Purwokerto (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menemukan enam kasus dugaan praktik politik uang sejak masa tenang Pemilu Serentak 2019, kata Koordinator Divisi Pengawasan, Humas, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Banyumas Yon Daryono.
"Selama masa tenang yang berlangsung sejak hari Minggu (14/4) hingga Selasa (16/4), jajaran pengawas pemilu di tingkat kabupaten hingga desa melaksanakan patroli pengawasan untuk mencegah dan mengawasi praktik politik uang," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa malam.
Ia mengatakan dari kegiatan tersebut, pihaknya untuk sementara menemukan enam kasus dugaan praktik politik politik uang yang tersebar di Kecamatan Sokaraja, Purwokerto Selatan, Cilongok, Purwojati, Tambak, dan Jatilawang.
Menurut dia, barang bukti dari enam kasus dugaan praktik politik itu secara keseluruhan berupa 48 amplop masing-masing berisi uang Rp25.000, amplop berisi uang pecahan Rp20.000, selembar uang Rp100.000, dan beberapa lembar kartu pintar atau kartu surat suara pemilu serta lokasi penemuan di rumah-rumah penduduk.
"Kami bersama Panwaslu Kecamatan dan Tim Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) sudah mendatangi lokasi penemuan untuk meminta keterangan awal dari pelapor, mengambil, dan menerima barang bukti. Setelah mengumpulkan keterangan awal, data tersebut akan dikaji oleh Tim Gakkumdu untuk menentukan proses lebih lanjut," katanya.
Lebih lanjut, Yon mengatakan selama masa tenang, pihaknya bersama jajaran pengawas pemilu termasuk Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) melaksanakan kegiatan patroli pengawasan terhadap praktik politik uang.
Menurut dia, kegiatan tersebut dilakukan dengan berbagai metode pengawasan seperti mengelilingi kampung untuk mengampanyekan tolak politik uang kepada masyarakat.
"Kegiatan ini dimaksudkan sebagai bentuk pencegahan Bawaslu kepada peserta pemilu dan pemilih. Dalam melakukan upaya penanganan dan penindakan praktik politik uang, kami mendatangi lokasi kejadian bersama dengan Panwaslu Kecamatan dan Tim Gakkumdu, meminta keterangan awal dari pelapor serta mengambil dan menerima barang bukti," tegasnya.
Ia mengatakan dalam Pasal 278 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih.
Sementara dalam Pasal 523 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 telah diatur bahwa setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung, bakal diancam pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
Dalam Pasal 523 ayat 3 diatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
"Selama masa tenang yang berlangsung sejak hari Minggu (14/4) hingga Selasa (16/4), jajaran pengawas pemilu di tingkat kabupaten hingga desa melaksanakan patroli pengawasan untuk mencegah dan mengawasi praktik politik uang," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa malam.
Ia mengatakan dari kegiatan tersebut, pihaknya untuk sementara menemukan enam kasus dugaan praktik politik politik uang yang tersebar di Kecamatan Sokaraja, Purwokerto Selatan, Cilongok, Purwojati, Tambak, dan Jatilawang.
Menurut dia, barang bukti dari enam kasus dugaan praktik politik itu secara keseluruhan berupa 48 amplop masing-masing berisi uang Rp25.000, amplop berisi uang pecahan Rp20.000, selembar uang Rp100.000, dan beberapa lembar kartu pintar atau kartu surat suara pemilu serta lokasi penemuan di rumah-rumah penduduk.
"Kami bersama Panwaslu Kecamatan dan Tim Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) sudah mendatangi lokasi penemuan untuk meminta keterangan awal dari pelapor, mengambil, dan menerima barang bukti. Setelah mengumpulkan keterangan awal, data tersebut akan dikaji oleh Tim Gakkumdu untuk menentukan proses lebih lanjut," katanya.
Lebih lanjut, Yon mengatakan selama masa tenang, pihaknya bersama jajaran pengawas pemilu termasuk Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) melaksanakan kegiatan patroli pengawasan terhadap praktik politik uang.
Menurut dia, kegiatan tersebut dilakukan dengan berbagai metode pengawasan seperti mengelilingi kampung untuk mengampanyekan tolak politik uang kepada masyarakat.
"Kegiatan ini dimaksudkan sebagai bentuk pencegahan Bawaslu kepada peserta pemilu dan pemilih. Dalam melakukan upaya penanganan dan penindakan praktik politik uang, kami mendatangi lokasi kejadian bersama dengan Panwaslu Kecamatan dan Tim Gakkumdu, meminta keterangan awal dari pelapor serta mengambil dan menerima barang bukti," tegasnya.
Ia mengatakan dalam Pasal 278 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih.
Sementara dalam Pasal 523 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 telah diatur bahwa setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung, bakal diancam pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
Dalam Pasal 523 ayat 3 diatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.