Kudus (ANTARA) - Sejumlah minimarket di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, diduga melanggar Peraturan Daerah nomor 12/2017 tentang Penataan dan Pembinaan Toko Swalayan, terutama terkait dengan kemitraan dengan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta kuota di masing-masing kecamatan.

"Di dalam Perda nomor 12/2017 diatur soal kemitraan maupun soal jumlah minimarket yang diperbolehkan di setiap kecamatan," kata Ketua Komando Bersama Rakyat (Kobra) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kudus Kasrum saat menghadiri rapat koordinasi Komisi B DPRD Kudus di Kudus, Senin.

Berdasarkan perda tersebut, kata dia, dalam melakukan kegiatan toko swalayan atau toko modern wajib melakukan kemitraan dengan pengusaha mikro kecil dan menengah dalam bentuk pemasaran, penyediaan lokasi usaha dan penyediaan pasokan.

Kenyataan di lapangan, dia mengaku belum menemukan barang produk lokal dari pelaku UMKM sehingga menguatkan dugaan bahwa hingga sekarang belum ada kemitraan.

Bahkan, lanjut dia, pelaku UMKM yang berjualan di halaman sejumlah minimarket di Kudus justru dikenakan biaya sewa tempat yang besarannya ditentukan mereka.

Baca juga: DPRD Kudus desak minimarket realisasikan kemitaraan dengan UMKM

Sementara untuk kuota jumlah minimarket yang seharusnya ada di setiap kecamatan, kata dia, dari enam kecamatan jumlahnya justru melampaui kuota yang ditentukan di dalam Perda nomor 12/2017 tersebut.

Misalnya, di Kecamatan Kota alokasi yang seharusnya hanya 19 minimarket, kenyataan di lapangan hingga 24 minimarket.

Sementara itu, Kabid Kabid Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kudus Maya Tyas Kaesti mengungkapkan sebelum diterbitkannya Perda nomor 12/2017 jumlah minimarket mencapai 80 unit. Izinnya saat itu untuk toko kelontong dan izinnya juga tidak terlalu rumit.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kudus Mukhasiron berharap DPMPTSP bisa menyajikan data jumlah minimarket di Kabupaten Kudus yang mengajukan izin setiap tahunnya.

Berdasarkan perda, kata dia, memang ada beberapa pasal yang perlu ditegakkan, seperti soal kuota serta kemitraan dengan UMKM.

"Kami juga menyayangkan soal sinergitas antar organisasi perangkat daerah (OPD) yang masih kurang karena Dinas Perdagangan sebagai pembina justru tidak mengetahui data jumlah minimarket di Kudus," ujarnya.

Sesuai perda, kata dia, setiap minimarket yang hendak berdiri harus ada rekomendasi dari Dinas Perdagangan Kudus, kenyataannya belum dijalankan.

Akan tetapi, lanjut dia, berdasarkan penjelasan dari DPMPTSP ternyata sejak adanya pemberlakuan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) ternyata semua perizinan harus tunduk pada aturan yang lebih tinggi.

"Artinya, Perda nomor 12/2017 harus ada evaluasi atau kajian apakah masih ada beberapa aturan yang bisa ditegakkan atau harus seluruhnya mengacu pada aturan yang lebih tinggi," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut dia, penegakan perda tersebut juga harus terlebih dahulu ada evaluasi, termasuk dari Bagian Hukum Setda Kudus.

Jika memungkinkan, kata dia, perlu ada sosialisasi terkait OSS sehingga tidak menimbulkan perbedaan asumsi di masyarakat.

Ia juga mengingatkan kepada Satpol PP Kudus untuk bertindak proaktif dalam hal penegakan perda, bukan harus menunggu laporan masyarakat.

Kepala Dinas Perdagangan Kudus Sudiharti mengungkapkan terkait jam operasional yang dibuka mulai pukul 10.00 WIB memang sudah patuh.

Rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Komisi B DPRD Kabupaten Kudus tersebut, sedianya mengundang perwakilan Alfamart dan Indomaret namun belum ada yang hadir.
Baca juga: Kudus dorong pengembangan toko kelontong

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024