Cilacap (Antaranews Jateng) - Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPC HNSI) Kabupaten Cilacap mengimbau nelayan setempat untuk tidak melaut karena sedang terjadi gelombang tinggi di laut selatan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Kami tidak kurang-kurang untuk memberikan imbauan agar nelayan terutama yang menggunakan kapal berukuran kecil tidak melaut saat terjadi gelombang tinggi. Apalagi BMKG rutin mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi," kata Ketua DPC HNSI Cilacap Sarjono, di Cilacap, Jateng, Selasa.

Oleh karena itu, kata dia, sebagian besar nelayan tradisional yang menggunakan kapal berkapasitas kurang dari 10 "gross tonage" (GT) tidak melaut

Kendati demikian, dia mengakui jika kapal-kapal berkapasitas kurang dari 10 GT yang biasa bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap jarang melapor ketika hendak berangkat melaut.

Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan ada kapal-kapal di bawah 10 GT yang nekat melaut meskipun sedang terjadi gelombang tinggi.

"Kalau yang di atas 10 GT pasti akan laporan jika hendak berangkat melaut," katanya.

Lebih lanjut, Sarjono mengatakan kapal-kapal nelayan tradisional yang tidak melaut untuk sementara ditempatkan di daratan yang letaknya jauh dari bibir pantai agar tidak dihantam gelombang tinggi.

Menurut dia, hal itu disebabkan gelombang tinggi yang berulang kali terjadi dalam beberapa waktu terakhir akibat pengaruh angin timuran itu sangat berbahaya karena sering terjadi pada jarak sekitar 100 meter dari bibir pantai.

"Alhamdulillah sampai saat ini belum ada laporan kerusakan kapal nelayan tradisional yang disebabkan oleh gelombang tinggi. Hal itu disebabkan nelayan setelah menerima informasi mengenai peringatan dini gelombang tinggi langsung memindahkan kapal-kapalnya ke daratan yang jauh dari bibir pantai," jelasnya.

Ia mengharapkan gelombang tinggi yang sering terjadi di laut selatan Jateng-DIY dalam beberapa waktu terakhir segera berlalu karena saat sekarang telah memasuki masa panen ikan.

Menurut dia, nelayan tradisional yang berangkat melaut dalam dua hari terakhir selalu mendapatkan hasil tangkapan berupa ikan dan udang.

"Namun sekarang mereka harus libur lagi karena kembali terjadi gelombang tinggi," katanya.

Sementara untuk nelayan yang menggunakan kapal-kapal berukuran besar atau di atas 10 GT, kata dia, ada yang nekat berangkat melaut karena mereka telah memahami karakteristik gelombang di laut selatan Jateng dan DIY.

"Apalagi kapal-kapal yang sudah terlanjur berada di laut lepas dan telah mendapatkan hasil tangkapan, mereka tidak berpikir untuk mencari tempat berlindung," tambahnya.

Menurut dia, hal itu disebabkan karakteristik gelombang tinggi yang terjadi akibat pengaruh angin timuran berbeda dengan gelombang tinggi saat musim angin baratan.

Dalam hal ini, kata dia, gelombang tinggi di laut lepas saat musim angin timuran relatif lebih stabil sehingga kapal bisa bertahan untuk mencari ikan.

"Namun saat angin baratan, biasanya akan didahului dengan angin yang sangat kencang dan selanjutnya datang gelombang tinggi. Kondisi tersebut sangat berbahaya sehingga kapal-kapal banyak yang berlindung di pulau-pulau terdekat," katanya.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024