Semarang (Antaranews Jateng) - Bawaslu harus bisa membedakan antara kegiatan dewan dan kampanye oleh sejumlah calon anggota legislatif petahana agar tidak terburu-buru menyangka mereka melanggar aturan main pemilu, kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dewi Aryani.
  
  Doktor Dewi Aryani, M.Si. yang juga anggota DPR RI asal Dapil Jawa Tengah IX ketika menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Selasa pagi, meminta Bawaslu harus adil (fair) jika ada keterlibatan aparatur sipil negara (ASN).

    "Penyelenggara pemilu ini harus menelusuri temuan itu tanpa tebang pilih," kata Dewi Aryani yang maju kembali sebagai calon anggota legislatif di Daerah Pemilihan 9 (Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kota Tegal) Jawa Tengah pada Pemilu Anggota DPR RI 2019.

    Ia lantas mencontohkan aktivitasnya sebagai anggota Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan) ketika menyosialisasikan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) di Kabupaten Brebes, Senin (15/10).

    Acara yang bertempat di Gedung PGRI, Jalan Taman Siswa, Saditan, Brebes dihadiri pejabat Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Bupati Brebes Idza Priyanti, pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, dan pejabat BPJS.

    "Keberadaan ASN ini bukan menghadiri kampanye, melainkan menghadiri sosialisasi Germas dan penyerahan secara simbolis Kartu Indonesia Sehat (KIS) Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kartu ini dialokasikan untuk 1.231.044 jiwa penduduk Kabupaten Brebes," katanya.

    Dengan demikian, kata Dewi, Bawaslu harus dapat membedakan mana kegiatan kemitraan komisi dan kampanye karena pada dasarnya calon presiden petahana maupun caleg "incumbent" masih melaksanakan kegiatan kenegaraan dan kemitraan hingga masa tugasnya berakhir.

    Kendati demikian, Dewi sebagai caleg petahana tetap memperhatikan aturan-aturan kampanye, baik Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PKPU No. 23/2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum.

    Dewi mengetahui ada larangan bagi pelaksana dan/atau tim kampanye melibatkan aparatur sipil negara dalam kegiatan kampanye, sebagaimana ketentuan di dalam UU Pemilu maupun PKPI Kampanye Pemilu.

    Tim kampanye juga dilarang melibatkan ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi.

    Selain itu, ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia; direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.

    Aturan tersebut juga melarang tim kampanye melibatkan pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural; anggota TNI/Polri; kepala desa; perangkat desa; anggota badan permusyawaratan desa; dan warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

Pewarta : Kliwon
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024