Semarang (Antaranews Jateng) - Banjir, bisa dikatakan sudah menjadi persoalan klasik yang dihadapi Kota Semarang sebagai wilayah di pesisir pantai, ditambah rob, fenomena limpasan air laut pasang.
     
Sejak zaman kolonial, banjir sudah diriwayatkan terjadi sehingga Belanda membangun sistem kanalisasi yang terbagi dua, yakni Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur (BKT).
     
Lambat laun, kedua sungai besar yang membelah Kota Semarang itu semakin tidak kuat menahan luapan seiring semakin sempit dan dangkalnya aliran sungai penuh sejarah itu.
     
Pada 2010, pemerintah melakukan normalisasi Sungai BKB Semarang dengan anggaran Rp288 miliar yang dirampungkan pada 2013, mulai Sungai Kaligarang, Tugu Suharto hingga muara sepanjang 9,2 kilometer.
     
Tak hanya itu, Waduk Jatibarang juga dibangun, sekaligus menyempurnakan langkah penanggulangan banjir di hulu Sungai BKB agar banjir bandang seperti periode 1990 tak lagi terulang.
     
Rampung dinormalisasi, Sungai BKB kini tampil semakin cantik dengan ketersediaan berbagai fasilitas yang dibangun di bantaran dan menjadi langganan berbagai even pariwisata.
     
Namun, Pemerintah Kota Semarang masih memiliki pekerjaan rumah (PR) terhadap Sungai BKT, mengingat problem banjir yang masih mengancam warga di wilayah timur Semarang.
     
Bersama pemerintah provinsi dan pusat, Pemkot Semarang bersinergi merealisasikan proyek normalisasi Sungai BKT yang akhirnya bisa dimulai pada akhir 2017.
     
Sebagaimana dihadapi pada normalisasi BKB, persoalan sosial pun menjadi kendala, terutama banyaknya hunian liar dan lapak pedagang kaki lima (PKL) di bantaran Sungai BKT.
     
Entah sudah berapa generasi mereka menempati bantaran sungai, tetapi keberadaan hunian liar dan lapak PKL di bantaran jelas menyalahi aturan dan harus direlokasi.
   
 "Pertengahan Desember nanti sudah selesai semua (relokasi PKL, red.). Ini Karangtempel, Bugangan, dan Rejosari siap pindah," kata Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang Fajar Purwoto.
     
Lagi-lagi, relokasi PKL berjalan alot sampai dibangunkan titik relokasi baru di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang, di samping Pasar Klithikan Penggaron, dan sejumlah pasar lainnya.

Percepatan normalisasi Sungai BKT
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana selaku pengelola Sungai BKT membagi proyek normalisasi itu dalam tiga paket kontrak yang dikerjakan secara bersamaan.
     
Paket I mulai muara sampai Jembatan Kaligawe sepanjang 1,95 kilometer, Paket II mulai Jembatan Kaligawe hingga Jembatan Citarum sepanjang 2,05 km, dan Paket III dari Jembatan Citarum ke Jembatan Majapahit sepanjang 2,7 km.
     
Dengan anggaran Rp464 miliar, proyek normalisasi BKT Semarang mulai dikerjakan 2017, seiring dengan pembebasan lahan yang dilakukan Pemkot Semarang.
     Rencananya, proyek normalisasi Sungai BKT Semarang ditargetkan rampung pada 2019, tetapi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meminta percepatan akhir tahun ini.
     
"Pak Menteri (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, red.) minta awal Januari besok sudah `clear`," kata Kepala BBWS Pemali Juana Ruhban Ruziyatno.
     
Sekarang ini, progres proyek normalisasi Sungai BKT sudah mencapai 60 persen secara keseluruhan meski capaian per pekerjaan sudah ada yang mencapai 80-90-an persen.
     
Relokasi PKL dari bantaran yang belum kunjung tuntas menjadi kendala sosial yang dihadapi pelaksana normalisasi, belum lagi derasnya intensitas hujan yang membuat debit sungai melimpah.
     
Sepekan lalu, setidaknya dua kali Sungai BKT meluap menyebabkan kawasan permukiman di Sawah Besar, Kaligawe, dan sekitarnya tergenang banjir, yakni Senin (3/12) dan Sabtu (8/12).
     
Sempat beredar video di media sosial yang menyebutkan tanggul Sungai BKB jebol, tetapi BBWS Pemali Juana dengan tegas membantah dan mengklarifikasi kabar tersebut.
     
Luapan Sungai BKT terjadi akibat tumpukan sampah di Jembatan Kaligawe Semarang yang menyumbat aliran air sehingga melimpas ke permukiman yang ada di sekitarnya.
     
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun membenarkan perihal parahnya tumpukan sampah yang menyebabkan Sungai BKT mampet, meluap, dan membanjiri rumah-rumah warga.
     
Saking lengkapnya, politikus PDI Perjuangan itu sampai mengibaratkan tumpukan sampah yang ada di Sungai BKT Semarang kala itu seperti supermarket.
     
"Ada kayu gede glondongan. Lemari, kulkas, kalau kasur agak banyak, kemudian kursi ada. Sampai ada orang bilang ketika saya 'mention' ke medsos, komentarnya, 'Pak, tinggal buat rumah, perabotnya sudah ada'," selorohnya. 

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024