Magelang (Antaranews Jateng) - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah, melakukan kajian pengembalian Candi Lumbung ke tempat semula di pinggir Sungai Apu Desa Sengi, Kabupaten Magelang.

"Guna memindahkan lagi ke tempat semula harus ada kajian dengan melibatkan banyak ahli dari disiplin ilmu terkait. Aturannya memang seperti itu," kata Ketua Tim Studi Kelayakan Pemindahan Candi Lumbung BPCB Jateng, Septina Wardhani di Magelang, Sabtu.

Candi Lumbung yang semula berlokasi di Dusun Candi Pos, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, pada 2011 dipindahkan ke Dusun Tlatar, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan karena terancam bahaya banjir lahar Merapi.

Berdasarkan kajian waktu itu dan demi kelestarian Candi Lumbung, katanya, kemudian dipindah sementara karena kalau dibiarkan tetap di tempatnya di pinggir Sungai Apu dikhawatirkan hilang atau rusak tersapu banjir lahar.

Ia menuturkan, kajian melibatkan beberapa ahli dari bidang ilmu terkait, yakni ?arkeologi, teknik sipil, hidrologi, dan geologi.

"Untuk memindahkan lagi ke tempat semula, istilahnya kita bertaruh, maka harus yakin dulu tempatnya aman dan candinya bisa lestari. Oleh karena itu kami dari berbagai disiplin ilmu bekerja sama melihat permasalahan dari sudut pandang masing-masing dan nanti hasilnya seperti apa," katanya.

Ia menuturkan, hasil kajian nanti yang akan merekomendasikan tindakan yang paling tepat seperti apa.

"Dalam kajian ini kami menggandeng ahli arkeologi, geologi, dan hidrologi dari Universitas Gadjah Mada serta teknik sipil dari Universitas Atmajaya Yogyakarta," katanya.

Ia mengatakan studi kelayakan pemindahan Candi Lumbung berlangsung pada 9-14 Juli 2018.

"Hasil kajian kami target Agustus 2018 sudah selesai," katanya.

Anggota tim studi kelayakan pemindahan Candi Lumbung, Andi Putranto dari Departemen Arkeologi UGM Yogyakarta mengatakan dari arkeologi lebih banyak menunggu kajian dari ilmu lain.

"Kajian ini melibatkan bidang ilmu lain karena faktor utama dalam kasus ini keterancaman bangunan candi dari bahaya bencana alam yakni aliran banjir lahar Merapi di Sungai Apu," katanya.

Ia menuturkan, dari arkeologi lebih kepada menegakkan prinsip konservasinya, artinya candi itu tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, candi dengan lingkungan itu satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan.

"Namun, hal itu berlaku ketika kondisinya ideal, tidak ada keterancaman apa pun wajib seperti itu dibiarkan di tempat situs aslinya," katanya.

Ia mengatakan, sekarang masih dalam tahap kajian untuk menentukan apakah candi tersebut bisa dikembalikan ke lokasi semula dengan jaminan ke depan aman dari keterancaman, sehingga di sini yang sangat menentukan adalah kajian yang dilakukan oleh para ahli yang berkompeten di bidangnya di luar arkeologi.
 

Pewarta : Heru Suyitno
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024