Semarang (Antaranews Jateng) - Direktur Utama PD BPR Kota Salatiga, Jawa Tengah, Habib Soleh didakwa melakukan penyimpangan dalam pengelolaan simpanan nasabah yang merugikan negara hingga Rp24 miliar.
Jaksa Penuntut Umum Fajar Yulianto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa, mengatakan tindak pidana yang dilakukan terdakwa dilakukan selama kurun waktu 2008 hingga 2017.
Dalam dakwaannya, jaksa mengatakan perbuatan terdakwa dilakukan, antara lain, dengan cara menarik tabungan nasabah melalui rekayasa slip penarikan.
Selama sekitar 9 tahun melakukan aksinya itu, terdakwa berhasil mengambil dana nasabah hingga Rp90 miliar.
"Hingga 2018, sisa dana nasabah yang belum sempat dikembalikan nasabah mencapai Rp5 miliar," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Andi Astara tersebut.
Terdakwa diketahui juga mengambil tabungan deposito nasabah dengan cara memalsukan laporan rekening deposito.
Total dana yang diselewengkan terhadap deposito nasabah tersebut mencapai Rp25,1 miliar.
Dari jumlah tersebut, lanjut dia, terdapat dana sekitar Rp20, 2 miliar yang belum dikembalikan oleh terdakwa.
Terdakwa diketahui juga mengajukan kredit fiktif yang nilainya mencapai Rp1,1 miliar.
Hasil perhitungan investigasi BPK terhadap laporan keuangan BPR Kota Salatiga didapati kerugian negara yang mencapai Rp24 miliar.
Selama menjabat sebagai direktur utama, kata dia, terdakwa selalu menyampaikan laporan pertanggungjawaban tahunan yang selalu melampaui target.
Atas kondisi laporan keuangan yang seolah-olah selalu terpenuhi pencapaian labanya itu, menjadikan terdakwa terus dipertahankan posisinya sebagai orang nomor satu di badan usaha milik daerah itu oleh Wali Kota Salatiga.
Perbuatan terdakwa dijerat dengan dakwaan alternatif, melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa Penuntut Umum Fajar Yulianto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa, mengatakan tindak pidana yang dilakukan terdakwa dilakukan selama kurun waktu 2008 hingga 2017.
Dalam dakwaannya, jaksa mengatakan perbuatan terdakwa dilakukan, antara lain, dengan cara menarik tabungan nasabah melalui rekayasa slip penarikan.
Selama sekitar 9 tahun melakukan aksinya itu, terdakwa berhasil mengambil dana nasabah hingga Rp90 miliar.
"Hingga 2018, sisa dana nasabah yang belum sempat dikembalikan nasabah mencapai Rp5 miliar," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Andi Astara tersebut.
Terdakwa diketahui juga mengambil tabungan deposito nasabah dengan cara memalsukan laporan rekening deposito.
Total dana yang diselewengkan terhadap deposito nasabah tersebut mencapai Rp25,1 miliar.
Dari jumlah tersebut, lanjut dia, terdapat dana sekitar Rp20, 2 miliar yang belum dikembalikan oleh terdakwa.
Terdakwa diketahui juga mengajukan kredit fiktif yang nilainya mencapai Rp1,1 miliar.
Hasil perhitungan investigasi BPK terhadap laporan keuangan BPR Kota Salatiga didapati kerugian negara yang mencapai Rp24 miliar.
Selama menjabat sebagai direktur utama, kata dia, terdakwa selalu menyampaikan laporan pertanggungjawaban tahunan yang selalu melampaui target.
Atas kondisi laporan keuangan yang seolah-olah selalu terpenuhi pencapaian labanya itu, menjadikan terdakwa terus dipertahankan posisinya sebagai orang nomor satu di badan usaha milik daerah itu oleh Wali Kota Salatiga.
Perbuatan terdakwa dijerat dengan dakwaan alternatif, melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.