan dalam rentang waktu yang cukup lama,” kata dia.
Lebih lanjut Adrianus menyampaikan, banyaknya pelaporan tersebut karena kurang kuatnya elemen pengawasan menyangkut Kejaksaan Agung khususnya pengawas internal.
Sehingga, ia memutuskan memanggil sejumlah lembaga terkait untuk mengikuti ‘Diskusi Tematik mengenai Dukungan terhadap Komisi Kejaksaan guna meningkatkan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku jaksa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
“Apabila Komisi Kejaksaan mampu menjalankan peran pengawasan secara efektif, maka tidak perlu ada pelaporan tentang kejaksaan kepada Ombudsman,” tegas Adrianus.
Hingga berita ini ditulis, diskusi antara Komisi Kejaksaan, Kejaksaan Agung, Kemenkopolhukam, Pansel Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI), dan Pengamat MAPPI FHUI dengan Ombudsman RI dengan masih berlangsung.
Baca juga: MAKI pertanyakan kasus kepabeanan importir besi di Semarang