Purbalingga (Antaranews Jateng) - Petugas Kepolisian Resor Purbalingga, Jawa Tengah, berhasil mengungkap kasus peredaran kosmetik ilegal dengan kedok tempat perawatan kulit dan kecantikan.
"Kasus ini terbongkar berkat laporan sejumlah warga yang curiga terhadap kegiatan yang dilakukan DRA (23)," kata Kepala Polres Purbalingga Ajun Komisaris Besar Polisi Kholilur Rochman di Purbalingga, Jumat.
Ia mengatakan berdasarkan laporan tersebut, pihaknya segera mendatangi rumah DRA di Perumahan Griya Perwira Asri 2 Blok A2, Desa Babakan, Kecamatan Kalimanah, Purbalingga, pada Kamis (3/1) sore.
Setelah dilakukan penyelidikan, kata dia, diketahui bahwa DRA tidak memiliki izin praktik kesehatan termasuk di dalamnya menyuntikkan alat-alat medis kepada pasiennya.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya segera DRA beserta suaminya P (29) karena memperdagangkan barang-barang kesehatan yang tidak mempunyai regulasi maupun tidak memenuhi standar.
"Mereka meracik barang-barang untuk pemutih kulit berupa `hand and body` dan obat pemutih yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah pasiennya. Ini semua mereka dapatkan secara `online`, yang menurut mereka adalah obat untuk pemutih kulit," katanya.
Kapolres mengatakan kedua tersangka telah melakukan praktik perawatan kulit ilegal itu selama satu tahun dengan jumlah pasien setiap minggu lebih dari tiga orang.
Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan pasangan DRA dan P sudah cukup dikenal masyarakat Purbalingga namun tidak mengetahui jika praktik perawatan kulit dan kecantikan tersebut tidak berizin.
"Bisa jadi, obat-obatan yang tidak ada regulasinya ini menimbulkan kanker dan sebagainya. Kami sudah berkomunikasi dengan Dinas Kesehatan," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, kedua tersangka bakal dijerat dengan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Ia mengatakan perawat yang membantu kedua tersangka dalam menyuntikkan obat ke pasien, untuk sementara masih diperiksa sebagai saksi.
Adapun barang bukti yang telah diamankan berupa delapan botol "hand and body lotion" merek Placenta ukuran 500 mililiter, empat botol "lotion" kemasan 250 mililiter berlabel "Suntik Putih Purbalingga", 10 botol "lotion" kemasan 100 mililiter berlabel "Suntik Putih Purbalingga", 18 botol kosong kemasan 100 mililiter, dan seperangkat alat infus "whitening" (pemutih).
Selain melayani pasien di rumah, kata Kapolres, kedua tersangka juga menjual pemutih kulit dengan label "Suntik Putih Purbalingga" secara daring (dalam jaringan/online) kepada pemesan di sejumlah kota.
Saat ditanya, tersangka DRA mengatakan setiap pasien dipungut biaya berkisar Rp300.000 hingga Rp500.000 untuk satu kali perawatan.
"Untuk penyuntikan (infus, red.), saya tidak melakukannya sendiri, dibantu perawat," katanya.
"Kasus ini terbongkar berkat laporan sejumlah warga yang curiga terhadap kegiatan yang dilakukan DRA (23)," kata Kepala Polres Purbalingga Ajun Komisaris Besar Polisi Kholilur Rochman di Purbalingga, Jumat.
Ia mengatakan berdasarkan laporan tersebut, pihaknya segera mendatangi rumah DRA di Perumahan Griya Perwira Asri 2 Blok A2, Desa Babakan, Kecamatan Kalimanah, Purbalingga, pada Kamis (3/1) sore.
Setelah dilakukan penyelidikan, kata dia, diketahui bahwa DRA tidak memiliki izin praktik kesehatan termasuk di dalamnya menyuntikkan alat-alat medis kepada pasiennya.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya segera DRA beserta suaminya P (29) karena memperdagangkan barang-barang kesehatan yang tidak mempunyai regulasi maupun tidak memenuhi standar.
"Mereka meracik barang-barang untuk pemutih kulit berupa `hand and body` dan obat pemutih yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah pasiennya. Ini semua mereka dapatkan secara `online`, yang menurut mereka adalah obat untuk pemutih kulit," katanya.
Kapolres mengatakan kedua tersangka telah melakukan praktik perawatan kulit ilegal itu selama satu tahun dengan jumlah pasien setiap minggu lebih dari tiga orang.
Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan pasangan DRA dan P sudah cukup dikenal masyarakat Purbalingga namun tidak mengetahui jika praktik perawatan kulit dan kecantikan tersebut tidak berizin.
"Bisa jadi, obat-obatan yang tidak ada regulasinya ini menimbulkan kanker dan sebagainya. Kami sudah berkomunikasi dengan Dinas Kesehatan," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, kedua tersangka bakal dijerat dengan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar.
Ia mengatakan perawat yang membantu kedua tersangka dalam menyuntikkan obat ke pasien, untuk sementara masih diperiksa sebagai saksi.
Adapun barang bukti yang telah diamankan berupa delapan botol "hand and body lotion" merek Placenta ukuran 500 mililiter, empat botol "lotion" kemasan 250 mililiter berlabel "Suntik Putih Purbalingga", 10 botol "lotion" kemasan 100 mililiter berlabel "Suntik Putih Purbalingga", 18 botol kosong kemasan 100 mililiter, dan seperangkat alat infus "whitening" (pemutih).
Selain melayani pasien di rumah, kata Kapolres, kedua tersangka juga menjual pemutih kulit dengan label "Suntik Putih Purbalingga" secara daring (dalam jaringan/online) kepada pemesan di sejumlah kota.
Saat ditanya, tersangka DRA mengatakan setiap pasien dipungut biaya berkisar Rp300.000 hingga Rp500.000 untuk satu kali perawatan.
"Untuk penyuntikan (infus, red.), saya tidak melakukannya sendiri, dibantu perawat," katanya.