Jakarta (Antaranews Jateng) - Musisi-difabel Adrian Yunan dipastikan berangkat ke Paris, Perancis untuk tampil dalam acara UNESCO/Emir Jaber Al Ahmad Al Jaber Al Sabah Prize for Digital Empowerment of Persons with Disabilities.
Ini adalah ajang penghargaan tingkat dunia untuk para penyandang disabilitas yang punya peranan penting dalam pemberdayaan kehidupan di bidang teknologi dan komunikasi informasi yang terkait dengan aspek sosial.
Penghargaan ini telah berlangsung sejak 2002 dan didukung penuh oleh pemerintah Kuwait. Nama penghargaan sendiri diambil dari Emir Kuwait (1977-2006).
“Buat gue, hal ini besar impact-nya. Gue jadi tambah percaya diri dan tambah semangat. Dua hal yang sangat penting dari acara itu adalah tampil bermusik dan wawancara. Gue berharap dalam wawancara gue bisa menyampaikan pengalaman sebagai penyandang disabilitas di Indonesia. Sejujurnya di Indonesia para penyandang disabilitas masih belum mendapat perhatian yang baik,” ungkap Adrian dalam keterangan pers, Sabtu.
Adrian akan bertolak dari Indonesia pada 2 Desember 2018. Di Paris, Adrian akan tampil pada 3 Desember 2018, dengan format trio bersama gitaris Reza Ryan dan multi-instrumentalist Roy Haris Chandra.
Rencananya, Adrian akan membawakan tiga lagu, yaitu “Mainan,” “Lari” dan “Ruang yang Sama.” Ketiga lagu itu diambil dari album debut “Sintas” (2017).
Untuk memperkenalkan identitas Indonesia, Adrian mengaransemen ulang lagu “Mainan” dan “Lari” dengan melibatkan instrument tradisional, yaitu seruling Sunda, karinding, rebana Aceh dan angklung.
Selain Adrian dari Indonesia, terdapat musisi dari lima negara lain yang berpartisipasi dalam acara ini, yaitu dari Singapura, Jepang, Mauritius, Perancis dan Swiss.
“Untuk teman-teman sesama difabel, gue dahulu enggak terbayang bisa sejauh ini. Ternyata, walau penglihatan gue diambil, tetapi rahmat Tuhan tidak diambil. Untuk para difabel harus tetap bersyukur. Kalau kita bersyukur, pikiran jadi positif. Tetap jalani kehidupan, meningkatkan kualitas hidup seperti orang normal lain,” kata Adrian tentang kesempatan ini.
Baca juga: Efek Rumah Kaca dedikasikan album untuk sang bassist
Adrian Yunan juga dikenal sebagai mantan bassist Efek Rumah Kaca. Bersama Efek Rumah Kaca, Adrian merilis album self-titled “Efek Rumah Kaca” (2007), “Kamar Gelap” (2008) dan “Sinestesia” (2015).
Tidak lama setelah album “Sinestesia” dirilis, Adrian memutuskan solo karier. Sejak 2005, indra penglihatan Adrian terus memburuk hingga akhirnya tidak dapat melihat. Terdapat beberapa diagnosa berbeda dari kondisi ini.
Pada 2010, Adrian sempat memeriksakan kondisinya di salah satu rumah sakit di Singapura. Dokter menyebut permasalahan penglihatan Adrian disebabkan serangan virus toksoplasma. (Editor : Alviansyah Pasaribu).
Ini adalah ajang penghargaan tingkat dunia untuk para penyandang disabilitas yang punya peranan penting dalam pemberdayaan kehidupan di bidang teknologi dan komunikasi informasi yang terkait dengan aspek sosial.
Penghargaan ini telah berlangsung sejak 2002 dan didukung penuh oleh pemerintah Kuwait. Nama penghargaan sendiri diambil dari Emir Kuwait (1977-2006).
“Buat gue, hal ini besar impact-nya. Gue jadi tambah percaya diri dan tambah semangat. Dua hal yang sangat penting dari acara itu adalah tampil bermusik dan wawancara. Gue berharap dalam wawancara gue bisa menyampaikan pengalaman sebagai penyandang disabilitas di Indonesia. Sejujurnya di Indonesia para penyandang disabilitas masih belum mendapat perhatian yang baik,” ungkap Adrian dalam keterangan pers, Sabtu.
Adrian akan bertolak dari Indonesia pada 2 Desember 2018. Di Paris, Adrian akan tampil pada 3 Desember 2018, dengan format trio bersama gitaris Reza Ryan dan multi-instrumentalist Roy Haris Chandra.
Rencananya, Adrian akan membawakan tiga lagu, yaitu “Mainan,” “Lari” dan “Ruang yang Sama.” Ketiga lagu itu diambil dari album debut “Sintas” (2017).
Untuk memperkenalkan identitas Indonesia, Adrian mengaransemen ulang lagu “Mainan” dan “Lari” dengan melibatkan instrument tradisional, yaitu seruling Sunda, karinding, rebana Aceh dan angklung.
Selain Adrian dari Indonesia, terdapat musisi dari lima negara lain yang berpartisipasi dalam acara ini, yaitu dari Singapura, Jepang, Mauritius, Perancis dan Swiss.
“Untuk teman-teman sesama difabel, gue dahulu enggak terbayang bisa sejauh ini. Ternyata, walau penglihatan gue diambil, tetapi rahmat Tuhan tidak diambil. Untuk para difabel harus tetap bersyukur. Kalau kita bersyukur, pikiran jadi positif. Tetap jalani kehidupan, meningkatkan kualitas hidup seperti orang normal lain,” kata Adrian tentang kesempatan ini.
Baca juga: Efek Rumah Kaca dedikasikan album untuk sang bassist
Adrian Yunan juga dikenal sebagai mantan bassist Efek Rumah Kaca. Bersama Efek Rumah Kaca, Adrian merilis album self-titled “Efek Rumah Kaca” (2007), “Kamar Gelap” (2008) dan “Sinestesia” (2015).
Tidak lama setelah album “Sinestesia” dirilis, Adrian memutuskan solo karier. Sejak 2005, indra penglihatan Adrian terus memburuk hingga akhirnya tidak dapat melihat. Terdapat beberapa diagnosa berbeda dari kondisi ini.
Pada 2010, Adrian sempat memeriksakan kondisinya di salah satu rumah sakit di Singapura. Dokter menyebut permasalahan penglihatan Adrian disebabkan serangan virus toksoplasma. (Editor : Alviansyah Pasaribu).