Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber Doktor Pratama Persadha menyatakan sistem elektronik KPU tidak hanya berfungsi sebagai alat publikasi, tetapi juga turut membantu mengamankan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
"Oleh karena itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) seharusnya digandeng KPU, terutama terkait dengan isu keamanan pada sistem elektronik KPU," kata Pratama Persadha kepada Antara di Semarang, Jumat.
Hal itu dikemukakan Pratama ketika dimintai komentarnya terkait dengan pernyataan Kepala BSSN Djoko Setiadi dalam Rakornas Kewaspadaan dan Pemantapan Pelaksanaan Pemilu 2019 di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (28/2).
Djoko Setiadi menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyusun rencana pemulihan bencana (disaster recovery plan) terkait dengan pengamanan teknologi informasi yang digunakan mendukung pelaksanaan Pemilu 2019.
"Saran BSSN agar KPU menyusun serangkaian sistem menghadapi bencana patut diapresiasi," kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014.
Apalagi, lanjut Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) itu, sepanjang 2018 begitu banyak bencana alam menimpa Indonesia.
Pratama sependapat dengan saran Kepala BSSN agar sistem yang nanti diciptakan KPU bisa menghadapi hal yang tak terduga, seperti bencana alam. Pasalnya, dampaknya tidak main-main, mulai dari surat suara rusak sampai jumlah suara yang kemungkinan bisa hilang hasilnya.
Ia menyarankan agar KPU tidak cukup menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), tetapi juga BSSN yang merupakan lembaga negara yang punya kualifikasi khusus dalam hal pengamanan siber.
"Ancaman peretasan tidak kalah berbahaya jika dibandingkan dengan bencana alam," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Pada era serbadigital, menurut dia, adanya anomali dan keanehan pada sistem elektronik KPU, baik web, server, maupun "socmed", bisa saja mengganggu proses dan penghitungan hasil pemilu. Apalagi bila terjadi rekayasa sosial lewat media sosial oleh para pihak tidak bertangung jawab.
Oleh sebab itu, Pratama menekankan bahwa ancaman bencana alam dan peretasan sebaiknya mendapat perhatian serius agar apa pun hasil Pemilu 2019 tidak banyak peluang untuk dibelokkan menjadi kerusuhan massa.
"Oleh karena itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) seharusnya digandeng KPU, terutama terkait dengan isu keamanan pada sistem elektronik KPU," kata Pratama Persadha kepada Antara di Semarang, Jumat.
Hal itu dikemukakan Pratama ketika dimintai komentarnya terkait dengan pernyataan Kepala BSSN Djoko Setiadi dalam Rakornas Kewaspadaan dan Pemantapan Pelaksanaan Pemilu 2019 di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (28/2).
Djoko Setiadi menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyusun rencana pemulihan bencana (disaster recovery plan) terkait dengan pengamanan teknologi informasi yang digunakan mendukung pelaksanaan Pemilu 2019.
"Saran BSSN agar KPU menyusun serangkaian sistem menghadapi bencana patut diapresiasi," kata Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014.
Apalagi, lanjut Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) itu, sepanjang 2018 begitu banyak bencana alam menimpa Indonesia.
Pratama sependapat dengan saran Kepala BSSN agar sistem yang nanti diciptakan KPU bisa menghadapi hal yang tak terduga, seperti bencana alam. Pasalnya, dampaknya tidak main-main, mulai dari surat suara rusak sampai jumlah suara yang kemungkinan bisa hilang hasilnya.
Ia menyarankan agar KPU tidak cukup menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), tetapi juga BSSN yang merupakan lembaga negara yang punya kualifikasi khusus dalam hal pengamanan siber.
"Ancaman peretasan tidak kalah berbahaya jika dibandingkan dengan bencana alam," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Pada era serbadigital, menurut dia, adanya anomali dan keanehan pada sistem elektronik KPU, baik web, server, maupun "socmed", bisa saja mengganggu proses dan penghitungan hasil pemilu. Apalagi bila terjadi rekayasa sosial lewat media sosial oleh para pihak tidak bertangung jawab.
Oleh sebab itu, Pratama menekankan bahwa ancaman bencana alam dan peretasan sebaiknya mendapat perhatian serius agar apa pun hasil Pemilu 2019 tidak banyak peluang untuk dibelokkan menjadi kerusuhan massa.