Cilacap (Antaranews Jateng) - Gelombang di laut selatan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta kembali tinggi setelah sempat mengalami penurunan, kata Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meterologi BMKG Cilacap Teguh Wardoyo.

"Setelah sempat mencapai enam meter akibat perbedaan tekanan udara yang signifikan antara belahan bumi utara dan belahan bumi selatan, tinggi gelombang maksimum pada akhir pekan kemarin turun menjadi empat meter namun masih tergolong berbahaya," katanya di Cilacap, Jateng, Senin.

Akan tetapi, katanya, berdasarkan pantauan citra satelit cuaca, gelombang di laut selatan Jateng-DIY pada Senin ini diprakirakan kembali mengalami peningkatan, terutama di wilayah Samudra Hindia selatan Jateng-DIY.

Tinggi gelombang di wilayah Samudra Hindia selatan Jateng berpotensi mencapai kisaran 4-6 meter, sedangkan di perairan selatan Jateng-DIY berkisar 2,5-4 meter.

Bahkan, tinggi gelombang di wilayah Samudra Hindia selatan Jateng-DIY pada Selasa (24/7) hingga Rabu (25/7) diprakirakan mencapai lebih dari enam meter.

Dia menjelaskan kenaikan tinggi gelombang tersebut dipengaruhi peningkatan kecepatan angin yang bertiup di atas permukaan laut selatan Jateng-DIY yang diprakirakan mencapai 15-30 knot dan cenderung searah dari timur hingga tenggara akibat perbedaan tekanan udara signifikan antara belahan bumi selatan dan utara.

"Saat ini di belahan bumi selatan, yakni di Australia bagian tenggara terdapat pusat tekanan tinggi yang mencapai 1.023 milibar, sedangkan di belahan bumi utara terdapat pusat tekanan rendah yang mencapai 998 milibar dan berlokasi di perairan sebelah timur Taiwan," katanya.

Ia mengatakan pusat tekanan rendah di perairan timur Taiwan sebelumnya merupakan badai Ampil yang muncul di Samudra Pasifik timur laut Filipina dan memicu gelombang setinggi enam meter di laut selatan Jateng-DIY pada 21 Juli 2018.

Ia mengatakan kekuatan badai tersebut telah melemah dan menjadi tekanan rendah serta posisinya bergeser ke perairan timur Taiwan.

Kekuatan badai Son-Tinh di sekitar perairan selatan Vietnam dan turut memicu terjadinya gelombang tinggi di laut selatan Jateng-DIY pada 21 Juli, kata dia, telah melemah dan menjadi pusat tekanan rendah yang berkekuatan 998 milibar.

 "Interaksi antara pusat tekanan tinggi di belahan bumi selatan dan pusat tekanan rendah di belahan bumi utara itu memicu terjadinya angin kencang sehingga berdampak pada peningkatan tinggi gelombang di laut selatan Jateng-DIY," katanya.

Terkait dengan hal itu, Teguh mengimbau semua pihak yang melakukan aktivitas di laut untuk memperhatikan risiko angin kencang dan gelombang tinggi terhadap keselamatan pelayaran, yakni nelayan tradisional yang menggunakan perahu berukuran kecil agar mewaspadai angin dengan kecepatan di atas 15 knot dan tinggi gelombang lebih dari 1,25 meter.

"Jika memungkinkan, nelayan diimbau untuk tidak melaut terlebih dahulu karena gelombang tinggi sangat berbahaya," katanya.

Selain itu, kata dia, operator tongkang agar mewaspadai angin dengan kecepatan lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter.

Kapal feri mewaspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter, sedangkan kapal ukuran besar, seperti kapal kargo, diimbau mewaspadai kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas empat meter.     

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024