Solo (ANTARA) - Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel menyatakan paham radikalisme rentan menyerang kaum muda melalui media sosial.
"Kaum radikal ini bisa masuk melalui media sosial, sangat rentan kepada warga kita terutama kaum muda dan anak-anak," katanya di Solo, Rabu.
Oleh karena itu, ia mengimbau orang tua, guru, ustadz, kiai, dan kepala sekolah agar mengawasi anak serta para siswanya agar terhindar dari ajaran radikalisme.
Ia mengatakan seperti yang terjadi pada peledakan di Simpang Tiga Tugu Kartasura pada Senin (3/6) malam, ternyata pelaku merupakan sosok yang tertutup dalam kesehariannya.
"Orang tuanya saja tidak tahu. Katanya pergi ikut pengajian, setelah kami lakukan pengecekan ternyata dia tidak berangkat ke pengajian," katanya.
Terkait dengan ajaran radikalisme yang diperoleh pelaku peledakan melalui media sosial tersebut, katanya, sempat ditularkannya kepada keluarga.
"Ibunya, kakaknya diajak semua untuk mengikuti ajaran itu tetapi tidak ada yang mau. Mereka paham bahwa itu ajaran tidak benar," katanya.
Ia berharap seluruh pihak mewaspadai bahwa radikalisme bukan hanya masuk dari orang per orang dan bukan hanya melalui pikiran kelompok.
"Ternyata paling efektif masuk melalui media sosial. Sebagai orang tua harus perhatikan anak-anaknya. Sudah saya sampaikan ke orang tua pelakunya juga," katanya.
Terkait dengan pelaku peledakan di Kartasura, kata dia, setelah lulus Sekolah Menengah Atas, pelaku berinisial RA tersebut, tidak bekerja.
"Dia hanya minta uang untuk membeli beberapa bahan elektronik untuk merakit ledakan-ledakan kecil. Perakitannya juga dilakukan di kamar dia sendiri," katanya.
"Kaum radikal ini bisa masuk melalui media sosial, sangat rentan kepada warga kita terutama kaum muda dan anak-anak," katanya di Solo, Rabu.
Oleh karena itu, ia mengimbau orang tua, guru, ustadz, kiai, dan kepala sekolah agar mengawasi anak serta para siswanya agar terhindar dari ajaran radikalisme.
Ia mengatakan seperti yang terjadi pada peledakan di Simpang Tiga Tugu Kartasura pada Senin (3/6) malam, ternyata pelaku merupakan sosok yang tertutup dalam kesehariannya.
"Orang tuanya saja tidak tahu. Katanya pergi ikut pengajian, setelah kami lakukan pengecekan ternyata dia tidak berangkat ke pengajian," katanya.
Terkait dengan ajaran radikalisme yang diperoleh pelaku peledakan melalui media sosial tersebut, katanya, sempat ditularkannya kepada keluarga.
"Ibunya, kakaknya diajak semua untuk mengikuti ajaran itu tetapi tidak ada yang mau. Mereka paham bahwa itu ajaran tidak benar," katanya.
Ia berharap seluruh pihak mewaspadai bahwa radikalisme bukan hanya masuk dari orang per orang dan bukan hanya melalui pikiran kelompok.
"Ternyata paling efektif masuk melalui media sosial. Sebagai orang tua harus perhatikan anak-anaknya. Sudah saya sampaikan ke orang tua pelakunya juga," katanya.
Terkait dengan pelaku peledakan di Kartasura, kata dia, setelah lulus Sekolah Menengah Atas, pelaku berinisial RA tersebut, tidak bekerja.
"Dia hanya minta uang untuk membeli beberapa bahan elektronik untuk merakit ledakan-ledakan kecil. Perakitannya juga dilakukan di kamar dia sendiri," katanya.