Jakarta (Antaranews Jateng) - Ini satu-satunya partai 16 Besar yang mempertemukan para mantan juara dunia. Kedua negara total sudah tujuh kali mencapai final Piala Dunia yang empat di antaranya mereka menangi.
Argentina masuk final Piala Dunia pada 1930, 1978, 1986, 1990, dan 2014, dengan dua di antaranya mereka juarai, masing-masing edisi 1978 di negeri sendiri dan 1986 di Meksiko. Sedangkan Prancis sudah dua kali tampil pada final turnamen ini, masing-masing 1998 di negara sendiri yang mereka juarai dan 2006.
Prancis tak pernah mengalahkan Argentina dalam ajang Piala Dunia atau non pertandingan persahabatan apa pun, padahal ini adalah pertemuan ke-12 mereka melawan Tim Tanggo. Pada sebelas pertemuan mereka terdahulu, Argentina menang enam kali, Prancis dua kali, dan sisanya tiga pertandingan seri.
Kendati begitu, dalam tujuh pertandingan Piala Dunia terakhirnya melawan tim-tim Amerika Selatan, Prancis tak pernah kebobolan. Pemain Amerika Latin terakhir yang membobol Les Bleus adalah Careca dari Brasil pada 1986. Bukan itu saja, di luar pertandingan yang harus berakhir dengan adu tendangan penalti, Prancis hanya pernah satu kali kalah dalam sebelas pertandingan terakhir fase knockout Piala Dunia.
Statistik ini diperhatikan betul oleh Argentina yang pada latihan tim Jumat kemarin, tiga penjaga gawang mereka khusus berlatih mementahkan tendangan penalti.
Argentina menyadari bahwa selain sulit dibobol lawan, mereka juga sulit membobol lawan, sehingga harus bersiap dengan skenario bahwa pertandingan di Kazan Arena Sabtu malam nanti itu akan menemui jalan buntu sehingga harus ditentukan oleh adu penalti.
Bagaimana tidak berpikiran begitu, dalam empat pertandingan terakhir fase gugur Piala Dunia yang diikutinya, tim asuhan Jorge Sampaoli ini hanya memasukkan dua gol dan kemasukkan satu gol.
Kedua tim sendiri melenggang ke 16 Besar setelah melewati fase grup dengan catatan yang tidak terlalu mengesankan.
Les Bleus memang menjuarai Grup C tetapi dengan cara yang tak terlalu meyakinkan, khususnya tampil medioker melawan Denmark pada pertandingan terakhir fase grup mereka yang berakhir 0-0. Mereka memang mulus melewati fase grup dan bertabur bintang-bintang, tetapi mereka kehilangan ambisi dan intensitas.
Baca juga: Ini fakta Prancis versus Argentina
La Albiceleste lebih buruk lagi karena dipaksa harus mengandalkan keajaiban tatkala melawan Nigeria demi memperebutkan tiket kedua 16 Besar dari Grup D.
Lionel Messi memang telah balik menuju penampilan terbaiknya, tapi Argentina tak bisa balik berubah bagus secepat dilakukan Messi, khususnya sektor pertahanan mereka yang amat rapuh sampai-sampai lima kali dibobol lawan.
Padahal, seperti Kroasia, lawan Argentina sekarang memiliki para gelandang dan penyerang haus gol nan petarung yang siap memporakporandakan benteng pertahanan terakhir Argentina, meskipun mesin gol Prancis Antoine Griezmann sejauh ini belum mencetak satu pun gol.
"Pada Euro 2016, saya juga kesulitan selama fase grup tetapi saya bisa memuncak pada fase knockout," kata Griezmann menegaskan ancamannya untuk mencetak gol saat melawan Argentina nanti.
Faktor Lionel Messi
Argentina sendiri melempem saat melawan Islandia dan makin rusak ketika menghadapi Kroasia karena mungkin oleh satu faktor saja, yakni Lionel Messi yang bermain tidak seinspiratif, tidak seantusiastis dan tidak selevel dengan sewaktu dia bermain bersama Barcelona. Argentina kemudian bangkit manakala melawan Nigeria pada pertandingan terakhir Grup D, tapi lagi-lagi karena inspirasi Lionel Messi.
