Kudus (Antaranews Jateng) - Pakar Ilmu Politik Univesitas Muria Kudus Hidayatullah menilai minimnya perolehan suara dua calon Bupati dan Wakil Bupati Kudus dari jalur perseorangan karena tidak didukung kekuatan keuangan yang memadai.
"Penentu kemenangan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kudus 2018, salah satunya karena didukung kekuatan keuangan yang memadai," ujarnya menanggapi minimnya suara yang diperoleh dua pasangan calon dari jalur perseorangan di Kudus, Kamis.

Faktor lainnya yang menjadi penentu kemenangan pasangan calon pada Pilkada Kudus 2018, kata dia, kekuatan partai politik serta figur calon.

Bahkan, lanjut dia, massa mengambang juga bisa dipengaruhi lewat kekuatan finansial, bukannya melalui tawaran program selama lima tahun mendatang ketika menjabat.

Kecenderungannya, kata Hidayatullah, massa mengambang memang tidak memiliki pemikiran ideologis yang kuat dalam menentukan pilihannya sehingga rentan dipengaruhi dengan politik uang.

"Tentunya permasalahan politik uang saat pilkada bukan lagi menjadi rahasia umum," ujarnya.

Menurut dia sejumlah pasangan calon dari jalur perseorangan tentunya kalah dalam segala hal, termasuk dari sisi keuangan serta kekuatan dukungan partai politik.

Partai politik pengusung maupun pendukung, katanya, bisa menjadi mesin politik dalam pemenangan Pilkada Kudus 2018, sedangkan dari pasangan calon perseorangan tentunya harus membangun jaringan sendiri dan biaya yang harus dikeluarkan tentunya tidak sedikit.

Ia menilai Pilkada Kudus 2018 memang syarat dengan politik uang, sehingga calon yang kuat dalam hal keuangan tentunya berpeluang memperoleh dukungan terbanyak.

"Jika saja politik uang tidak ada, tentunya pasangan calon dari jalur perseorangan berpeluang mempertahankan suara seperti halnya syarat dukungan saat mendaftar ke KPU Kudus," ujarnya.

Kondisi di Kudus, katanya, jauh berbeda dengan Pilkada Rembang beberapa waktu lalu yang dimenangkan oleh calon dari jalur perseorangan.

Figur calon yang diusung di Kabupaten Rembang, kata dia, merupakan figur dari kalangan santri dan jejaringnya sudah dibangun dari kalangan santri sejak lama.

Karena saat ini sudah ditentukan pemenangnya oleh KPU Kudus, kata dia, pasangan calon pemenang harus mampu menjawab harapan masyarakat.

"Pasangan calon kepala daerah tersebut juga harus bisa mengevaluasi atau melakukan perubahan kebijakan pemimpin lama yang sekiranya memang patut diubah," ujarnya.

Apalagi, kata dia, pada masa Pilkada Kudus 2018 memang muncul kekuatan masyarakat yang menginginkan adanya pergantian masa penguasaan sebelumnya.

Muhammad Sya`roni yang merupakan tim sukses dari pasangan calon Akhwan-Hadi Sucipto menyadari tidak memiliki amunisi yang cukup untuk memenangkan Pilkada Kudus 2018.

"Kami tentunya tidak perlu sedih dengan hasil yang diperoleh pada Pilkada Kudus 2018," ujarnya.

Meskipun kalah, katanya, timnya tetap menghargai proses Pilkada Kudus 2018 hingga ditentukan pemenangnya oleh KPU Kudus pada Rabu (4/7).

Ia menduga pemilih di Kudus tentunya pilihannya ada yang terpengaruh iming-iming.

"Paslon terpilih diharapkan bisa melaksanakan janji saat kampanye, terutama tunjangan guru dan kebijakannya yang berpihak kepada rakyat kecil juga sangat dinantikan," ujarnya.

Pasangan calon dari jalur perseorangan saat mendaftar ke KPU Kudus menyerahkan syarat dukungan untuk Paslon Nor Hartoyo-Junaidi sebanyak 52.140 dukungan, sedangkan Akhwan-Hadi Sucipto sebanyak 68.454 dukungan.

Syarat minimal dukungan yang harus diserahkan sebanyak 45.323 dukungan.

Sementara hasil rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Kudus pada Rabu (4/7), Akhwan-Hadi Sucipto hanya meraih dukungan 11.151 suara atau 2,22 persen dan Nor Hartoyo-Junaidi sebanyak 7.393 suara atau 1,47 persen. 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024