Semarang (Antaranews Jateng) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang mengingatkan pengambilan air bawah tanah (ABT) di wilayah tersebut harus segera dilarang secara tegas.
"Pemerintah Kota Semarang tidak boleh lagi mengeluarkan rekomendasi pengambilan ABT, baik untuk perorangan maupun korporasi," kata Ketua DPRD Kota Semarang Wiwin Subiyono di Semarang, Senin.
Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan ekspolitasi ABT sangat berdampak terhadap kerusakan lingkungan, terutama penurunan muka tanah yang mengakibatkan rob dan banjir semakin parah.
Ia menyebutkan penurunan muka tanah di Kota Semarang mencapai 5-10 centimeter per tahun sehingga jika dibiarkan semakin lama akan membuat air rob dan banjir semakin menggenangi permukiman.
"Kalau dihitung 20 tahun saja, setiap tahunnya tanah turun 5-10 cm. Tentu air rob sudah akan masuk rumah semua. Makanya, ini cukup mengkhawatirkan. Pemkot Semarang harus tegas," katanya.
Terutama, kata dia, untuk daerah-daerah "merah" yang kerap menjadi langganan rob, seperti Semarang Utara dan sekitarnya karena akan membuat penurunan muka tanah berlangsung kian cepat.
"Sudah kami sampaikan kepada pemkot supaya bertindak tegas, terutama di daerah-daerah 'merah'. Tetapi, tentunya harus ada sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggar," katanya.
Selain itu, kata dia, Pemkot Semarang juga harus menjamin ketersediaan air bersih yang mencukupi bagi warga dengan pelarangan pengambilan ABT oleh masyarakat, baik pribadi maupun korporasi.
Kalau tidak diiringi dengan penyediaan air bersih yang mencukupi melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang, lanjut dia, pengambilan ABT masih akan berlangsung.
"Kami berharap PDAM Tirta Moedal Kota Semarang terus memperluas cakupkan wilayah pelayanannya, termasuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan distribusi air bersihnya," kata Wiwin.
"Pemerintah Kota Semarang tidak boleh lagi mengeluarkan rekomendasi pengambilan ABT, baik untuk perorangan maupun korporasi," kata Ketua DPRD Kota Semarang Wiwin Subiyono di Semarang, Senin.
Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan ekspolitasi ABT sangat berdampak terhadap kerusakan lingkungan, terutama penurunan muka tanah yang mengakibatkan rob dan banjir semakin parah.
Ia menyebutkan penurunan muka tanah di Kota Semarang mencapai 5-10 centimeter per tahun sehingga jika dibiarkan semakin lama akan membuat air rob dan banjir semakin menggenangi permukiman.
"Kalau dihitung 20 tahun saja, setiap tahunnya tanah turun 5-10 cm. Tentu air rob sudah akan masuk rumah semua. Makanya, ini cukup mengkhawatirkan. Pemkot Semarang harus tegas," katanya.
Terutama, kata dia, untuk daerah-daerah "merah" yang kerap menjadi langganan rob, seperti Semarang Utara dan sekitarnya karena akan membuat penurunan muka tanah berlangsung kian cepat.
"Sudah kami sampaikan kepada pemkot supaya bertindak tegas, terutama di daerah-daerah 'merah'. Tetapi, tentunya harus ada sanksi tegas bagi siapa saja yang melanggar," katanya.
Selain itu, kata dia, Pemkot Semarang juga harus menjamin ketersediaan air bersih yang mencukupi bagi warga dengan pelarangan pengambilan ABT oleh masyarakat, baik pribadi maupun korporasi.
Kalau tidak diiringi dengan penyediaan air bersih yang mencukupi melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Semarang, lanjut dia, pengambilan ABT masih akan berlangsung.
"Kami berharap PDAM Tirta Moedal Kota Semarang terus memperluas cakupkan wilayah pelayanannya, termasuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan distribusi air bersihnya," kata Wiwin.