Seperti lawannya Prancis, Argentina juga bertabur superstar. Tapi tidak seperti Barcelona, para superstar ini terlihat bermain tidak padu dan tidak sehati, kecuali saat menghadapi Nigeria. Dan sekali lagi, yang membuat Argentina berubah relatif bagus kembali untuk kemudian siap menerkam lagi lawan adalah Lionel Messi juga.
Oleh karena itu, meskipun Prancis agak malu-malu mengatakan bahwa Argentina itu Messi, hampir sebagian besar perhatian Les Bleus, bahkan mungkin energinya, dicurahkan kepada cara mendinginkan untuk kemudian merontokkan mesin utama Argentina itu.
Salah seorang pesepakbola yang mengantarkan Prancis menjuarai Piala Dunia 1998, Marcel Desailly, menggarisbawahi kelebihan dan kekurangan Messi kepada harian Inggris The Guardian berikut, "Kita tahu Messi itu hebat tapi kita bingung dan sedih untuk dia. Dia jelas produk murni Barcelona, tetapi bersama Argentina sekarang, Messi itu kacau balau."
Messi memang disebut-sebut tak bisa bermain pada level seperti dia bermain bersama Barcelona. Dia terlihat menuntut rekan-rekannya di Argentina memberikan dukungan yang selevel dan sekualitas dukungan rekan-rekannya di Barcelona sehingga dia bisa bermain secemerlang yang dia inginkan.
Messi tahu pasti, sekalipun dia pemain jenius, sepak bola adalah permainan kolektif yang tak boleh cuma mengandalkan seorang pemain. Oleh karena itu, dia ingin rekan-rekannya di Argentina mengalihkan perhatian lawan dari dirinya sehingga bersama-sama merusak permainan lawan seperti dilakukan rekan-rekannya di Barcelona.
Prancis sudah tentu tahu pasti kegundahan Messi ini yang sekaligus juga menjadi kelemahan terbesar Argentina. Meski begitu, Le Bleus paham bahwa sangat sulit menghentikan peraih Ballon d'Or lima kali itu. "Tak ada orang di planet ini yang bisa menghentikan Messi. Jawabannya harus kolektif," kata bek Prancis Presnel Kimpembe.
Maksud Kimpembe adalah Prancis tidak ingin memberi pesan kepada lawan bahwa mereka akan memokuskan perhatian kepada Messi seorangi. Sebaliknya, Messi akan dilumpuhkan dengan cara permainan kolektif Prancis. Tapi bukan dengan cara tiga atau empat pemain mengepung terus-terusan Messi, melainkan dengan mencegah bola mendarat ke kaki dan kepala si megabintang. Oleh karena itu, cara terbaik mematikan Messi adalah membatasi ruang dia dalam bermanuver.
"Tak masuk akal menerapkan (strategi) man-to-man marking terhadap Messi. Dia terlalu kuat dalam satu lawan satu. Prancis harus memutus tautan antara Messi dengan barisan depan lainnya (Argentina). Karena Messi bukan hanya striker, tetapi juga playmaker," kata mantan bek Timnas Prancis Bixente Lizarazu.
Maka, tak akan heran jika nanti Didier Deschamps menghimpun gelandang di tengah dalam formasi 4-2-3-1 dengan tujuan menutup semua sektor ini yang faktanya Argentina memang sering kedodoran di bagian ini, demi memotong suplai bola kepada Messi. Intinya, Prancis akan berusaha mengendalikan tempo permainan, seperti saat Kroasia mengganyang Argentina 3-0 pada fase grup.
Prancis akan mencoba memasang formasi seperti Kroasia memerangkap Argentina dengan menumpuk gelandang petarung seperti Paul Pogba dan N'Golo Kante guna mendikte lapangan tengah baik dalam rangka mengaransemen serangan maupun dalam upaya melapis pertahanan sebelum dianeksasi Argentina. Dengan cara seperti itu, para gelandang Prancis akan terus-terusan meneror gelandang dan bek Argentina yang akhirnya membuat Messi miskin berkreasi di lapangan sehingga tak bisa menopang permainan.
