Wonosobo (Antaranews Jateng) - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengimbau agar jangan ada lagi pemikiran yang membedakan antara mayoritas dan minoritas supaya Indonesia lebih maju.

"Toleransi adalah tidak ada lagi minoritas dan mayoritas. Jika bangsa ini masih punya perasaan mayoritas dan minoritas maka tidak akan maju," kata Moeldoko di Wonosobo, Jawa Tengah, Kamis.

Ia menyampaikan hal tersebut dalam sarasehan budaya, keragaman, dan toleransi di Masjid Al-Manshur Wonosobo sekaligus menutup rangkaian Festival Hak Asasi Manusia di Kabupaten Wonosobo.

Moeldoko mengatakan negara ini milik semua orang, karena sejarah perjuangan bangsa dibangun oleh berbagai agama dan kelomppk etnis.

Oleh karena itu, katanya, mulai saat ini hapus dikotomi antara mayoritas dan minoritas.

"Semua sebagai agen perubahan untuk membetulkan pola pikir yang rusak, menyimpang dan terdistorsi sehingga pemikiran-pemikiran yang semula tidak benar lalu berubah," katanya.

Ia menuturkan hakekat HAM adalah membangun kesadaran bahwa masyarakat mau membangun nilai-nilai kemanusiaan, bukan doktrin agama. Sedangkan keberagaman adalah sebuah potensi. Bisa atau tidak potensi ini menjadi kekuatan atau bahkan menjadi ancaman.

"Kalau mau membangun potensi itu jadi kekuatan harus ada harmonisasi," katanya.

Ia mencontohkan dalam gamelan Jawa, semua instrumen musik tradisional dimainkan bersama secara harmonis, maka bisa menjadi sesuatu kekuatan yang indah, maka yang harus mengharmonisasi adalah semua orang.

Menurut dia ancaman akan terjadi jika semua pihak tidak mampu mengharmonisasi. Kekayaan alam yang ada di Afganistan, Irak dan berbagai negara yang sedang porak poranda itu sebenarnya potensi luar biasa. Namun, para tokohnya tidak mampu mengharmonisasi sosial, politik, dan budaya.

Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024