Semarang, 11/2 (Antara) - Peretasan pada surat elektronik (electronic mail) dan akun media sosial milik pemerintah maupun aktor pemilu patut diwaspadai menjelang pemilu serentak, 17 April 2019, kata pakar keamanan siber Doktor Pratama Persadha, Senin pagi.
Bila melihat Amerika Latin, kata Pratama Persadha, di beberapa negara praktik peretasan saat suasana kampanye sering terjadi, bahkan beberapa aktornya mengaku lewat media internasional.
"Belum lagi, kecurigaan akan praktik peretasan di Pilpres AS oleh sejumlah pihak. Hal yang sama bisa juga terjadi di Tanah Air," katanya menjawab pertanyaan Antara di Semarang.
Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014 mengingatkan instansi pemerintah akan selalu menjadi incaran utama karena akan mudah menarik perhatian banyak pihak dan masyarkaat.
Ia mengatakan bahwa ancaman serangan siber dewasa ini tidak hanya terkait dengan peretasan, tetapi juga kehidupan dunia maya di Tanah Air pada umumnya, khususnya media sosial (medsos).
"Kita bersyukur sampai saat ini belum ada yang menjadi korban, dan memang sebaiknya tidak ada," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC).
Karena fungsi Badan Siber dan Sandi Negara sangat penting, Pratama berharap BSSN bisa memberikan saran tindak yang tepat untuk memperkuat aset digital di setiap instansi pemerintah, terutama penyelenggara pemilu.
Menurut dia, KPU dan Bawaslu RI menjadi pihak yang sangat diincar karena sebagai penyelenggara pemilu. Sedikit kesalahan, misalnya, akan menjadi cercaan publik.
Ia mengatakan bahwa pemilu di Tanah Air belum menerapkan e-Voting. Namun, bila sistem informasi KPU maupun Bawaslu bermasalah, apalagi diretas, akan sangat dikhawatirkan mengganggu jalannya pemilu. Apalagi, jika terkait penghitungan suara.
"Karena situasi menjelang pemilu, darurat siber di Tanah Air harus menjadi perhatian serius," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Oleh karena itu, keamanan siber menjadi perhatian bersama, atau tidak hanya pemerintah dan aparat, tetapi masyarakat punya hak dan kewajiban yang sama dalam mengamankan wilayah siber di Tanah Air.
Bila melihat Amerika Latin, kata Pratama Persadha, di beberapa negara praktik peretasan saat suasana kampanye sering terjadi, bahkan beberapa aktornya mengaku lewat media internasional.
"Belum lagi, kecurigaan akan praktik peretasan di Pilpres AS oleh sejumlah pihak. Hal yang sama bisa juga terjadi di Tanah Air," katanya menjawab pertanyaan Antara di Semarang.
Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi (TI) KPU pada Pemilu 2014 mengingatkan instansi pemerintah akan selalu menjadi incaran utama karena akan mudah menarik perhatian banyak pihak dan masyarkaat.
Ia mengatakan bahwa ancaman serangan siber dewasa ini tidak hanya terkait dengan peretasan, tetapi juga kehidupan dunia maya di Tanah Air pada umumnya, khususnya media sosial (medsos).
"Kita bersyukur sampai saat ini belum ada yang menjadi korban, dan memang sebaiknya tidak ada," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC).
Karena fungsi Badan Siber dan Sandi Negara sangat penting, Pratama berharap BSSN bisa memberikan saran tindak yang tepat untuk memperkuat aset digital di setiap instansi pemerintah, terutama penyelenggara pemilu.
Menurut dia, KPU dan Bawaslu RI menjadi pihak yang sangat diincar karena sebagai penyelenggara pemilu. Sedikit kesalahan, misalnya, akan menjadi cercaan publik.
Ia mengatakan bahwa pemilu di Tanah Air belum menerapkan e-Voting. Namun, bila sistem informasi KPU maupun Bawaslu bermasalah, apalagi diretas, akan sangat dikhawatirkan mengganggu jalannya pemilu. Apalagi, jika terkait penghitungan suara.
"Karena situasi menjelang pemilu, darurat siber di Tanah Air harus menjadi perhatian serius," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Oleh karena itu, keamanan siber menjadi perhatian bersama, atau tidak hanya pemerintah dan aparat, tetapi masyarakat punya hak dan kewajiban yang sama dalam mengamankan wilayah siber di Tanah Air.