Taktik seperti itu efektif diterapkan Kroasia ketika area pertahanan Argentina dipaksa dipenuhi para pemainnya sendiri sehingga mereka lamban saat naik karena tidak bisa melewati gelandang-gelandang tengah Kroasia, khususnya duo Ivan Rakitic-Luka Modric yang di Prancis persis diperankan duo Paul Pogba-N'Golo Kante.
PERKIRAAN SUSUNAN PEMAIN
Paul Pogba akan kembali masuk starting-eleven setelah pemain lapis kedua Prancis gagal bersinar saat ditahan 0-0 oleh Denmark pada pertandingan terakhir Grup D. Lapangan tengah Argentina yang terlihat sangat menjemukkan diperkirakan akan porak poranda oleh Pogba yang tengah bermain pada level terbaiknya. Bersama gelandang N’Golo Kante yang tanpa letih merangsek dan menjelang selain cepat turun begitu pertahanan diancam lawan, Pogba akan membantu menajamkan Antoine Griezmann dan Olivier Giroud.
Prancis (4-2-3-1): Hugo Lloris; Benjamin Pavard, Raphael Varane, Samuel Umtiti, Lucas Hernandez; Paul Pogba, N’Golo Kante; Kylian Mbappe, Antoine Griezmann, Ousmane Dembele; Olivier Giroud
Dari pihak Argentina, siapa lagi kalau bukan Lionel Messi yang menjadi otak, insprasi dan sekaligus jantung permainan La Albiceleste. Faktor terbesar yang membuat Argentina yakin memenangkan pertandingan ini adalah sudah berdirinya lagi Messi ke posisi terbaiknya untuk memimpin Argentina mengoyak pertahanan solid Prancis bersama Angel Di Maria dan Gonzalo Higuain yang juga masih setumpul Griezmann di Prancis.
Argentina (4-3-3): Franco Armani; Gabriel Mercado, Nicolas Otamendi, Marcos Rojo, Nicolas Tagliafico; Ever Banega, Javier Mascherano, Enzo Perez; Angel Di Maria, Lionel Messi, Gonzalo Higuain
PREDIKSI SKOR:
Sport Illustrated: 3-2 untuk Prancis
Evening Standard: 3-2 untuk Prancis
Washington Post: Prancis menang adu penalti setelah seri 2-2
Argentina masuk final Piala Dunia pada 1930, 1978, 1986, 1990, dan 2014, dengan dua di antaranya mereka juarai, masing-masing edisi 1978 di negeri sendiri dan 1986 di Meksiko. Sedangkan Prancis sudah dua kali tampil pada final turnamen ini, masing-masing 1998 di negara sendiri yang mereka juarai dan 2006.
Prancis tak pernah mengalahkan Argentina dalam ajang Piala Dunia atau non pertandingan persahabatan apa pun, padahal ini adalah pertemuan ke-12 mereka melawan Tim Tanggo. Pada sebelas pertemuan mereka terdahulu, Argentina menang enam kali, Prancis dua kali, dan sisanya tiga pertandingan seri.
Kendati begitu, dalam tujuh pertandingan Piala Dunia terakhirnya melawan tim-tim Amerika Selatan, Prancis tak pernah kebobolan. Pemain Amerika Latin terakhir yang membobol Les Bleus adalah Careca dari Brasil pada 1986. Bukan itu saja, di luar pertandingan yang harus berakhir dengan adu tendangan penalti, Prancis hanya pernah satu kali kalah dalam sebelas pertandingan terakhir fase knockout Piala Dunia.
Statistik ini diperhatikan betul oleh Argentina yang pada latihan tim Jumat kemarin, tiga penjaga gawang mereka khusus berlatih mementahkan tendangan penalti.
Argentina menyadari bahwa selain sulit dibobol lawan, mereka juga sulit membobol lawan, sehingga harus bersiap dengan skenario bahwa pertandingan di Kazan Arena Sabtu malam nanti itu akan menemui jalan buntu sehingga harus ditentukan oleh adu penalti.
Bagaimana tidak berpikiran begitu, dalam empat pertandingan terakhir fase gugur Piala Dunia yang diikutinya, tim asuhan Jorge Sampaoli ini hanya memasukkan dua gol dan kemasukkan satu gol.
