Semarang (Antaranews Jateng) - Akhmad Subaidi (49), warga Perumahan Permata Puri (PP) Ngaliyan, Semarang nyaris digilas truk pengembang PT PP Properti, Senin (4/2). Tindakan provokatif pengembang BUMN yang membahayakan nyawa warga ini terkait dengan konflik pembangunan apartemen dengan warga perumahan. 

Kejadian bermula ketika warga melakukan aksi spontan menghadang iring-iringan  truk berat yang akan masuk jalan lingkungan Perumahan Permata Puri. 

"Kami minta truk berhenti. Namun, tak diindahkan. Malah satpam pengembang memprovokasi sopir terus melajukan truknya. Ketika kami coba hadang dengan aksi tiduran di jalan, truk malah terus merangsek nyaris menggilas badan kami. Untung sempat menghindar," kata Akhmad. 

Warga bersikeras agar pengembang menghormati hasil pertemuan pada tanggal 2 Desember 2018 di Dinas Perhubungan Kota Semarang. Salah satu poinnya menyebutkan, sebelum ada komunikasi lebih efektif angkutan material besar tidak beroperasi.

Saat berupaya membubarkan hadangan warga, PT PP  Properti juga meminta bantuan anggota Polrestabes Semarang. Puluhan polisi Dalmas bersenjata lengkap ikut serta mengamankan aksi penentangan warga. 

Menyudahi perlawanan  warga, aparat kepolisian lalu menangkap Akhmad Subaidi dan dua warga lainnya, Alun Samudra (34) dan Tri Wardhana (45), yang terlibat langsung  dalam penghadangan. Mereka dianggap mengganggu pembangunan.  

Ketiganya langsung dibawa ke Polrestabes Semarang untuk diminta keterangan. Menjelang magrib, akhirnya warga yang diciduk polisi tersebut dibebaskan. 

Tak Hormati Aturan

Ketua Forum "Save Permata Puri" Yuli Yuliyanto (53) dalam pernyataan, Senin (4/2), sangat menyesalkan tindakan PT PP Properti yang terus-menerus melanggar hasil pertemuan dengan warga. Pengembang BUMN tersebut dianggap tak punya iktikad baik untuk mengakhiri konflik yang sudah berlangsung selama 2 tahun terakhir. 

Truk-truk angkutan berat terus mencoba melewati jalan lingkungan Perumahan Permata Puri terkait dengan proyek pembangunan apartemen Amartha View. Lokasi pembangunan proyek unggulan BUMN PT PP Properti tersebut kebetulan berlokasi di belakang kompleks Perumahan Permata Puri di kawasan barat Kota Semarang. 

"Warga selama ini meminta pihak pengembang mengikuti aturan yang berlaku. Pihak pengembang tidak memakai truk-truk besar dalam pembangunan apartemen. Sesuai dengan peraturan, jalan lingkungan maksimal hanya boleh dilalui kendaraan bertonase 8 ton," terang Yuli. 

Tindakan preventif ini, kata Yuli, untuk menghindari dampak kerusakan rumah dan jalan yang sudah terjadi serta potensi bahaya lain yang mengancam warga. 

Pengamanan Berlebihan

Warga juga menyesalkan keterlibatan pihak kepolisian yang dinilai berlebihan dalam pengamanan. 

"Kami merasa terintimidasi dengan aksi puluhan polisi  bersenjata lengkap. Seakan-akan kami adalah kawanan teroris yang harus dimusnahkan dengan senjata api. Padahal, kami hanyalah warga biasa yang menuntut penegakan aturan," keluh Akhmad. 

Berjam-jam, kata Akhmad, dia dan dua warga lainnya diinterogasi oleh bagian Tipikor Polrestabes. Mereka dikenai tuduhan mengganggu pembangunan. 

"Bahkan, lucunya kami dianggap melakukan korupsi karena menghalangi pembangunan yang menyebabkan kerugian. Sampai diperiksa oleh bagian Tipikor.  Tuduhan yang sungguh mengada-ada," kata Akhmad dengan nada heran.

Akhmad berharap polisi bisa bersikap profesional dan proporsional  dalam menangani kasus ini. 

 "Jangan mentang-mentang yang kami hadapi BUMN maka polisi dan aparat memihak kepada yang berkuasa. Sementara kepentingan warga dikerdilkan hak-haknya. Dasar kita adalah hukum dan aturan," pungkas Akhmad.

Pewarta : Kliwon
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024