Pekalongan (ANTARA) - Keberadaan bangunan cagar budaya di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah dalam kondisi "tidak aman" karena sebagian besar bangunan kuno tidak memiliki surat keputusan hukum tetap tentang cagar budaya dari pemerintah.

Pegiat Sejarah Pekalongan Heritage Community Mohammad Dirhamsyah di Pekalongan, Jumat, mengatakan bahwa sebagian besar cagar budaya belum memiliki hukum tetap dari wali kota sehingga bangunan peninggalan sejarah itu bisa "hilang" oleh pemilik bangunan itu.

"Dengan (tidak memiliki hukum tetap) itu, bangunan cagar budaya itu di Pekalongan ini rawan beralih fungsi. Saat ini keberadaan cagar budaya hanya terdaftar pada Kementerian Kebudayaan tetapi hal itu sangat rawan karena tidak memiliki hukum tetap," katanya.

Ia menyebutkan sejumlah bangunan cagar budaya yang sudah beralih fungsi antara lain kantor pegadaian lama yang kini sudah berubah menjadi hotel meski ada beberapa bagian bangunan yang masih dipertahankan.

Beberapa bangunan yang tetap dipertahankan bentuknya, kata dia, antara lain Kantor Pos Induk Kota Pekalongan, Museum Batik, dan kantor Bakorwil yang berada di kawasan budaya Jalan Jetayu.

"Saya sempat menegur pihak kantor pos karena bangunan cagar budaya itu semuanya dicat orange. Namun, setelah kami tegur bangunan cagar budaya itu dicat kembali menjadi warna putih. Hampir semua cagar budaya bisa beralih fungsi karena orientasinya bisnis," katanya.

Menurut dia, ratusan bangunan cagar budaya tersebut terdiri atas bangunan rumah kuno milik warga, 23 bangunan cagar milik Pemkot Pekalongan dan Pemprov Jateng, serta dua bangunan milik PT Kereta Api Indonesia dan PT Pertani yang berada di Kawasan Budaya Jalan Jetayu.

"Sebanyak 23 bangunan cagar budaya milik pemkot antara lain Museum Batik Nasional, eks-Bakorwil Pekalongan, kantor pos, pengadilan negeri, rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas), serta kantor Perum Perikanan Indonesia Pekalongan,” katanya.

Pewarta : Kutnadi
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024