Kedua tim sendiri melenggang ke 16 Besar setelah melewati fase grup dengan catatan yang tidak terlalu mengesankan.
Les Bleus memang menjuarai Grup C tetapi dengan cara yang tak terlalu meyakinkan, khususnya tampil medioker melawan Denmark pada pertandingan terakhir fase grup mereka yang berakhir 0-0. Mereka memang mulus melewati fase grup dan bertabur bintang-bintang, tetapi mereka kehilangan ambisi dan intensitas.
Baca juga: Ini fakta Prancis versus Argentina
La Albiceleste lebih buruk lagi karena dipaksa harus mengandalkan keajaiban tatkala melawan Nigeria demi memperebutkan tiket kedua 16 Besar dari Grup D.
Lionel Messi memang telah balik menuju penampilan terbaiknya, tapi Argentina tak bisa balik berubah bagus secepat dilakukan Messi, khususnya sektor pertahanan mereka yang amat rapuh sampai-sampai lima kali dibobol lawan.
Padahal, seperti Kroasia, lawan Argentina sekarang memiliki para gelandang dan penyerang haus gol nan petarung yang siap memporakporandakan benteng pertahanan terakhir Argentina, meskipun mesin gol Prancis Antoine Griezmann sejauh ini belum mencetak satu pun gol.
"Pada Euro 2016, saya juga kesulitan selama fase grup tetapi saya bisa memuncak pada fase knockout," kata Griezmann menegaskan ancamannya untuk mencetak gol saat melawan Argentina nanti.
Faktor Lionel Messi
Argentina sendiri melempem saat melawan Islandia dan makin rusak ketika menghadapi Kroasia karena mungkin oleh satu faktor saja, yakni Lionel Messi yang bermain tidak seinspiratif, tidak seantusiastis dan tidak selevel dengan sewaktu dia bermain bersama Barcelona. Argentina kemudian bangkit manakala melawan Nigeria pada pertandingan terakhir Grup D, tapi lagi-lagi karena inspirasi Lionel Messi.
Seperti lawannya Prancis, Argentina juga bertabur superstar. Tapi tidak seperti Barcelona, para superstar ini terlihat bermain tidak padu dan tidak sehati, kecuali saat menghadapi Nigeria. Dan sekali lagi, yang membuat Argentina berubah relatif bagus kembali untuk kemudian siap menerkam lagi lawan adalah Lionel Messi juga.
Oleh karena itu, meskipun Prancis agak malu-malu mengatakan bahwa Argentina itu Messi, hampir sebagian besar perhatian Les Bleus, bahkan mungkin energinya, dicurahkan kepada cara mendinginkan untuk kemudian merontokkan mesin utama Argentina itu.
Salah seorang pesepakbola yang mengantarkan Prancis menjuarai Piala Dunia 1998, Marcel Desailly, menggarisbawahi kelebihan dan kekurangan Messi kepada harian Inggris The Guardian berikut, "Kita tahu Messi itu hebat tapi kita bingung dan sedih untuk dia. Dia jelas produk murni Barcelona, tetapi bersama Argentina sekarang, Messi itu kacau balau."
Messi memang disebut-sebut tak bisa bermain pada level seperti dia bermain bersama Barcelona. Dia terlihat menuntut rekan-rekannya di Argentina memberikan dukungan yang selevel dan sekualitas dukungan rekan-rekannya di Barcelona sehingga dia bisa bermain secemerlang yang dia inginkan.
Messi tahu pasti, sekalipun dia pemain jenius, sepak bola adalah permainan kolektif yang tak boleh cuma mengandalkan seorang pemain. Oleh karena itu, dia ingin rekan-rekannya di Argentina mengalihkan perhatian lawan dari dirinya sehingga bersama-sama merusak permainan lawan seperti dilakukan rekan-rekannya di Barcelona.
Prancis sudah tentu tahu pasti kegundahan Messi ini yang sekaligus juga menjadi kelemahan terbesar Argentina. Meski begitu, Le Bleus paham bahwa sangat sulit menghentikan peraih Ballon d'Or lima kali itu. "Tak ada orang di planet ini yang bisa menghentikan Messi. Jawabannya harus kolektif," kata bek Prancis Presnel Kimpembe.
