Semarang (Antaranews Jateng) - Sudah rahasia umum jika bawang merah (bersama dengan beras dan cabai) merupakan komoditas pertanian yang punya pengaruh besar kepada tingkat inflasi nasional. Juga jadi rahasia umum jika sedang panen raya harga bawang merah pasti meluncur jatuh ke harga terendah, hingga kadang di bawah biaya pokok yang dikeluarkan petani.
Begitu strategis komoditas bawang merah ini, sehingga harus dipikirkan secara serius agar dampaknya terhadap inflasi dapat dijaga dan juga agar harganya stabil, sehingga menguntungkan petani. Harga yang stabil dan ketersediaannya sepanjang tahun menjadi kuncinya.
Dan seperti biasanya, panen raya bawang merah pada musim kemarau tahun ini menjadi berkah bagi petani dan bangsa Indonesia, inflasi terjaga. Selain itu bawang merah menjadi salah satu penyumbang pendapatan devisa ekspor Indonesia. Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor bawang merah sejak tahun 2016 sampai sekarang.
Di awal Agustus 2018, Indonesia telah mengekspor bawang merah ke Thailand sebanyak 5.600 ton dan Kabupaten Brebes berkontribusi 18,5 persen dari produksi nasional atau 57 persen dari produksi Jawa Tengah.
Panen bawang merah yang hanya tiga kali dalam setahun, menjadikan langkah tepat untuk mempertahankan keberkahan yang dapat terus dirasakan oleh petani dan masyarakat, salah satunya dengan penyiapan tempat penyimpanan, menambah model inovasi yang dapat memberikan nilai tambah terhadap produk, dan keberlangsungan ketersediaan produk.
Nilai tambah terhadap produk tersebut di antaranya dengan mengolah bawang merah menjadi produk lain seperti bawang goreng, bawang merah irisan kering, pickles, pasta, bubuk bawang, tepung bawang, bawang giling, krupuk bawang, dan minyak bawang.
Diversifikasi produk olahan tersebut tidak hanya mengawetkan dan mempertahankan mutu bawang merah, tetapi juga bisa memberikan nilai tambah hingga 250-300 persen bagi petani sekaligus sebagai salah satu upaya untuk pemberdayaan masyarakat karena target pasar tentu juga akan bergeser dan menjadi lebih lebar.
Selain produk, penyiapan benih dengan masa simpan lebih panjang, bebas virus, dan penyakit tular benih juga harus lebih mudah diperoleh petani.
Untuk pengembangan produksi benih misalnya, bisa saja dilakukan pengembangan teknologi produksi benih bawang merah asal biji (TSS) dan teknologi budi daya produksi menggunakan benih asal biji dengan populasi lipat ganda (Proliga).
Segala upaya memperpanjang keberkahan tersebut tentu membutuhkan dukungan dari pemerintah dalam membangun dan mengembangkan jejaring kerja sama.
Pemerintah memiliki andil besar pascapanen, agar kontinuitas stok dapat terjamin sepanjang masa dengan lamanya masa simpan dan mutu bawang merah yang tetap terjaga, sehingga ekspor bawang merah tidak sekadar dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk produk olahan, sehingga bisa antara nilai tambah produk dengan kesejahteraan para petani berbanding lurus.
Begitu strategis komoditas bawang merah ini, sehingga harus dipikirkan secara serius agar dampaknya terhadap inflasi dapat dijaga dan juga agar harganya stabil, sehingga menguntungkan petani. Harga yang stabil dan ketersediaannya sepanjang tahun menjadi kuncinya.
Dan seperti biasanya, panen raya bawang merah pada musim kemarau tahun ini menjadi berkah bagi petani dan bangsa Indonesia, inflasi terjaga. Selain itu bawang merah menjadi salah satu penyumbang pendapatan devisa ekspor Indonesia. Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor bawang merah sejak tahun 2016 sampai sekarang.
Di awal Agustus 2018, Indonesia telah mengekspor bawang merah ke Thailand sebanyak 5.600 ton dan Kabupaten Brebes berkontribusi 18,5 persen dari produksi nasional atau 57 persen dari produksi Jawa Tengah.
Panen bawang merah yang hanya tiga kali dalam setahun, menjadikan langkah tepat untuk mempertahankan keberkahan yang dapat terus dirasakan oleh petani dan masyarakat, salah satunya dengan penyiapan tempat penyimpanan, menambah model inovasi yang dapat memberikan nilai tambah terhadap produk, dan keberlangsungan ketersediaan produk.
Nilai tambah terhadap produk tersebut di antaranya dengan mengolah bawang merah menjadi produk lain seperti bawang goreng, bawang merah irisan kering, pickles, pasta, bubuk bawang, tepung bawang, bawang giling, krupuk bawang, dan minyak bawang.
Diversifikasi produk olahan tersebut tidak hanya mengawetkan dan mempertahankan mutu bawang merah, tetapi juga bisa memberikan nilai tambah hingga 250-300 persen bagi petani sekaligus sebagai salah satu upaya untuk pemberdayaan masyarakat karena target pasar tentu juga akan bergeser dan menjadi lebih lebar.
Selain produk, penyiapan benih dengan masa simpan lebih panjang, bebas virus, dan penyakit tular benih juga harus lebih mudah diperoleh petani.
Untuk pengembangan produksi benih misalnya, bisa saja dilakukan pengembangan teknologi produksi benih bawang merah asal biji (TSS) dan teknologi budi daya produksi menggunakan benih asal biji dengan populasi lipat ganda (Proliga).
Segala upaya memperpanjang keberkahan tersebut tentu membutuhkan dukungan dari pemerintah dalam membangun dan mengembangkan jejaring kerja sama.
Pemerintah memiliki andil besar pascapanen, agar kontinuitas stok dapat terjamin sepanjang masa dengan lamanya masa simpan dan mutu bawang merah yang tetap terjaga, sehingga ekspor bawang merah tidak sekadar dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk produk olahan, sehingga bisa antara nilai tambah produk dengan kesejahteraan para petani berbanding lurus.