Kudus (Antaranews Jateng) - Bawaslu Provinsi Jawa Tengah memprediksi pelanggaran pemilu paling banyak bakal ditemukan di media sosial sebagai media berkampanye dengan biaya paling murah.
     
"Nantinya, akan banyak permainan terkait pemilu di media sosial sebagai ranah ruang kosong sehingga nantinya akan banyak ditemukan pelanggaran," kata Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Jateng Heru Cahyono ditemui usai menghadiri deklarasi pemilu damai, aman, bermartabat pada Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019 oleh Bawaslu Kabupaten Kudus di Hotel Griptha Kudus, Senin. 
     
Pengawasan di media sosial, katanya, juga menjadi ranahnya Bawaslu. Ia menilai di media sosial cenderung tanpa kontrol dan menjadi ruang kosong yang akan menarik minat semua peserta pemilu untuk berkampanye.
   
Pada akhirnya, bakal mudah ditemukan kasus pidana pemilu mulai dari "hoax" atau kabar bohong serta kampanye hitam. 
     
Di era milenial seperti sekarang, katanya, terdapat tiga ancaman pidana, yakni pidana Undang-Undang Pemilu, pidana Undang-Undang nomor 19/2016 tentang Perubahan Atas UU nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta pidana atas pelanggaran KUHP.
     
"Siapapun orangnya, baik peserta pemilu, seperti calon anggota legislatif hingga tim sukses termasuk aparatur sipil negara yang terbukti melanggar terkait aktivitasnya di media sosial tentunya akan ditindak," ujarnya.
     
Ia mengingatkan semua peserta pemilu, termasuk masyarakat untuk lebih arif dan bijak dalam memanfaatkan media sosial.
     
"Sekali melakukan klik untuk menyebarkan konten tertentu, bisa langsung tersebar ke berbagai pihak tanpa bisa dibendung," ujarnya.
     
Untuk itu, kata dia, jangan gegabah dalam membagikan informasi yang belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
     
Selain pelanggaran di media sosial, Bawaslu juga mewaspadai praktik politik uang.
     
Ia menganggap politik uang seperti dosa turunan yang sulit diberantas karena struktur dan budaya hukum yang belum mendukung.
     
Lewat deklarasi pemilu damai ini, dia berharap, menjadi ajang untuk mengingatkan para peserta pemilu agar tidak melakukan praktik politik uang.
     
"Pemberi maupun penerima sama-sama diancam pidana sehingga masyarakat juga harus berani menolak pemberian uang yang bertujuan meminta dukungan suara," ujarnya.
     
Meskipun efektivitas penegakannya masih rendah, kata dia, semua pihak tidak boleh meremehkan karena ketika bisa dibuktikan adanya praktik politik uang, baik pemberi maupun penerima sama-sama bisa dijerat pidana. 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024