Semarang (ANTARA) - Polda Jawa Tengah mengungkap praktik pengoplosan LPG bersubsidi yang beroperasi di tiga wilayah di provinsi ini.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah Kombes Pol Hendra Suhartiyono di Semarang, Kamis, mengatakan praktik ilegal yang terungkap di wilayah Kota Semarang, Kabupaten Sukoharjo dan Boyolali tersebut merupakan dua jaringan yang berbeda.
Polisi menangkap Artya Brahman (32) di rumahnya di Perum Grand Marina Blok 8, Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Semarang Barat, yang merupakan jaringan di Ibu Kota Jawa Tengah.
Sedangkan dua pelaku lain, masing-masing Margono (29) warga Sukoharjo dan Sugeng Sanjaya (36) warga Boyolali yang merupakan satu jaringan.
"Modusnya memindahkan isi dari tabung ukuran 3 kg ke tabung ukuran 5,5 kg dan 12 kg," ungkapnya.
Omzet penjualan LPG ilegal tersebut, menurut dia, mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
"Keuntungan yang diperoleh para pelaku ini mencapai Rp30 juta per bulan," tambahnya.
Ia menjelaskan modus yang dilakukan jaringan tersebut dengan cara membeli LPG ukuran 3 kg di warung-warung kecil.
Menurut dia, kedua jaringan tersebut sudah beraksi sekitar satu tahun.
Perbuatan para pelaku dijerat dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan dan Undang-undang Nlmor 2 tahun 1981 tentang metrologi legal, dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah Kombes Pol Hendra Suhartiyono di Semarang, Kamis, mengatakan praktik ilegal yang terungkap di wilayah Kota Semarang, Kabupaten Sukoharjo dan Boyolali tersebut merupakan dua jaringan yang berbeda.
Polisi menangkap Artya Brahman (32) di rumahnya di Perum Grand Marina Blok 8, Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Semarang Barat, yang merupakan jaringan di Ibu Kota Jawa Tengah.
Sedangkan dua pelaku lain, masing-masing Margono (29) warga Sukoharjo dan Sugeng Sanjaya (36) warga Boyolali yang merupakan satu jaringan.
"Modusnya memindahkan isi dari tabung ukuran 3 kg ke tabung ukuran 5,5 kg dan 12 kg," ungkapnya.
Omzet penjualan LPG ilegal tersebut, menurut dia, mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
"Keuntungan yang diperoleh para pelaku ini mencapai Rp30 juta per bulan," tambahnya.
Ia menjelaskan modus yang dilakukan jaringan tersebut dengan cara membeli LPG ukuran 3 kg di warung-warung kecil.
Menurut dia, kedua jaringan tersebut sudah beraksi sekitar satu tahun.
Perbuatan para pelaku dijerat dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan dan Undang-undang Nlmor 2 tahun 1981 tentang metrologi legal, dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.