Purwokerto (Antaranews Jateng) - Stasiun pemberhentian Kereta Api Joglosemarkerto perlu ditambah guna menumbuhkan perekonomian di wilayah yang dilewati KA tersebut, kata dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN Purwokerto) Fathul Aminudin Aziz.
"Kalau menurut saya, dari sisi lintasan dan pola (perjalanan KA Joglosemarkerto) yang dibuat memutar itu jauh lebih bagus di samping 'price'-nya (harga tiket, red.) KA Joglosemarkerto lebih murah," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Oleh karena itu, kata dia, prospek KA Joglosemarkerto yang menghubungkan Solo, Yogyakarta, Purwokerto, Tegal, dan Semarang ke depan akan bagus.
Kendati demikian, dia mengatakan stasiun pemberhentian KA Joglosemarkerto perlu ditambah terutama di wilayah-wilayah yang memiliki industri kreatif dan destinasi wisata seperti wilayah timur Jawa Tengah antara jalur Semarang dan Solo.
"Stasiun pemberhentian seharusnya ditambah di wilayah-wilayah yang memiliki produk yang sekiranya bisa ditawarkan sehingga dapat menarik banyak orang untuk datang. Jadi, berhenti itu bukan nilai komersial saja yang muncul, tapi penawaran produk juga harus muncul, termasuk penawaran destinasi wisata," tegas Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Purwokerto itu.
Menurut dia, stasiun-stasiun pemberhentian KA Joglosemarkerto yang ada saat ini menunjukkan bahwa pengoperasian kereta api tersebut masih berorientasi pada hasil saja, yakni keinginan agar modal dapat lebih cepat kembali.
Padahal, kata dia, untuk membangun daerah harus dibangun dari potensi wilayah seperti industri kreatif dan destinasi wisata.
Selain itu, PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku operator juga perlu ikut serta menginformasikan produk-produk khas dari daerah yang dilalui KA Joglosemarkerto maupun KA-KA lainnya.
Terkait dengan tarif KA Joglosemarkerto yang terdiri atas eksekutif dan ekonomi, Aziz mengatakan hal itu tidak masalah karena masih terjangkau oleh masyarakat.
"Kalau menurut saya, daya beli masyarakat sekarang dengan harga sebesar itu sudah cukup," katanya.
Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono memberikan semboyan 40 sebagai tanda pemberangkatan kereta api saat peluncuran KA Joglosemarkerto relasi Purwokerto-Semarang-Solo-Yogyakarta-Purwokerto yang baru diluncurkan di Stasiun Purwokerto, Sabtu (1-12-2018). (Foto: Sumarwoto)
Dalam hal ini, KA Joglosemarkerto yang terdiri atas dua kereta eksekutif dengan kapasitas 100 tempat duduk dan tujuh kereta ekonomi berkapasitas 560 tempat duduk menerapkan tarif berdasarkan jarak tempuh, yakni berkisar Rp40.000 hingga Rp390.000 untuk kelas eksekutif dan Rp30.000 hingga Rp260.000 untuk kelas ekonomi.
Bahkan jika perlu, kata dia, KA Joglosemarkerto maupun KA-KA lainnya dijadikan kereta kelas eksekutif seluruhnya tanpa adanya kereta ekonomi sehingga pemerintah tidak perlu memberikan subsidi terhadap KA kelas ekonomi agar tarifnya terjangkau oleh warga miskin.
Menurut dia, pemerintah telah menerbitkan berbagai kartu bagi keluarga miskin sehingga subsidi angkutan kereta api itu bisa diberikan melalui diskon tarif kepada warga miskin yang memiliki kartu-kartu tersebut.
"Berikan dispensasi kepada mereka (warga miskin, red.) yang memiliki kartu-kartu tertentu yang diterbitkan oleh pemerintah, agar mereka bisa naik kereta eksekutif dengan biaya terjangkau. Kelas eksekutif tapi harganya ekonomi, itu kan lebih bagus, betul-betul melayani masyarakat, dan ini merupakan terobosan kalau bisa dilakukan oleh PT KAI untuk memuliakan orang-orang yang tidak mampu," katanya.
"Kalau menurut saya, dari sisi lintasan dan pola (perjalanan KA Joglosemarkerto) yang dibuat memutar itu jauh lebih bagus di samping 'price'-nya (harga tiket, red.) KA Joglosemarkerto lebih murah," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Oleh karena itu, kata dia, prospek KA Joglosemarkerto yang menghubungkan Solo, Yogyakarta, Purwokerto, Tegal, dan Semarang ke depan akan bagus.
Kendati demikian, dia mengatakan stasiun pemberhentian KA Joglosemarkerto perlu ditambah terutama di wilayah-wilayah yang memiliki industri kreatif dan destinasi wisata seperti wilayah timur Jawa Tengah antara jalur Semarang dan Solo.
"Stasiun pemberhentian seharusnya ditambah di wilayah-wilayah yang memiliki produk yang sekiranya bisa ditawarkan sehingga dapat menarik banyak orang untuk datang. Jadi, berhenti itu bukan nilai komersial saja yang muncul, tapi penawaran produk juga harus muncul, termasuk penawaran destinasi wisata," tegas Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Purwokerto itu.
Menurut dia, stasiun-stasiun pemberhentian KA Joglosemarkerto yang ada saat ini menunjukkan bahwa pengoperasian kereta api tersebut masih berorientasi pada hasil saja, yakni keinginan agar modal dapat lebih cepat kembali.
Padahal, kata dia, untuk membangun daerah harus dibangun dari potensi wilayah seperti industri kreatif dan destinasi wisata.
Selain itu, PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku operator juga perlu ikut serta menginformasikan produk-produk khas dari daerah yang dilalui KA Joglosemarkerto maupun KA-KA lainnya.
Terkait dengan tarif KA Joglosemarkerto yang terdiri atas eksekutif dan ekonomi, Aziz mengatakan hal itu tidak masalah karena masih terjangkau oleh masyarakat.
"Kalau menurut saya, daya beli masyarakat sekarang dengan harga sebesar itu sudah cukup," katanya.
Dalam hal ini, KA Joglosemarkerto yang terdiri atas dua kereta eksekutif dengan kapasitas 100 tempat duduk dan tujuh kereta ekonomi berkapasitas 560 tempat duduk menerapkan tarif berdasarkan jarak tempuh, yakni berkisar Rp40.000 hingga Rp390.000 untuk kelas eksekutif dan Rp30.000 hingga Rp260.000 untuk kelas ekonomi.
Bahkan jika perlu, kata dia, KA Joglosemarkerto maupun KA-KA lainnya dijadikan kereta kelas eksekutif seluruhnya tanpa adanya kereta ekonomi sehingga pemerintah tidak perlu memberikan subsidi terhadap KA kelas ekonomi agar tarifnya terjangkau oleh warga miskin.
Menurut dia, pemerintah telah menerbitkan berbagai kartu bagi keluarga miskin sehingga subsidi angkutan kereta api itu bisa diberikan melalui diskon tarif kepada warga miskin yang memiliki kartu-kartu tersebut.
"Berikan dispensasi kepada mereka (warga miskin, red.) yang memiliki kartu-kartu tertentu yang diterbitkan oleh pemerintah, agar mereka bisa naik kereta eksekutif dengan biaya terjangkau. Kelas eksekutif tapi harganya ekonomi, itu kan lebih bagus, betul-betul melayani masyarakat, dan ini merupakan terobosan kalau bisa dilakukan oleh PT KAI untuk memuliakan orang-orang yang tidak mampu," katanya.