Kudus (Antaranews Jateng) -  Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia meminta pemerintah menyerap gula tani yang diproduksi oleh pabrik gula swasta yang hingga kini tercatat 169.000 ton, kata Sekretaris Jenderal DPN Aptri M. Nur Khabsyin.
     
"Jika pemerintah tidak bersedia membeli, artinya bersikap diskriminatif," ujarnya menanggapi pemberitaan bahwa pemerintah enggan menyerap gula petani yang digiling di PG swasta di Kudus, Kamis.
     
Menurut dia, pemerintah juga harus bersikap adil karena petani yang menjalin kerja sama juga warga negara Indonesia. 
     
"Apakah memang ada pembedaan antara petani binaan PG BUMN dengan PG swasta," ujarnya.
     
Terlebih lagi, lanjut dia, polemik gula tani salah satunya karena kebijakan impor.
     
Sementara harga lelang gula tani di PG swasta, katanya, berkisar Rp9.300 hingga Rp9400 per kilogram. 
     
Meskipun demikian, lanjut dia, pedagang tidak berani membeli karena tidak bisa menjual lagi menyusul banyaknya stok gula di pasaran. 
     
"Harapannya gula tani dibeli dengan Rp11.000/kg karena biaya pokok produksi (BPP) gula sebesar Rp10.600/kg. Jika hanya dibeli Rp9.700 sebetulnya petani masih rugi," ujarnya.
     
Akan tetapi, lanjut dia, petani terpaksa menerima tawaran pembelian gula dengan harga Rp9.700/kg karena saat ini tidak ada yang membeli. 
     
Sejumlah PG swasta yang bermitra dengan petani, di antaranya PG Kebon Agung Malang, PG Trangkil dan PG Pakis Pati, serta PG Madukismo Yogyakarta.

Aptri mencatat stok gula tahun ini cukup melimpah karena mencapai 5,1 juta ton, meliputi gula sisa stok tahun lalu sebanyak 1 juta ton, ditambah rembesan gula rafinasi sekitar 800.000 ton, gula impor tahun 2018 sebanyak 1,2 juta ton dan produksi tahun 2018 sebanyak 2,1 juta ton.
     
"Kebutuhan gula secara nasional sekitar 2,7 juta ton setahun sehingga surplus 2,4 juta ton," ujarnya. 
     
Pada tahun 2016, kata Khabsyin, harga lelang gula petani rata-rata Rp11.500/kg, sedangkan tahun 2017 sekitar Rp9.800/kg dan tahun 2018 rata-rata sementara Rp9.500/kg karena belum selesai giling. 
     
Berdasarkan data tersebut, maka ada penurunan harga yang sangat signifikan selama kurun waktu dua tahun akibat banjir gula impor. 
     
"Kerugian petani selama kurun waktu dua tahun terakhir bisa mencapai Rp4 triliun karena tahun 2017 dan tahun 2018 masing-masing sekitar Rp2 triliun," ujarnya.
 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024