Maksud Kimpembe adalah Prancis tidak ingin memberi pesan kepada lawan bahwa mereka akan memokuskan perhatian kepada Messi seorangi. Sebaliknya, Messi akan dilumpuhkan dengan cara permainan kolektif Prancis. Tapi bukan dengan cara tiga atau empat pemain mengepung terus-terusan Messi, melainkan dengan mencegah bola mendarat ke kaki dan kepala si megabintang. Oleh karena itu, cara terbaik mematikan Messi adalah membatasi ruang dia dalam bermanuver.
"Tak masuk akal menerapkan (strategi) man-to-man marking terhadap Messi. Dia terlalu kuat dalam satu lawan satu. Prancis harus memutus tautan antara Messi dengan barisan depan lainnya (Argentina). Karena Messi bukan hanya striker, tetapi juga playmaker," kata mantan bek Timnas Prancis Bixente Lizarazu.
Maka, tak akan heran jika nanti Didier Deschamps menghimpun gelandang di tengah dalam formasi 4-2-3-1 dengan tujuan menutup semua sektor ini yang faktanya Argentina memang sering kedodoran di bagian ini, demi memotong suplai bola kepada Messi. Intinya, Prancis akan berusaha mengendalikan tempo permainan, seperti saat Kroasia mengganyang Argentina 3-0 pada fase grup.
Prancis akan mencoba memasang formasi seperti Kroasia memerangkap Argentina dengan menumpuk gelandang petarung seperti Paul Pogba dan N'Golo Kante guna mendikte lapangan tengah baik dalam rangka mengaransemen serangan maupun dalam upaya melapis pertahanan sebelum dianeksasi Argentina. Dengan cara seperti itu, para gelandang Prancis akan terus-terusan meneror gelandang dan bek Argentina yang akhirnya membuat Messi miskin berkreasi di lapangan sehingga tak bisa menopang permainan.
Taktik seperti itu efektif diterapkan Kroasia ketika area pertahanan Argentina dipaksa dipenuhi para pemainnya sendiri sehingga mereka lamban saat naik karena tidak bisa melewati gelandang-gelandang tengah Kroasia, khususnya duo Ivan Rakitic-Luka Modric yang di Prancis persis diperankan duo Paul Pogba-N'Golo Kante.
PERKIRAAN SUSUNAN PEMAIN
Paul Pogba akan kembali masuk starting-eleven setelah pemain lapis kedua Prancis gagal bersinar saat ditahan 0-0 oleh Denmark pada pertandingan terakhir Grup D. Lapangan tengah Argentina yang terlihat sangat menjemukkan diperkirakan akan porak poranda oleh Pogba yang tengah bermain pada level terbaiknya. Bersama gelandang N’Golo Kante yang tanpa letih merangsek dan menjelang selain cepat turun begitu pertahanan diancam lawan, Pogba akan membantu menajamkan Antoine Griezmann dan Olivier Giroud.
Prancis (4-2-3-1): Hugo Lloris; Benjamin Pavard, Raphael Varane, Samuel Umtiti, Lucas Hernandez; Paul Pogba, N’Golo Kante; Kylian Mbappe, Antoine Griezmann, Ousmane Dembele; Olivier Giroud
Dari pihak Argentina, siapa lagi kalau bukan Lionel Messi yang menjadi otak, insprasi dan sekaligus jantung permainan La Albiceleste. Faktor terbesar yang membuat Argentina yakin memenangkan pertandingan ini adalah sudah berdirinya lagi Messi ke posisi terbaiknya untuk memimpin Argentina mengoyak pertahanan solid Prancis bersama Angel Di Maria dan Gonzalo Higuain yang juga masih setumpul Griezmann di Prancis.
Argentina (4-3-3): Franco Armani; Gabriel Mercado, Nicolas Otamendi, Marcos Rojo, Nicolas Tagliafico; Ever Banega, Javier Mascherano, Enzo Perez; Angel Di Maria, Lionel Messi, Gonzalo Higuain
PREDIKSI SKOR:
Sport Illustrated: 3-2 untuk Prancis
Evening Standard: 3-2 untuk Prancis
Washington Post: Prancis menang adu penalti setelah seri 2-2