Semarang (Antaranews Jateng) - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah menyayangkan viralnya video adegan sejumlah siswa yang seolah-olah mengeroyok guru di ruang kelas meski hanya guyonan.
"Kemarin setelah kami lihat videonya, kami segera klarifikasi, telepon kepala sekolahnya, Pak Sulis, dan membuat surat klarifikasi," kata Kepala Disdikbud Jateng Gatot Bambang Hastowo di Semarang.
Hal itu diungkapkannya menanggapi video adegan sejumlah siswa yang terlihat seperti mengeroyok seorang guru yang viral di media sosial dan ternyata dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU 3 Kaliwungu, Kendal, Jateng.
Gatot memastikan adegan tersebut tidak sungguh-sungguh alias candaan yang dilakukan siswa, apalagi sosok guru tersebut yakni Pak Joko selama ini memang dikenal dekat sekali dengan para siswanya.
"Kepala sekolah juga sudah membuat surat klarifikasi, ternyata keseharian guru yang bersangkutan dalam proses belajar mengajar memang ada guyonan seperti itu karena dekat dengan anak-anak," katanya.
Namun, ia menyayangkan ketidaktahuan siswa yang merekam adegan tersebut yang kemudian viral menyebabkan kesalahpahaman di masyarakat yang menonton video berdurasi sekitar 27 detik tersebut.
"Tidak sungguhan sebenarnya. Makanya, kita lihat habis 'do balang-balangan' (saling melempar sesuatu, red.) mereka belajar lagi. Ya, sayangnya sudah diviralkan yang bikin banyak orang terkejut," katanya.
Ia mencontohkan candanya dengan anaknya yang seolah-olah pukul-pukulan bisa saja diartikan lain ketika menonton videonya tanpa memahami apa yang sebenarnya terjadi, misalnya anak dibilang berani dengan orang tua.
Diakuinya, metode pembelajaran di sekolah sekarang ini memang sudah sangat berbeda dan tidak bisa disamakan seperti dulu yang memperlihatkan batasan tegas antara guru dan murid.
Di era revolusi industri 4.0, kata dia, pembelajaran di sekolah memang tidak menampakkan lagi sekat antara guru dan murid, tetapi dalam etika dan pergaulan harus tetap dipegang teguh.
"Sebelum saya tahu, ya, saya kaget (lihat videonya, red.). Begitu tahu, ternyata begitu. Berarti ada kekeliruan yang dilakukan anak-anak. Harusnya guyonan itu bukan dijadikan konsumsi publik," katanya.
Di sisi lain, kata dia, pendekatan yang dilakukan guru dengan siswanya juga harus dengan cara yang lebih positif, misalnya tidak dengan cara guyonan model berkelahi semacam itu.
"Guyonan tidak harus dengan gelutan (berkelahi, red.). Mosok pendekatan guru kepada siswa kemudian misalnya dengan merokok? Kan enggak boleh. Harus sejalan dengan pendidikan karakter," katanya.
"Kemarin setelah kami lihat videonya, kami segera klarifikasi, telepon kepala sekolahnya, Pak Sulis, dan membuat surat klarifikasi," kata Kepala Disdikbud Jateng Gatot Bambang Hastowo di Semarang.
Hal itu diungkapkannya menanggapi video adegan sejumlah siswa yang terlihat seperti mengeroyok seorang guru yang viral di media sosial dan ternyata dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU 3 Kaliwungu, Kendal, Jateng.
Gatot memastikan adegan tersebut tidak sungguh-sungguh alias candaan yang dilakukan siswa, apalagi sosok guru tersebut yakni Pak Joko selama ini memang dikenal dekat sekali dengan para siswanya.
"Kepala sekolah juga sudah membuat surat klarifikasi, ternyata keseharian guru yang bersangkutan dalam proses belajar mengajar memang ada guyonan seperti itu karena dekat dengan anak-anak," katanya.
Namun, ia menyayangkan ketidaktahuan siswa yang merekam adegan tersebut yang kemudian viral menyebabkan kesalahpahaman di masyarakat yang menonton video berdurasi sekitar 27 detik tersebut.
"Tidak sungguhan sebenarnya. Makanya, kita lihat habis 'do balang-balangan' (saling melempar sesuatu, red.) mereka belajar lagi. Ya, sayangnya sudah diviralkan yang bikin banyak orang terkejut," katanya.
Ia mencontohkan candanya dengan anaknya yang seolah-olah pukul-pukulan bisa saja diartikan lain ketika menonton videonya tanpa memahami apa yang sebenarnya terjadi, misalnya anak dibilang berani dengan orang tua.
Diakuinya, metode pembelajaran di sekolah sekarang ini memang sudah sangat berbeda dan tidak bisa disamakan seperti dulu yang memperlihatkan batasan tegas antara guru dan murid.
Di era revolusi industri 4.0, kata dia, pembelajaran di sekolah memang tidak menampakkan lagi sekat antara guru dan murid, tetapi dalam etika dan pergaulan harus tetap dipegang teguh.
"Sebelum saya tahu, ya, saya kaget (lihat videonya, red.). Begitu tahu, ternyata begitu. Berarti ada kekeliruan yang dilakukan anak-anak. Harusnya guyonan itu bukan dijadikan konsumsi publik," katanya.
Di sisi lain, kata dia, pendekatan yang dilakukan guru dengan siswanya juga harus dengan cara yang lebih positif, misalnya tidak dengan cara guyonan model berkelahi semacam itu.
"Guyonan tidak harus dengan gelutan (berkelahi, red.). Mosok pendekatan guru kepada siswa kemudian misalnya dengan merokok? Kan enggak boleh. Harus sejalan dengan pendidikan karakter," katanya.