Semarang (ANTARA) - BPJS Kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) menjamin pelayanan kesehatan bagi pesertanya secara komprehensif, meliputi promotif dan preventif, kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) yakni pelayanan kesehatan diberikan atas indikasi medis (bukan keinginan peserta) dan tidak memandang berat ringannya suatu penyakit atau diagnosa. 

Salah satu program promotif preventif yang dimiliki BPJS Kesehatan yaitu dengan adanya  skrining kesehatan yang  diberikan secara selektif untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. 

"Apabila kita bisa menyukseskan promotif preventif maka kita bisa menurunkan angka kesakitan," kata Elang Sumambar Ketua TKMKB Kota Semarang di acara sosialisasi yang di selenggarakan BPJS Kesehatan kepada seluruh FKTP di Kota Semarang.

Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan skrining kesehatan jenis penyakit dan waktu pelayanan skrining kesehatan yang diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Skrinning Riwayat Kesehatan dan Pelayanan Penapisan atau Skrining Kesehatan Tertentu serta Peningkatan Kesehatan bagi Penderita Penyakit kronis dalam Program Jaminan Kesehatan pada Maret 2019.

"Latar belakang dikeluarkannya peraturan tersebut sebenarnya karena adanya double costing, peserta JKN-KIS berisiko untuk memperoleh dua pelayanan skrinning dengan tujuan yang sama seperti DM/ Hipertensi/ Kanker Leher Rahim melalui IVA melaui Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak menular (Posbindu PTM)/ Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Pandu PTM) dengan pembiayaan program pemerintah dan skrinning BPJS Kesehatan," kata Asri Wulandari, Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Primer BPJS Kesehatan Cabang Semarang saat acara Sosialisasi Peraturan BPJS Kesehatan tersebut di Gedung PKK Provinsi Jawa Tengah.

Dengan adanya aturan tersebut, akan ada beberapa perbedaan mengenai manfaat skrinning riwayat kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan: pertama, sebelumnya untuk skrinning riwayat kesehatan peserta cukup mengisi for skrinning riwayat kesehatan yang disediakan faskes secara manual atau melalui mobile JKN, untuk saat ini skrinning riwayat kesehatan dilakukan oleh FKTP itu sendiri dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Kedua, sebelumnya jasa skrinning riwayat kesehatan pembiayaannya nonkapitasi, sedangkan dengan adanya perubahan tersebut skrinning riwayat kesehatan di FKTP termasuk dalam komponen kapitasi.

Ketiga, seluruh peserta dapat memperoleh pelayanan penapisan/skrinning kesehatan tertentu terkait pembiayaan, untuk saat ini hanya bagi peserta yang belum mendapatkan pelayanan skrinning kesehatan tertentu yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemda.

"Jadi sebelum peserta mendapatkan pelayanan skrinning, wajib untuk menandatangani surat pernyataan bahwa mereka belum mendapatkan pelayanan skrinning yang dijamin oleh pemerintah, sehingga risiko double costing dapat diminimalisir dan tidak menjadi temuan auditor," tambah Asri.

Keempat, tahun-tahun sebelumnya BPJS Kesehatan sering melaksanakan skrinning penyakit tidak menular tertentu bersama Dharma Wanita, OASE ataupun dengan Ikatan Istri Karyawan (IIK) dari suatu perusahaan, atau peringatan hari nasional tertentu secara masal dan terorganisir, setelah dikeluarkannya Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2019 tersebut, maka skrinning kesehatan bersifat perorangan bagi yang membutuhkan melalui FKTP untuk mendapatkan rujukan ke laboratorium yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

 

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024