Kudus (ANTARA) - Harga jual gabah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mulai turun menyusul banyaknya stok gabah di pasaran seiring musim panen tanaman padi di sejumlah daerah di Tanah Air.

Menurut salah seorang petani di Desa Wates, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jomo di Kudus, Jumat, harga gabah pekan ini sebesar Rp480.000 per kuintal atau menurun dibandingkan sebelumnya yang bisa mencapai Rp510.000 per kuintal.

Penurunan harga jual gabah tersebut, kata dia, terjadi sejak tiga hari yang lalu, menyusul mulai melimpahnya stok gabah di pasaran.

Hampir semua daerah, seperti Blora, Purwodadi, Grobogan, Bojonegoro dan Tuban Musim mulai memasuki musim panen sehingga mengakibatkan stok gabah melimpah dan berdampak penurunan harga jual di pasaran. Meskipun ada penurunan harga jual, dia mengaku, masih mendapatkan keuntungan, meskipun tidak sebesar pekan sebelumnya.

Ia memprediksi harga jual gabah akan kembali turun, seiring masih banyak lahan tanaman padi yang belum dipanen. "Beruntung bisa panen lebih awal, sehingga masih bisa mendapatkan keuntungan. Jika harga jual turun hingga Rp400.000 per kuintal, maka jelas petani rugi," ujarnya.

Tingkat produktivitas pada musim panen pertama ini, katanya, sebesar 7,5 ton per hektarenya, meskipun ada petani lain yang bisa mencapai 8 ton.

Wawan, petani asal Desa Larikrejo, Kecamatan Undaan, mengakui harga jual gabah pekan ini memang menurun karena di pasaran hanya laku Rp480.000 hingga Rp490.000 per kuintalnya, sedangkan ketan justru sangat murah karena hanya laku Rp450.000 per kuintalnya.

Gabah hasil panennya, kata Wawan, dijual di lokal Kudus karena sudah memiliki pembeli yang bersedia membeli gabah miliknya dengan harga Rp490.000 per kuintal.

Untuk memanen tanaman padi saat sekarang, katanya, petani dimudahkan karena tersedia combine harvester atau mesin pemanen yang prosesnya lebih cepat dan murah, dibandingkan menggunakan tenaga manusia.

Lahan seluas 1 hektare, katanya, hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam, sedangkan tenaga manusia bisa seharian karena masih harus dirontokkan dengan cara tradisional.

Harga jual gabah yang dipanen dengan cara modern, katanya, lebih mahal, dibandingkan dengan cara tradisional sehingga banyak petani yang lebih memilih menggunakan mesin permanen. 
 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024