Temanggung (Antaranews Jateng) - Sebanyak lima negara ikut meramaikan Festival Payung Indonesia pada 7-9 Oktober 2018 di Taman Wisata Candi Borobudur, yakni dari Thailand, Pakistan, India, Jepang, dan Indonesia.
"Selain sejumlah daerah di Indonesia, kami juga mengundang beberapa peserta dari luar negeri, yakni Thailand, Pakistan, dan India," kata Ketua Panitia Festival Payung Indonesia Heru Mataya di Magelang, Jumat.
Ia menuturkan sejumlah negara tersebut menggunakan payung tradisional mereka sebagai sumber ekspresi karya mereka, karena di setiap negara itu punya tradisi payung masing-masing dan mereka diundang ke sini untuk bisa merayakan payung nusantara di Borobudur.
Ia mengatakan kegiatan ini bertujuan melestarikan desa-desa perajin payung di Indonesia yang hampir punah oleh perkembangan zaman.
Ia menuturkan kegiatan ini rutin diselenggarakan setiap tahun. Festival ini telah digelar sebanyak empat kali di Solo dan baru kali ini diadakan di Borobudur.
"Penyelenggaraan festival di Candi Borobudur, rasa-rasanya memang kembali ke asalnya, karena ibu dari segala payung itu adalah Borobudur. Salah satu yang eksplorasi dan inspirasi terbesar adalah relief lalitavistara yang menceritakan tentang peradaban payung pada abad ke-8," katanya.
Ia menuturkan ada sejumlah daerah penghasil payung, ada yang dari Banyumas, Klaten, Yogyakarta, Malang dan sebagainya. Maka melalui festival ini kita mencoba untuk melestarikannya.
Selain melestarikan payung tradisional dari desa, pihaknya juga mengundang komunitas-komunitas kreatif yang dapat mengembangkan payung ini menjadi sebuah karya kreatif dan menarik, sehingga payung ini bisa menemukan hal yang baru lagi sehingga pasarnya pun menjadi baru.
Ia mengatakan dulu yang namanya payung itu hanya digunakan pada waktu-waktu tertentu saja, seperti kematian, kelahiran maupun untuk upacara.
Saat ini sudah berkembang dan dapat digunakan untuk interior, fashion, dan kebutuhan-kebutuhan yang semakin mengkini.
Ia menyebutkan sekitar 1.000 seniman yang terlibat dalam Festival Payung Indonesia kali ini. Baik itu seniman pengrajin payung, maupun seniman-seniman pertunjukan.
"Selain sejumlah daerah di Indonesia, kami juga mengundang beberapa peserta dari luar negeri, yakni Thailand, Pakistan, dan India," kata Ketua Panitia Festival Payung Indonesia Heru Mataya di Magelang, Jumat.
Ia menuturkan sejumlah negara tersebut menggunakan payung tradisional mereka sebagai sumber ekspresi karya mereka, karena di setiap negara itu punya tradisi payung masing-masing dan mereka diundang ke sini untuk bisa merayakan payung nusantara di Borobudur.
Ia mengatakan kegiatan ini bertujuan melestarikan desa-desa perajin payung di Indonesia yang hampir punah oleh perkembangan zaman.
Ia menuturkan kegiatan ini rutin diselenggarakan setiap tahun. Festival ini telah digelar sebanyak empat kali di Solo dan baru kali ini diadakan di Borobudur.
"Penyelenggaraan festival di Candi Borobudur, rasa-rasanya memang kembali ke asalnya, karena ibu dari segala payung itu adalah Borobudur. Salah satu yang eksplorasi dan inspirasi terbesar adalah relief lalitavistara yang menceritakan tentang peradaban payung pada abad ke-8," katanya.
Ia menuturkan ada sejumlah daerah penghasil payung, ada yang dari Banyumas, Klaten, Yogyakarta, Malang dan sebagainya. Maka melalui festival ini kita mencoba untuk melestarikannya.
Selain melestarikan payung tradisional dari desa, pihaknya juga mengundang komunitas-komunitas kreatif yang dapat mengembangkan payung ini menjadi sebuah karya kreatif dan menarik, sehingga payung ini bisa menemukan hal yang baru lagi sehingga pasarnya pun menjadi baru.
Ia mengatakan dulu yang namanya payung itu hanya digunakan pada waktu-waktu tertentu saja, seperti kematian, kelahiran maupun untuk upacara.
Saat ini sudah berkembang dan dapat digunakan untuk interior, fashion, dan kebutuhan-kebutuhan yang semakin mengkini.
Ia menyebutkan sekitar 1.000 seniman yang terlibat dalam Festival Payung Indonesia kali ini. Baik itu seniman pengrajin payung, maupun seniman-seniman pertunjukan.